bc

Hasrat Sang Tuan Muda

book_age18+
2.2K
FOLLOW
12.5K
READ
CEO
heir/heiress
drama
enimies to lovers
passionate
stubborn
sacrifice
Neglected
like
intro-logo
Blurb

21+

Tampan dan anak dari orang terpandang tidak membuat Alvin mudah bersatu dengan wanita yang dicintainya. Kesalahan satu malam membuat dia terjebak dalam sebuah pernikahan yang terpaksa dilakukan demi mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Agisti, gadis sembrono adalah wanita yang menurut teman-temannya paling beruntung bisa memiliki suami tampan dan kaya seperti Alvin. Mereka tidak tahu kepedihan yang Agisti rasakan karena Alvin malah membuatnya tinggal satu rumah bersama Salwa-pacar Alvin yang merupakan salah satu ART muda di rumah kedua orang tua Alvin.

Akankah Salwa menjadi penyebab perpisahan mereka atau justru Agis menerima Salwa sebagai madunya? Sebab lamanya tinggal satu atap dengan kedua wanita cantik membuat Hasrat Alivin-Sang Tuan Muda dari keluarga Bramantyo malah menginginkan Salwa dan Agis tetap berada di sisinya.

chap-preview
Free preview
Agis
Seorang pria muda keluar dari mobil dengan memakai kaca mata hitam dengan jaket kulit warna hitam pun melekat di badannya. Begitu memasuki klub dia melepas kaca mata hitam yang sedari tadi bertengger di hidungnya. Kacamata itu dia lipat dan dikaitkan di kerah T-shirt merah yang dia pakai. “Wah, bos muda datang juga,” sapa Ibra. Teman satu genk yang sedari awal mereka masuk SMA sudah terlihat kompak kemana-mana berempat. Alvin berhigh five dengan Ibrahim yang kerap dipanggil Ibra, Louise dan Martin yang sudah sedari taditi ba di klub. Malam ini mereka memang sengaja datang ke tempat ini untuk merayakan kelulusan mereka. Malam yang dijadikan ajang perpisahan mereka berempat yang akan melanjutkan kuliah di tempat berbeda. “Gue sudah booking tempat di sana, Bos,” tunjuk Martin pada sofa panjang di lantai dua yang terlihat kosong. “Lo booking tempat doang? Kagak sekalian booking cewek juga buat nemenin kita,”sahut Loiuse yang ditanggapi Martin dengan menggoyangkan telapak tangannya. Mereka memang kerap menghabiskan malam di klub untuk sekedar merefresh otak saat weekend. Namun, keempatnya sepakat untuk tidak pernah berurusan dengan wanita malam dan sejenisnya. Minuman keras saja hukumnya sudah haram dan terlarang bagi Alvin dan Ibra yang memiliki agama berbeda dengan kedua sahabatnya. Apalagi ditambah dengan wanita dan seks bebas. Bisa-bisa persahabatan mereka akan berhenti malam ini juga kalau sampai Louise membooking wanita penghibur untuk menemani pesta perpisahan mereka. “Lo nggak mau cobain bir, red wine, soju atau semacamnya, Bos?” tanya Martin menyindir Alvin yang kembali memesan minuman bersoda saat pelayan datang ke meja mereka. “Gue pilih aman saja, Bro,” elaknya yang memang tidak pernah mengkonsumsi minuman beralkohol meskipun dengan kadar alkohol yang sangat rendah sekali pun. Berbeda dengan Ibra yang sesekali memesan red wine ataupun soju. Bagi, Alvin hidup itu pilihan, datang ke tempat ini saja sebenarnya sudah pilihan terburuk untuknya. Apalagi kalau sampai dia mabuk-mabukan dan main wanita, sudah otomatis bertambah menjulang tinggi gunungan dosanya. “Lo nggak jadi kuliah di Aussie, Vin?” tanya Ibra yang sempat mendengar selentingan kabar kalau Alvin membatalkan niatnya untuk berkuliah di negeri Kangguru bersama Louise. “Kagak, gue di sini saja. Nemenin Kakak gue yang polosnya kebangetan,” ujarnya sembari mengingat Wengi yang sering dikerjai oleh teman-teman sekampusnya. Wengi, kakaknya sudah kuliah di salahmsatu universitas swasta terbaik kedua di kota ini. Dia mengambil jurusan tekhnik Informatika agar bisa memperdalam ilmu yang sudah dipelajari saat masa SMK. Namun, kepolosan Wengi dan tampang ndesonya yang belum juga bisa diubah meskipun berulang kali Alvin mengajaknya keluar masuk salon. Hal itu tentu saja membuat beberapa mahasiswi reseh yang tidak tahu siapa Wengi sebenarnya selalu mengusili dan menjahili kakak perempuan Alvin. Mereka mengira kalau Wengi kuliah di sana karena program beasiswa, begitu sering Wengi terlihat sangat lelah saat pulang kuliah dan setelah Alvin menyelidikinya itu semua karena keisengan dan kejahilan para cewek yang ngakunya kaya dan terpelajar, tapi malah menindas Wengi yang lemah. Itulah yang membuat Alvin memutuskan untuk membatalkan niatnya kuliah di Australia bersama Louise dan memilih masuk ke Universitas yang sama dengan sang kakak. “Ah, Lo emang bos gue banget. Tampang selengean tapi hatinya hello kitty, so sweet banget sama kakaknya, Guys,” seru Martin yang membuat kedua teman yang lainnya terlihat mesem-mesem menahan tawa. “Gue ke toilet dulu lah,” pamit Alvin yang berpapasan dengan pelayan yang berjalan menunduk saat membawakan nampan berisi minuman yang mereka pesan. Begitu Alvin kembali, bau alkohol sudah menyengat indra penciumannya. Bau yang sebenarnya tidak dia sukai. Namun, dia terpaksa tetap berada di sana dengan alasan setia kawan dengan ketiga sahabatnya. Alvin meraih gelas yang masih terlihat utuh dan meneguknya. Namun, dia merasa minumannya agak terasa aneh. Meskipun begitu Alvin memaksa terus meneguknya karena haus. Tidak berapa lama pandangan matanya pun mulai kabur, dia mulai merasakan badannya terasa aneh. “Kalian tambahin apa ke minuman gue,” tuduh Alvin pada ketiga temannya. “Tambahin apa? Maksud lo apa, Bro,” elak Ibra yang mewakili Martin dan Louise yang sama bingungnya dengan tuduhan yang dialamatkan pada mereka bertiga. “Tuan ... Maaf, minuman bersoda tadi salah, harusnya saya berikan ke meja lain,” ujar seorang pelayan yang tergesa-gesa kembali ke meja mereka dengan sebuah nampan yang diletakan di depan d**a. “Lo! Gadis sembrono, lo harus tanggung jawab!” teriak Alvin yang langsung menyeret Agisti yang sekarang bekerja di klub malam itu. “Kalian bisa pulang duluan, gue mau bikin perhitungan dengan gadis ini,” sambung Alvin dengan menoleh sekilas pada ketiga temannya yang kini berdiri bingung melihat Alvin yang terlihat seperti setengah mabuk hanya karena minuman bersoda yang tadi dia teguk. “Ini minuman apa sih, Bro?” Martin mengulurkan gelas milik Alvin yang baunya terasa aneh. Louise menerimanya dan mencium gelas yang disodorkan Martin. “Mampus, ini kayak bau obat perangsang, Bro. Parah banget! Apa perlu kita susulin dia?” tanya Louise meminta kedua sahabatnya yang lain. “Gue pikir mending kita pulang seperti sarannya tadi,” putus Ibra saat melihat Alvin menuju pintu lift yang biasanya membawa pelanggan ke lantai tiga. “Dia menyeret gadis itu ke hotel?” tanya Martin tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Ibra mengangguk dan itu membuat keputusan ketiganya jadi sama, pulang tanpa menunggu Alvin. Mereka tidak mungkin naik ke lantai atas yang sudah pasti harus merogoh kocek yang cukup banyak untuk bisa masuk ke tempat eksklusif di klub ini. Alvin memberikan kartu kreditnya pada penjaga lantai tiga, dia menekan beberapa digit angka pin, kemudian menerima sebuah kartu akses untuk memasuki salah satu kamar di lantai ini. Kamar nomor tiga belas, Alvin kembali menyeret Agis yang tidak mengerti akan dibawa ke mana oleh Alvin. Dia baru seminggu bekerja di klub ini. Agis bahkan tidak tahu ada lantai tiga di klub di tempatnya bekerja. “Mas ... Mas mau bawa saya ke mana?” tanya Agis dengan nada suara yang mulai ketakutan saat melihat di lorong panjang yang dia lewati hanya ada pintu kamar yang saling berhadapan dan semuanya tertutup. “Diam! Lo harus mempertanggungjawabkan kesalahan yang Lo lakuin kali ini,” geram Alvin yang masih mencengkram erat pergelangan tangan Agis tanpa peduli dengan permohonan Agis agar dia melepaskannya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
186.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.1K
bc

My Secret Little Wife

read
84.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook