bc

Melayu (Melati dan Bayu) Love In Paris Series

book_age18+
12
FOLLOW
1K
READ
others
comedy
sweet
spiritual
like
intro-logo
Blurb

Melati Diandra, 23 tahun. Kehidupannya terasa begitu sempurna. Sejak kecil dirinya sudah tinggal dan dibesarkan di Negara orang, sehingga menuntutnya untuk hidup lebih dewasa. Hobinya menggambar dan fotografi. Yang akhirnya mengantarkan pada sosok pemuda misterius yang seringkali tertangkap lensa kameranya. Siapa pemuda itu sebenarnya?

Temukan jawabannya dalam kisah Melati Dan Bayu.

©Nadya Dwi Indah 2021

chap-preview
Free preview
Melati Diandra
Love In Paris 2. Melati Diandra Eiffel tower masih berdiri begitu kokoh seperti belasan tahun lalu. Menurut cerita sang ibu, dahulu beliau bertemu untuk pertama kali dengan ayah tepat di dekat menara Eiffel. Hanya saja, mereka sama-sama belum menyadari bahwa ada cinta di hati. Bahkan rasa itu tumbuh semakin subur dan baru dirasakan setelah beberapa pertemuan yang menyebalkan. Mungkinkah pertemuan itu hanya kebetulan saja atau sudah garis tangan takdir? Akan tetapi, Melati merasa semua tentu sudah atas takdir kuasa ilahi. Sehingga akhirnya kedua orang tuanya menikah dan dirinya bisa hadir di tengah kebahagiaan mereka. Gadis itu sedikit menyingsingkan lengan baju, mata lentiknya mencoba untuk tetap diam. Terfokus pada satu objek yang menjadi sasaran bidikan lensa kameranya. Ah, berhasil. Tangkapan yang luar biasa, dan hasilnya tak mengecewakan. Meski sebenarnya dia membutuhkan sedikit lagi belajar agar hasil gambarnya lebih cantik dan nampak natural. "Eh, gendut. Ngapain aja sih dari tadi enggak selesai-selesai ambil gambar. Tuh lihat, udah mau sore tahu!" Itu pasti suara Rafka. Kenapa sih, dia harus datang di saat yang kurang tepat. Padahal sedikit lagi dia berhasil mengambil gambar bagus. Eh tetapi tunggu dulu. Melati mencoba membidik sasaran sekali lagi. Hasilnya sama. Ada seseorang tanpa sengaja berhasil dia jepret, lelaki muda dalam balutan sweater berwarna abu. Siapa dia? Melati belum pernah bertemu dengannya. Mungkin dia teman sekelas Rafka. "Raf, kalau kamu enggak ganggu aku sekali saja emang susah ya? Aku barusan mau dapat gambar bagus tahu," protes Melati seraya menutup lensa kamera dan kemudian menyimpannya ke dalam tas khusus. "Ini sudah sore, bentar lagi gelap. Kamu mau mama dan papa nyariin, ntar aku lagi yang kena omel. Rafka, Tante sudah peringatkan kamu untuk tidak membawa Melati jalan malam kan? Kenapa masih saja kamu bawa dia keluar malam sih!" Melati tertawa meledek. Gadis itu melangkah lebih dulu meninggalkan Rafka yang masih nyerocos menirukan suara ibunya. Lagian menyebalkan sekali temannya satu itu. Suruh siapa coba, mengikutinya sepanjang sore. Dia keluar bukan untuk bersenang-senang, tetapi melatih ilmu fotografinya, hanya itu. *** "Mel, kamu pasti dari Eiffel tower lagi. Mama kan sudah ...," "Aduh, ma. Aku cuma ambil beberapa gambar aja, lagian ini belum terlalu malam kan. Aku butuh gambar bagus, dan Eiffel tower nampak begitu cantik kalau malam hari. Apalagi nanti pas malam purnama, pasti terlihat jauh lebih indah. Dan aku berharap bisa mengambil gambarnya untuk pameran bulan depan." Tekad Melati sudah begitu bulat untuk mengikuti pameran yang digelar pemerintah pusat. Hanya saja, ayahnya tidak mengizinkan dengan alasan dirinya tidak akan bisa membagi waktu untuk belajar. Padahal faktanya, selain dunia fotografi jalan, dia juga masih bisa belajar dan sering mendapat nilai bagus di kampus. Ayahnya saja yang terlalu kolot dan parno. "Mom, pokoknya aku akan tetap mengikuti acara itu apapun yang terjadi. Lagi pula, ini sudah ke lima belas kali dan tidak pernah terjadi sesuatu yang buruk dengan nilai ku di kampus. Bahkan yang ada berjalan beriringan." Melati melepas jaket tebalnya kemudian menggantungnya, dia membaringkan tubuh di atas ranjang, membiarkan mamanya duduk di sudut ranjang menatap dirinya. "Mama akan coba bicara sama papamu. Kalau tidak boleh, kamu jangan nekat sayang. Kamu tahu kan hukuman apa yang menanti kalau sampai melanggar peraturan papa?" "Papa akan mengurangi uang saku Mel. Ah, itu sih masalah kecil. Aku masih bisa menjual hasil lukisan ke beberapa teman kampus dan mereka pasti menyukai itu." Melati berkata yakin. Terang saja karena teman-temannya tahu kalau hasil lukisan Melati memang bagus, seperti pelukis profesional. Yasmin mengangguk saja. Sebenarnya dia sangat mendukung cita-cita Melati. Namun, karena suami berbeda pendapat dia terpaksa sedikit memberikan peraturan untuk putrinya. Termasuk masalah fotografi. *** Setelah mamanya keluar dari kamar, Melati bangkit dari atas kasur, mengeluarkan laptop dan juga memori kamera. Kemudian menyimpan hasil jepretannya ke laptop. Ada beberapa gambar yang harus dipisah karena hasilnya yang tidak terlalu bagus. Eh Sesosok pemuda ber sweater abu tadi, benar-benar mencuri perhatian Melati. Ternyata dia sering berada di tempat yang sama dalam beberapa hari terakhir dan sudah menjadi sasaran mata lensanya. "Aku penasaran, dia ini siapa, ya?" Melati menyimpan gambar pemuda tadi ke dalam ponsel. Barangkali suatu saat ada yang bisa membantunya menemukan sosok tersebut. Atau mungkin dia harus mencetak fotonya? Rasanya kurang sopan memang, tetapi mau bagaimana lagi. Hasilnya bagus. Kincir angin raksasa dengan sesosok pemuda yang sedang menggambar sambil menampakkan wajah seriusnya. Ah, lucu. Bersambung

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.2K
bc

Pesona Mantan Istri Presdir

read
13.7K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
51.9K
bc

Ay Lub Yu, BOS! (Spin Off MY EX BOSS)

read
263.3K
bc

Love Match (Indonesia)

read
172.4K
bc

KUBELI KESOMBONGAN IPARKU

read
45.1K
bc

Pengganti

read
301.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook