bc

Ghost Love Story (On Going)

book_age16+
1.2K
FOLLOW
7.4K
READ
dark
time-travel
drama
tragedy
comedy
twisted
bxg
mystery
first love
supernatural
like
intro-logo
Blurb

WARNING!!! MENGANDUNG KONTEN DEWASA

Sequel dari The Secret of Venus

Orang bilang, hantu adalah arwah penasaran manusia yang belum menyelesaikan tugasnya. Benarkah?

Lalu, apakah mungkin jika seorang hantu, jatuh cinta pada manusia?

Bisakah mereka hidup bersama?

chap-preview
Free preview
Arsenna Panca Wiguna
"Waktu adalah musuh terbesar bagi manusia. Dia berputar penuh keegoisan dan memaksa segalanya untuk berubah." *** "Sen, Lo yakin mau tinggal di sini?" Fino terlihat ragu saat mengetahui tempat tinggal baru sahabatnya. Kamar kos mungil yang hanya muat satu tempat tidur, lemari pakaian yang juga mungil, dan sepasang meja-kursi di samping lemari. "Iya, Fin. Gue nggak mau terus-terusan jadi beban buat Dokter Indira. Apa lagi sekarang nenek udah nggak ada, rasanya terlalu nggak tau diri kalo gue tetep tinggal di sana." Senna menjawab mantap. "Tapi, Sen, di usia lo yang sekarang, harusnya lo masuk kuliah. Gimana bisa lo tinggal sendirian, dan, gimana lo bisa penuhi kebutuhan sehari-hari? Gue ...." "Lo tenang aja, Fin. Gue yakin ama kempuan otak gue." "Suek lo, Sen! Lo pikir hidup sendirian di kota ini segampang mecahin rumus matematika?" Senna tertawa. "Gue paham, Sob. Sesuatu yang gampang buat gue, emang sering kali sulit buat elo, ya kan? Contohnya ya matematika itu." "Sialan. Tau gini gue nggak usah dateng tadi." Senna kembali tertawa. "Sayangnya takdir lo emang nggak bisa jauh dari ketek gue." Mereka kembali tertawa, tapi hanya beberapa detik karena Senna teringat dengan pesan neneknya sebelum meninggal. Dia harus menemukan seseorang yang kata nenek, dia adalah ayah kandung Senna. Dalam ingatan Senna, dia hanya punya mama. Seorang yang sudah meninggalkannya sejak dirinya masih belum genap delapan tahun. Mamanya adalah wanita jahat, yang lebih memilih pergi dengan lelaki asing, ketimbang hidup bersama putra semata wayang. Itu adalah satu hal yang selalu tertanam di dalam benak Senna seumur hidup. Lalu sekarang, di saat-saat terakhir, orang yang telah merawatnya mengatakan hal tidak masuk akal dan membuat Senna berjanji untuk menemui manusia laknat itu. Ya, kalau mamanya adalah wanita jahat yang meninggalkannya karena kematian, maka laki-laki yang nenek sebut ayah kandung adalah manusia laknat yang menelantarkan Senna dan mama. Kalau bukan karena janjinya pada nenek, Senna tidak akan keberatan menganggap dirinya yatim piatu. Itu ratusan kali lebih melegakan, ketimbang mengetahui fakta, bahwa dirinya adalah seorang anak yang terbuang. "Ayahmu mungkin masih hidup, cari dan temui dia. Dia adalah orang yang bertanggung jawab atas hidupmu. Berjanjilah sama nenek, kalau kamu akan menemuinya." Itu adalah kalimat terakhir dari nenek Senna, yang akhirnya membuat remaja delapan belas tahun tersebut memilih hidup sendiri di kos-kosan, ketimbang numpang hidup di rumah Dokter Indira seperti saat neneknya masih hidup. "Thank's ya, Fin. Lo emang sohib gue yang ter da best. Kalo nggak ada lo, gue nggak tau gimana repotnya bawa bara-barang gue ke sini." "Lo jangan salah paham, Sen. Kalo cewek lo nggak bikin telinga gue penging ama teriakkannya di telepon tadi, gue juga ogah kemari." "Gue jomlo hapy, tolong catet itu, Boys!" "Jomlo tapi gebetan di mana-mana, apa bedanya?" "Ya, bukan salah gue kalo terlahir ganteng gini, kan?" "Brekele, lo!" "Gue cuma bicara fakta." "Terserah lo, gue mau cabut sebelum cewek lo yang rempong itu ...." "Hai ... Hai ... Hai! Niina datang!" Terlambat! Makhluk ajaib yang sedang dibicarakan Fino tiba-tiba muncul dari tangga dengan napas ter-engah. Gadis itu menenteng kotak pizza dan beberapa minuman yang terlihat menggiurkan bagi perut Fino. "Sorry ya, Sen, gue baru bisa dateng sekarang. Soalnya tadi mesti nyelesein urusan pendaftaran, tapi gue udah kirim Fino buat bantuin lo. Dia bantuin, kan?" "Ya, ya, ya ...." Senna memutar bola mata malas. "Gue bakalan lebih berterima kasih lagi, kalo lo nggak usah dateng padahal," ucap Sena sambil memasukkan baju-baju ke dalam lemari. Niina hanya tertawa mendengar ucapan Senna. Baginya, penolakan Senna justru membuat dirinya semakin tertantang buat menaklukkan cowok itu. Meski sudah tiga tahun dia mengejarnya, dan tiga tahun pula Senna tidak pernah menanggapi perasaannya, Niina tidak pernah menyerah. Justru dialah orang pertama yang akan selalu ada buat Senna setiap kali Senna dalam kesulitan. Dan Niina menyebut itu sebagai cinta sejati. Niina membuka kotak pizza ukuran jumbo, dan tiga gelas lemon tea untuk mereka bertiga. "Lo emang cewek paling pengertian, kebetulan banget gue laper berat." Fino hendak mengambil sepotong pizza, tapi Niina malah memukul tangannya dengan kasar. "Enak aja, ini buat Senna. Lo minumnya aja." "Ya elah, Niin, gue juga laper kali." "Nggak ada laper-laperan. Kalo mau, lo beli cilok aja sana. Tadi di bawah gue liat ada Kang Cilok." "Dasar emak tiri!" Fino sama sekali tidak mengindahkan ocehan Niina dan langsung mengambil sepotong pizza, saat Niina sibuk mau menyuapi Senna. "A ..." Niina menyodorkan pizza di depan mulut Senna, tapi cowok itu hanya memandanginya. Perutnya meraung-raung, tapi mulutnya masih enggan diajak makan. Kepergian neneknya membuat hati cowok itu berduka, sampai enggan melakukan apa pun, termasuk makan. Kalau saja bukan karena perasaan tidak enak pada Dokter Indira, mungkin saat ini Senna masih bermalas-malasan di kasur empuk yang sebelumnya dia tinggali. Hatinya masih kacau, tapi kehidupan tidak berhenti karena kepergian orang-orang terkasih. Dunia memaksanya untuk tetap bernapas, dan Senna tidak bisa memilih mati hanya karena tidak ingin hidup sendirian. Itu adalah takdir yang harus dia terima. Entah kesalahan apa yang membuatnya seolah dihukum seberat itu. "Sen, gue tau lo sedih, tapi lo harus tetep makan." Tanpa terasa Senna meneteskan air mata, ketika ingatannya berteriak garang, mengatakan bahwa dia sebatang kara di dunia yang penuh keganjilan. Senna menatap pizza di tangan Niina yang masih menggantung di udara. Bibirnya berusaha tersenyum meski pedih. Ternyata, berpura-pura tegar tidak semudah yang Senna bayangkan ketika dihadapkan pada sahabat-sahabat seperti Niina dan Fino. Beberapa menit lalu, dia masih bisa berpura-pura di hadapan Fino, tapi sikap Niina yang terus menyemangatinya justru semakin menegaskan kalau dirinya perlu dikasihani. *** Angin malam dan kerlap-kerlip kendaraan yang melintas di atas jembatan, adalah teman yang sudah sangat akrab bagi Farin. Gadis dengan balutan dress putih tanpa lengan itu, seolah tidak merasa kedinginan sama sekali, meski udara malam Jakarta belakangan ini terasa kurang bersahabat. "Kamu di sini rupanya." Tiba-tiba, ada yang duduk di sebelahnya, ikut mengayun-ayunkan kaki seperti yang dilakukan Farin sejak hampir lima belas menit yang lalu. "Berhenti mengayunkan kakimu, atau kamu akan terjatuh,'' peringat Farin pada temannya. Cowok yang Farin sendiri ragu harus menyebutnya apa. Jika ada manusia yang melihatnya, mereka akan menyebut Bima mirip 'lemper' atau 'Jumping candy', tapi kenyataannya Farin melihat sendiri, temannya itu tidak berjalan dengan cara melompat-lompat seperti yang selama ini digambarkan oleh manusia-manusia sok tahu. Bima lebih suka berpindah tempat secara tiba-tiba. "Bim, ini hari ke tujuh aku di sini, kan?" Farin bertanya sambil melihat ke sungai di bawahnya, lalu pandangannya beralih ke arah Bima. Cowok itu hanya mengangguk, tanpa terlihat berkeinginan menebak arah pembicaraan Farin. "Kamu bilang, sebelumnya pun kita teman. Aku selalu kembali ke tempat ini, dan hidup di sekitar sini, menurutmu kenapa?" Mendengar pertanyaan Farin, Bima hanya mengendikan bahu pertanda tidak tahu. "Apa mungkin, sebenarnya aku meninggal di tempat ini?" "Tidak mungkin." Itu bukan suara Bima, tapi wanita dengan kebaya merah hati dan rambut yang disanggul. "Sudah berapa kali kukatakan, kita ini berbeda, sampai kamu memiliki ingatan yang sempurna." "Lalu aku harus apa? Nyai tidak mau memberitahuku bagaimana cara mendapatkan ingatan itu, jadi aku juga tidak bisa berbuat banyak selain menikmati setiap reinkarnasi. Iya, kan?" Farin menengadahkan kepala sambil terpejam, selanjutnya tubuh gadis itu terangkat dan mendarat di pinggiran jalan. "Dasar konyol!" Wanita yang tadi disebut Nyai, mendaratkan sebuah pukulan dengan kipas di kepala Farin. "Nyai!" "Apa! Mau sampai kapan kamu terlunta-lunta seperti ini? Memangnya kamu tidak penasaran, kenapa kamu terus gentayangan dan terus saja kehilangan ingatanmu setiap satu purnama?" Wanita itu terus mendaratkan pukulan-pukulan kecil ke tubuh Farin yang berusaha menghindar. Bima yang melihat kelakuan dua wanita itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Mereka memang selalu saja bertengkar seperti kakak-adik yang tidak pernah akur , entah sampai kapan. "Nyai, sudah, hentikan. Kenapa Nyai terus memukuliku seperti ini?" Satu lagi pukulan Nyai mendarat di kepala Farin, membuat gadis itu terjatuh, tepat di hadapan seorang cowok yang sedang berjalan di atas jembatan. Pandangan mereka berada pada satu garis lurus. Untuk pertama kalinya, Farin melihat bayangannya sendiri di bola mata seseorang. "Kamu bisa melihatku?" *** BestRegards, MandisParawansa

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Mendadak Jadi Istri CEO

read
1.6M
bc

Ay Lub Yu, BOS! (Spin Off MY EX BOSS)

read
263.3K
bc

Romantic Ghost

read
161.9K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
120.7K
bc

f****d Marriage (Indonesia)

read
7.1M
bc

Bad Prince

read
508.0K
bc

Partner in Bed 21+ (Indonesia)

read
2.0M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook