bc

Distance

book_age0+
198
FOLLOW
1.1K
READ
badgirl
drama
like
intro-logo
Blurb

Jarak dalam suatu hubungan percintaan bagaikan duri atau orang ketiga yang dapat membuat hubungan itu rusak. Tapi bukankah dalam hidup kita harus melihat sisi baik dari suatu masalah. Dan sisi baik dari jarak yang dibuat oleh Tuhan adalah untuk membuat kita sebagai manusia mengerti cinta itu sendiri.

Seperti halnya Syakila yang dibantu oleh jarak untuk mengerti tentang perasaannya sendiri. Apakah itu Kamalael atau Mario?.

chap-preview
Free preview
Chapter 1 : Kejutan
   Suara telepon dari handphoneku berbunyi sangat nyaring sampai kupingku rasanya pengang dan menganggu. Ingin sekali mematikan suara berisik itu, tapi apa daya saat mataku saja sangat berat untuk dibuka. Aku mencoba mengabaikannya, tapi terus saja handphoneku itu berbunyi. Akhirnya aku pun menyerah. Dengan mata tertutup, tanganku meraba-raba nakas samping ranjang untuk mencari handphone dan "bruk!." Suara benda jatuh  membuat mataku seketika terbuka sangat lebar. Dalam pikiranku, jangan sampai handphone keluaran terbaru dengan warna limited edition yang aku beli beberapa minggu lalu jatuh dan rusak.     "Fiuh.., untung." Aku bernafas lega karena ternyata yang jatuh itu adalah novel. "Apa?!." Aku hanya bisa bernafas lega sebentar, ternyata sekarang sudah hampir jam tujuh. Dan ada sebelas panggilan tidak terjawab dari Beno. "Gawat?!!!!."     Begini lah nasibku setiap senin pagi. Selalu saja jadi hari yang sibuk karena aku yang selalu bangun kesiangan. Setelah mandi sambil berkaca tanganku yang lihai dengan cepat memakai blush on dan lipstick. Menuruni tangga rumah dengan menenteng high heels dan mengambil roti yang sudah disiapkan oleh ibu ku yang paling cantik dan baik.     Sambil berteriak aku pamit, “bu aku berangkat dulu ya.”     “Eh.. eh..,” Ibu Wanda langsung keluar dari dapur. “Kebiasaan banget sih kamu, makanya bangun dari pagi dong sayang. Ayah sama adik kamu udah berangkat.”     “Iya ibu sayang. Udah ya, aku udah telat banget nih. Takut jalanan macet.”     “Makanya kamu tuh jangan bergadang. Hobi banget bergadang anak gadis. Ya udah sana hati-hati. Ibu juga keluar sebentar lagi, mau ada sidang hari ini.”     “Udah jangan marah-marah, nanti cantik ibu hilang. Good luck bu.” Sambil mencium ibuku yang sudah wangi aku langsung keluar rumah.     Tidak tunggu lama aku segera melajukan mobil dengan kecepatan tinggi agar secepatnya aku bisa sampei kantor, ,tapi seperti biasa macet tidak bisa terhindarkan. Ah, kenapa selalu saja seperti ini setiap hari senin?. Salahku sih memang baca novel sampai malam sekali jadi besoknya aku selalu bangun telat, tapi bagaimana lagi novelnya bagus sekali akibatnya aku susah berhenti. Ditambah lagi, setiap malam minggu dan senin aku akan melakukan hal yang aku suka. Novel dan film series itu memang godaan yang menggiurkan untuk bergadang. Oke kembali, sudah jam delapan lebih 15 menit dan aku baru memarkirkan mobilku. Telat sudah.     “Loe itu tiap senin pasti deh telat. Telat bangun?.” Cila salah satu temanku yang hobi banget menggosip dan bawel tidak ada duanya sedang membawa kopi dan sandwichnya bertemu denganku di depan lift.     “Iya nih gue malem baca novel bagus banget sampei gue gak bisa berhenti. Loe bayangin aja, ada cowok cinta banget sama ceweknya sampei rela ngebunuh mantan suami cewek itu karena mantan suaminya itu suka siksa ceweknya. Dan tau gak yang buat gue kagum ya, ngebunuhnya itu pake otak banget. Tapi sebelnya udah cape ngebunuh gitu, si cowoknya bilang kalau dia cuman pengen ceweknya bahagia dan dilepas gitu aja….” Di tengah-tengah aku mencerocos lebar sambil memasuki lift, tiba-tiba tanpa aku sadar ada seseorang dari belakang.     “Bisa kasih tau judul bukunya?.” Mulutku terbuka karena kaget. Salah satu direksi di kantor ini, Pak Kamalael Utomo. Dia bos yang cukup terkenal. Ya wajahnya cukup tampan, badannya bagus dan orangnya bukan type bos rese yang banyak bicara dan minta ini itu. Dari mana aku tau?, ya karena dia adalah atasanku.     “Eh bapak, maaf saya gak tau ada bapak dibelakang. Telat juga ya pak?.” Aku spontan memejamkan mataku karena bisa-bisanya aku malah berkata seperti itu bukan menjawab pertanyaannya. Padahal aku juga sama-sama telat. Cila pun spontan menyenggol ku.     “Maaf.. pak.”     Dia tertawa sedikit, aku jadi malu. “Iya saya terlambat.” Dan setelah mengatakan itu tau reaksinya seperti apa?. Dia mengeluarkan senyumannya persis seperti ketika kami memenangkan beberapa proyek, bagaimana aku tidak lebih malu dan kehilangan muka coba?. Ya ampun. Lift pun sampei ke lantai delapan terasa lama. Aku ingin buru-buru sampai.     Ting     Aku bernafas lega karena akhirnya lift kami sampai dilantai delapan dan aku mempersilahkan Pak El untuk keluar terlebih dahulu. Setelah memastikan Pak El masuk ke ruangannya, aku menghembuskan nafasku kasar. Cila langsung tertawa terbahak-bahak seperti mak lampir. “Gila ya loe, udah tau sendirinya juga telat masih aja loe ngomong gitu sama atasan. Untung Pak El orangnya baik. Kalau kaya Pak Tomo sih gue yakin loe udah di gorok sama dia gak pake lama. Loe tau kan Haris aja cuman telat lima menit dia disiksa sama kerjaan yang segunung. Untung aja Pak El hatinya bersih banget." Cila cekikikan sendiri membahas Pak Tomo, salah satu kepala bagian di perusahaan kami.     “Ssstt udah ah jangan dibahas, malu.” Aku cemberut dan langsung duduk di kursiku. “Sana ke meja loe. Gue mau bekerja dengan sungguh-sungguh nih. Jangan ganggu kesungguhan gue.” candaku dengan langsung mengeluarkan bedak. Memoles kembali lipstik dan blush on yang sudah luntur.     “Mau bekerja sungguh-sungguh katanya, tapi malah touch up. Gimana sih loe?.”     Menyimpan dulu sebentar lipstik yang sedang kupegang lalu menatap si ratu gosip itu dengan serius.  "Aduh, bawel banget ya ini orang. Cila dengerin dan pasang telinga loe lebar banget, kalau kita mau bekerja dengan sungguh-sungguh penampilan juga harus maksimal dong. Kalau loe gak pede sama dandanan loe sendiri, loe pasti sibuk ngaca.” Sial memang, belum juga pergi Cila datang satu pengganggu. Beno keluar dari ruang Pak El dan langsung menghampiriku.     “Malah ngobrol. Kebiasaan deh loe telat tiap hari senin. Loe pasti lupa ya?. Hari ini Pak El ada dines ke luar, tapi gara-gara loe dia jadi telat dan harus balik lagi kesini padahal dia udah berangkat loh.”     “Terus?.” Otakku belum terkoneksi dengan baik.     “Aduh, gini nih kalau kebanyakan micin drama korea. Berkas yang kemaren loe seleseiin gak disimpen di mejanya Syakila, padahal kan kemarin Pak El udah wanti-wanti buat disiapin. Untung tadi pas dia telepon gue udah sampei kantor. Dan untungnya lagi nih ada di meja loe.” Penjelasan panjang lebar Beno.     DUAR     Aku merutuki diriku sendiri, dengan tidak terkontrolnya mulutku tadi malah bilang kalau dia terlambat. Padahal dia balik lagi ke kantor itu karena keteledoranku. Aduh, bisa-bisanya aku teledor seperti itu padahal aku biasanya tidak pernah seteledor itu. Aku benar-benar malu dan ingin membenamkan diri ku ke laut mana saja yang penting tidak ada Pak El. Sayang, harapanku pupus bahkan sebelum membenamkan diri ke laut. Pak El keluar dari ruangannya dan mendekat ke arahku.     “Beno berkasnya kamu kasi Syakila aja. Oh ya Syakila, kamu siap-siap. Saya perlu kamu buat bantu saya persentasi di Bogor.”     Seperti orang bodoh aku menunjuk diriku sendiri. “Saya pak?.”     “Iya kamu. Saya tunggu di bawah ya. Oh ya Beno, tolong urus pekerjaan Syakila ya!.”     “Baik pak,” Beno menjawabnya sambil tersenyum puas padaku. Ah, aku ingin sekali menjitak dia.     Pak El pun pergi dengan berwibawa, sementara aku shock. Apakah Pak El tiba-tiba membawaku karena ingin menghukumku?. Ah tapi tidak mungkin, selama dua tahun aku bekerja disini Pak El bukan type bos yang akan menghukum bawahannya dengan cara kenanak-kanakan seperti yang ada dalam pikiranku dan novel yang sering aku baca. “Hey jangan shock gitu.” Beno menepuk pundakku sementara Cila langung pergi dengan tertawa-tawa.     “Ya ampun gue harus cepet.” Langsung aku bereskan semua keperluan dan tas, lalu meninggalkan satu manusia yang berdiri melihatku dengan geli. “Awas ada yang ketinggalan Kila, nanti kan gak lucu kalau udah mau nyampe Bogor Pak El balik lagi.” Mataku langsung menatapnya tajam dan mengeluarkan laser.     “Ampun deh, udah sana cepet. Oh iya gue lupa bilang sesuatu.” Jantungku berdebar gak karuan, aduh apa aku ngelakuin salah lagi yang gak aku sadari ya?. “Loe cantik banget hari ini.” Bisik Beno lalu pergi setelah mengatakan itu. Oh Tuhan di pagi hari yang terbilang tidak beruntung ini membuat aku ingin mengumpat sekeras mungkin dan memukul kepalanya dengan tas Chanel hitam pemberian ayahku. Dia memang senang sekali menggodaku dari dulu. **         Sepanjang perjalanan ke Bogor, Pak El sibuk sekali dengan tabnya. Aku yang bengong sendiri mencoba mencari aktifitas dengan melihat lagi berkas yang akan dipresentasikan nanti. Saat sedang membaca tiba-tiba Pak El bilang, “jadi apa judul novel tadi Syakila?."     “Hah?.” Kenapa hari ini rasanya aku tidak bisa elegan seperti biasanya ya?. Bingung saja terus.     “Judul novel yang tadi kamu ceritakan di lift.” Leherku otomatis manggut-manggut lalu seketika diam ketika melihat senyum Pak El sekilas, membuat aku ingat kejadian tadi pagi. Memalukan sekali.     “Oh novel itu pak. Judulnya kesetiaan Mr.X karya Keigo Highashino.”     “Bagus sepertinya sampai kamu bisa kebawa emosi waktu cerita tadi pagi.”     Jangan tanya reaksiku karena aku hanya bisa tersenyum canggung. Rusak sudah sepertinya keelegananku hari ini karena buku yang sukses membuatku terjaga sampai jam tiga pagi tadi. “Iya bagus banget pak."     “Oke saya nanti akan cari bukunya dan baca sendiri.” Pak El tersenyum kemudian sibuk dengan tabnya lagi dan aku malu.        “Kalau mau bapak bisa pinjam punya saya.” Aduh kenapa harus nawarin sih?. Aku merutuki diriku sendiri, kenapa sih mulut ini selalu bekerja lebih dulu daripada otakku?.     “Terima kasih. Nanti kalau saya susah mencarinya, baru saya pinjam punya kamu.” Lalu setelah percakapan itu kami tenggelam dalam dunia masing-masing hingga akhirnya kami sampai di Bogor yang sedang turun hujan. Aku tersenyum senang sekali, langka sekali bukan mendapat udara segar di Jakarta?.     “Sejuk ya pak disini?.”     “Hem…” Jawaban dari Pak El membuatku menoleh dan menapati wajahnya juga senang. “Tapi kita lagi gak punya banyak waktu pagi ini.” Oke aku ditampar kenyataan yang harus segera masuk ke sebuah perusahaan yang akan bekerja sama dengan perusahaan kami untuk menciptakan sebuah produk kecantikan baru.     Ketika masuk ke dalam ruangan, terlihat beberapa orang sedang menyuguhkan makanan dan minuman. Ruangannya pun sudah hampir penuh, hanya tertinggal beberapa kursi kosong. Untung saja kami datang tepat waktu, tidak kesiangan maksudnya. Segera saja aku siapkan materi persentasi untuk Pak El bacakan didepan. Dia meneliti tampilannya dari atas sampai bawah. Kegiatan yang sudah aku sering lihat ketika dia akan melakukan satu hal, entah itu makan siang bersama klien, presentasi atau ketika dipanggil Direktur Utama ke ruangannya. Ya, dia memang orang yang sangat rapih.     “Mana bahannya?.” Aku yang terlalu anteng melihatnya sampai-sampai tidak sadar ketika Pak El menoleh dan lagi-lagi aku jadi malu.     “Ini pak.”     “Oke thank you.” Pak El kelihatan agak gugup setelah menerima bahan presentasi itu, dia menghembuskan nafasnya besar-besar. Aku mengerti sih dengan kegugupannya karena memang setauku Direktur Utama yang kini sedang menghadiri sebuah rapat penting di luar kota itu sangat mengandalkan Pak El untuk bisa membuat kontrak kerja sama dengan perusahaan yang tidak kalah besarnya dengan perusahaan kami.     “Good luck pak,” bisikku. Membuatnya menoleh seperti agak kaget namun akhirnya mengangguk dan tersenyum. “Thanks.” **      Di tempat makan yang ada di Bogor ini, aku dan Pak El juga Pak Gino sopir kantor yang saat ini sedang menikmati Soto Mie Bogor tampak khusyu memakan makanannya. Mungkin karena cuaca Bogor yang dingin dan waktu yang sudah menunjukan pukul dua siang. Selain itu juga mungkin karena hati kami sangat senang dengan dengan hasil presentasi tadi pagi yang sepertinya akan mencapai kesepakatan.  Walaupun sebenarnya aku sudah tidak ragu lagi bahwa Pak El bisa membuat tanda tangan kontrak kerja sama itu, secara Pak El selama ini selalu nyaris memenangkan kesepakatan kontrak apapun.     “Mau berjalan-jalan di Bogor sebentar?.” Tiba-tiba Pak El memberikan penawaran yang sangat menarik, membuat aku tersenyum dan menjawab dengan heboh. “Beneran Pak?.”     “Ya, saya pikir gak ada salahnya bersenang-senang sebentar sebelum balik lagi ke Jakarta lagipula ini sudah mau jam empat, mendekati waktunya jam pulang kantor.”     “Wah terima kasih loh pak.”     “Tenang, saya juga memang butuh hiburan kok setelah kerja mati-matian di Jakarta.” Pak El dengan wajahnya santainya sambil menyeruput minuman lalu menggulung kemeja biru lautnya sampai siku. Satu kata yang terlintas, menawan.     Sesuai janji Pak El, kami semua diajak oleh Pak Gino ke suatu tempat yang sejuk dan tidak terlalu ramai. Di tempat itu kami memang duduk saja, tapi itu benar-benar sejuk dan membuat hati kita tenang. Aku bersyukur ikut ke Bogor hari ini. Pak El pun nampaknya menikmati itu karena dia juga memandang awan dengan wajah yang sumuringah. “Kamu suka bergadang baca novel ya tiap akhir pekan?.” Pertanyaan Pak El yang tenang itu membuatku menoleh kaget.     “Kok bapak tau?.” Aku tidak menyangka kata itu yang akan keluar dari mulutku.     “Karena saya perhatikan kamu sering telat kalau hari Senin dan ya sesuai dengan apa yang saya dengar tadi pagi saya bisa menyimpulkannya sendiri,” jawab Pak El dengan tetap memandang ke depan dan tersenyum. “Jangan ulangi lagi ya terlambat di hari Senin, kamu bisa meneruskan bacanya di kantor jika memang sangat seru. Tapi dengan catatan jangan sampai pekerjaan kamu terbengkalai, ” sambungnya. Aku tau ini seperti peringatan atasan untuk bawahan, tapi penyampaiannya sangat halus dan jujur bukan membuatku marah melainkan malu.      Seperti yang kubilang tadi bukan?. Pak El dalam cara memberitahukan bawahannya adalah bukan dengan cara kekanak-kanakan atau memarahi dengan gamblang didepan orang banyak. Dia akan berkata dengan tenang seperti tadi. Dan hal seperti itu pun pernah dilakukan ke Beno saat dia sedang ada dalam masalah sehingga beberapa pekerjaannya ada yang salah dan membuat Pak El untuk pertama kalinya hampir gagal membuat kesepakatan dengan sebuah perusahaan, untung saja waktu itu Pak El bisa melobi jadi kesepakatan itu akhirnya bisa tercapai. Sesuai apa yang dibilang oleh Beno, setelah kekacauan yang Beno buat Pak El mengajak minum kopi di satu kedai kopi. Dia bertanya apakah Beno ada masalah sampai membuat pekerjaannya kacau?. Dan tau kata Beno apa yang membuatnya malu oleh Pak El?. Pak El menawarkan bantuan pada Beno. Entah bantuan apa aku tidak tau, tapi katanya dia bukan dimarahin tapi malah dibantu. Semenjak itu Beno menjadi rajin dan sangat mengidolakan Pak El.     “Iya pak. Maaf, udah keasyikan gitu tiap malem minggu sama malam senin pasti baca novel atau nonton film sampai lupa waktu.” Aku menunduk malu.     “Gak apa-apa, tapi memangnya kamu gak pergi keluar?.”     “Kalau lagi ada temen yang ngajakin keluar ya keluar, abis gimana jomblo.” Aku terkekeh geli saat tanpa sadar mengucapkan itu. Tak dipercaya Pak El juga terkekeh geli. “Lucu ya pak.”     “Sorry.. sorry,” Pak El mengambil nafas dulu. “Saya gak nyangka aja kamu jomblo, masa sih?.”     “Iya, saya lagi jomblo nih pak. Ya abisnya yang ngedeketin saya banyaknya gak sesuai standar.” Aduh kenapa aku bsia seterbuka ini dengan Pak El?. Ya memang aku bukan termasuk ke dalam golongan introvert, tapi berbicara seterbuka ini dengan atasan rasanya sulit dipercaya. Seperti mempermalukan diri sendiri.     “Oh standar. Memang standar kamu seperti apa kalau saya boleh tau.” Pak El menatapku penuh minat. Aku menjadi agak salah tingkah.     Menghindari tatapan mata Pak El, aku menjawab agak kikuk. “Mungkin yang dewasa dan bisa buat saya senang. Saya udah bosen sama yang kaya anak kecil karena jujur saya sendiri belum bisa dewasa”     “Senang?.” Alis Pak El tertarik satu keatas. Aku mengamati perubahan wajahnya, dia memang agak kaku tapi dia sebenarnya orang yang bisa membuat kita nyaman. Caranya memperlakukan orang seperti seorang kakak kepada adiknya, orang tua kepada anaknya atau seorang sahabat pada sahabatnya. Bukan seorang atasan pada bawahannya.     “Iya senang pak. Senang belanjain saya. Senang buatin saya bekel atau senang ajak saya jalan-jalan. Ya memang terdengar matre sih pak, cuman ya kan aslinya semua cewek itu senang jika diperlakukan seperti itu. Yang membedakannya hanya apakah cewek itu berhati nurani baik atau enggak, kalau enggak ya laki-lakinya bisa mati diracun karena pengen menguasai hartanya kayak di sinetron-sinetron yang ibu saya suka tonton.” Pak El untuk pertama kalinya aku lihat tertawa terbahak-bahak. Aku sampai kaget, Pak El ternyata bisa seperti itu ya?.     “Maaf…,” dia meminta maaf lagi sambil menyeka ujung matanya yang berair.     “Its okay pak.”     “Oh ya kamu senang belanja atau mengoleksi sesuatu?.” TanyanPak El.     Aku memikirkan harus menjawab apa. Aku memang suka berbelanja, tapi ya gila banget juga tidak. Masih tau batasan lah. Suka dengan barang bermerek. Lebih baik tidak membeli daripada harus membeli yang KW. Kenapa demikian?. Maaf bukannya aku sombong atau apa, tapi kalau membeli yang bukan merek sebenarnya sama saja aku boros. Barang bermerek itu akan bertahan lama. Dan barang yang paling aku suka itu adalah tas. Apa harus ya aku menjawab jujur pada Pak El kemudian akhirnya akan menertawai ku. “Saya suka tapi gak yang banget sih pak. Saya suka mengoleksi tas.”     “Kalau saya senang mengoleksi sepatu.” Ucap Pak El tanpa aku bertanya. Aku akhirnya paham kenapa Pak El selalu memakai sepatu yang mengkilat dan berganti-ganti model dengan sering. Aku sering memperhatikan sepatu Pak El karena setiap berbicara dengannya aku tidak berani menatapnya. Apalagi jika aku punya salah. Jadi ya aku tau sepatunya dengan baik.      “Pantesan.” Gumamku tanpa sadar. Pak El menoleh dengan heran dan aku buru-buru mengatakan bukan apa-apa.      “Oh ya kamu senang traveling?.” Tiba-tiba tanya Pak El lagi padaku.     “Ehm..., suka pak tapi itu dulu waktu kuliah. Semenjak kerja saya jarang traveling. Sekarang sih udah bisa baca novel atau nonton film maraton saya udah seneng banget.”      “Kenapa emang udah gak suka?.”      “Karena saya lebih seneng beli buku sekarang.” Jawabku jujur. “Nanti aja lah pak traveling nya. Nunggu suami masa depan saya yang ngajak dan nyiapin. Biar saya tau beres gitu aja pak. Kalau sekarang repot segala sendiri.” Pak El tertawa dengan jawabanku. Mungkin dalam pikirannya, aku ini cewek aneh.      Tidak lama setelah itu terdengar ponsel Pak El berbunyi. Aku bisa melihat caller id nya, dari Prama. “Sebentar ya,” katanya sambil menjauh sementara aku menunggu.     Lalu ada satu tepukan di bahuku. “Hai cantik.”     Aku sangat terkejut sampai-sampai spontan berdiri dari dudukku, seorang laki-laki bersetelan kemeja hitam rapih di belakangku sedang tersenyum lebar dan sangat manis. “Siapa kamu?.” Aku bertanya dengan galak.     “Dia Prama. Sorry tadi saya gak bilang dulu teman saya mau nyusul.” Suara Pak El menginterupsi pelototan tajam ku dan berganti menjadi Pak El yang memelototinya tajam.     “Kenalin Prama Sugandi.” Pria bernama Prama itu mengulurkan tangannya dengan percaya diri kepadaku.     “Syakila Guntoro,” singkatku. Menjabat tangannya sekilas, aku tau dia adalah type laki-laki yang berbeda dari Pak El. Prama terlihat seperti playboy.     Aneh, Prama saat mendengar namaku wajahnya menjadi lain. Dia terlihat agak berpikir, seperti mengingat suatu sampai akhirnya dia menjentikkan jarinya. “Oh jadi ini yang loe bilang menarik itu El.”     Tubuhku rasanya tiba-tiba beku. 'Tertarik' seperti apa yang dimaksud oleh Prama?.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Just Friendship Marriage

read
506.1K
bc

My Boss And His Past (Indonesia)

read
236.4K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.0K
bc

Papah Mertua

read
526.1K
bc

TERSESAT RINDU

read
333.1K
bc

LOVE ME

read
769.5K
bc

Everything

read
277.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook