bc

W.A.E (We Are Earth)

book_age18+
134
FOLLOW
1K
READ
others
others
system
brave
drama
Writing Challenge
mystery
friendship
school
war
like
intro-logo
Blurb

Ratusan tahun dari saat ini, pohon hijau sudah jarang ditemui. Buku sudah menjadi barang antik yang tidak bisa dibeli dengan uang elektronik. Teknologi terbilang canggih, namun tidak dapat menggantikan kualitas bumi yang semakin memburuk.

Manusia berbondong-bondong menjadi seseorang yang memiliki jabatan tertinggi dan ilmu yang luas, tetapi tidak dengan hati yang baik. Uang elektronik adalah segalanya, bahkan kerusakan alam yang terjadi bukanlah batasan untuk mendapatkan benda tak berwujud ini. Sumber daya yang selalu di manfaatkan tanpa dilestarikan menjadikan bumi yang kita pijaki layaknya sebuah gelas yang memiliki banyak garis retakan.

Tanpa disadari, dibalik semua kesenangan yang diberikan oleh uang, Bumi sudah bersiap untuk mengakhiri dirinya.

Hanya Astri dan teman-temannya yang menyadari itu.

Bagaimana cara Astri memberitahu orang-orang bahwa dunia ini sudah rapuh? Apa yang akan dia lakukan ketika ia harus melawan pemerintah jika ingin menyelamatkan dunia? Mana yang lebih ia pilih? Dunia? Atau kenyamanan?

Gambar : Theprojects & RTAonpoanzoog (pin.it)

Font : Special Elite, PicsArt.

chap-preview
Free preview
Dunia yang rusak
Dunia sudah tidak lagi muda, langit biru tercemar beribu polusi. Dimana udara tidak sesegar udara pegunungan, dimana saat sang surya yang berdiri tepat diatas kepala panasnya terasa seperti ketika dekat dengan kawah gunung berapi. Dimana tanaman yang seharusnya menjadi penghasil oksigen dan penyejuk udara kini tidak sering dijumpai, dimana air tanah sudah tidak dapat digunakan karena tercemar. Saat itulah seharusnya manusia sadar, bahwa bumi sudah semakin rusak.           Namun, manusia seolah menutup mata, telinga, pikiran bahkan hati mereka. Meskipun hanya untuk memperbaiki hal kecil, mereka lebih memilih menggunakan Kendaraan yang semakin menambah kemacetan dan polusi, mereka lebih memilih membakar hutan daripada menjaganya, mereka lebih memilih uang dari pada menyelamatkan hewan yang sudah hampir punah, mereka lebih memilih memanjakan diri dengan dinginnya AC daripada memperbaiki udara dengan penghijauan.           Itulah yang membuat Astri menutup matanya setiap malam, berdo’a dan berharap agar hari esok manusia akan berubah. Astri adalah seorang anak perempuan yang tahu bahwa bumi ini sudah sangat memprihatinkan, orang-orang hanya memperdulikan uang, harta, jabatan dan kesenangan tanpa memikirkan keadaan bumi yang semakin rentan.           Setiap tahun baru, banyak dari masyarakat dunia yang merayakannya dengan menyalakan kembang api. Berpesta ria, tapi menurut Astri malam itu bumi menangis, karena langitnya terus ditembaki dengan api yang membuat lapisan ozon menjadi rusak. Tidak ada  akhir tahun yang baik, hanya awal tahun yang akan menjadi bencana.  “Betapa indahnya Gunung ketika kita berada dibawahnya dan menatap keatas, melihat kokohnya ia berdiri dengan ribuan pohon yang menutupinya. Namun… bagaimana ketika uang telah bermain? Puncak gunung itu kini rata dengan kakinya, apa yang harus kita tatap diatas sana kembali? Bagaimana bisa kita menaikinya lagi? Yang dapat kita lihat kini hanyalah sebidang tanah luas karena penggalian. Bahkan, mungkin saja akan berbalik menjadi sebuah lubang yang sangat dalam. Kita telah kehilangannya, sang puncak tertinggi.” Astri menatap beberapa temannya seraya menunjuk foto sebuah gunung tinggi disebuah daerah. Astri dan temannya sering berkumpul di ruangan kosong yang terdapat di asrama tempat tinggal mereka, membicarakan beberapa hal tentang perubahan dunia. Dimulai dari gunung es yang mencair, suhu panas yang semakin memburuk, cuaca yang tidak menentu, bencana alam, bahkan membicarakan percobaan nuklir yang sebenarnya mengancam kelangsungan hidup umat manusia. “Lantas apa yang dapat kita lakukan? Kita hanyalah orang biasa yang tidak mempunyai wewenang. Dan meskipun dunia ini telah meronta, kita tetap tidak dapat berbuat apa-apa.” Luis berdiri dari kursinya beralih untuk duduk diatas meja, menatap Astri dengan tatapan tajam miliknya. “Mengapa kita tidak mencoba bicara pada dunia?” tanya Jina menatap pada seluruh temannya yang terdiam. “Kita tidak akan didengar Jin, mereka lebih melirik pembahasan tentang politik, kekuasaan dan perang.” Ucap Rio yang kembali menatap bukunya, buku yang selalu ia bawa karena menjadi buku yang paling antik saat ini. Buku kertas memang sudah tidak beredar lagi, tergantikan dengan buku elektronik yang tersedia di gadget. Bukan karena alasan mengurangi jumlah penebangan pohon, namun karena memang sudah sulit mencari lahan untuk penanaman pohon. Lahan kini telah tergantikan oleh perumahan mewah dan bangunan tinggi yang membuat tanah semakin tertekan kebawah dan volume air laut semakin naik keatas. “Jika saja manusia berubah saat itu, pasti kini bumi tidak seperti ini.” Astri bergumam pada dirinya sendiri merasa sedih saat ia menatap langit yang berwarna orange kemerahan. “Manusia tidak akan berubah Astri, mereka berfikir merekalah yang memperbaiki bumi menjadi lebih baik.” Bima menjawab gumaman wanita itu dengan santai. “Tetapi pada kenyataannya tidak! Mereka justru semakin merusaknya, membuat barang-barang yang dikemudian hari menjadi sampah. Yang kini menjadi penyumbang terbesar masalah kita.” Jina menatap Handphone yang sudah rusak diatas mejanya dengan emosi. “Kita harus merubahnya, sebelum terlambat!” Astri berbalik menatap keempat temannya dengan gigih, seakan ia ingin berlari menarik mereka saat itu juga. Adrenalin dalam tubuhnya memuncak hingga keujung jari, berharap ia bisa dengan mudah berteriak menyampaikan kegelisahan hatinya. “Bagaimana caranya? Apa kau mempunyai cara agar kita keluar dari sini? Bahkan semut pun tidak luput dari mata kamera yang terpajang disetiap pintunya.” Luis menatap kamera pengawas yang dipasang pihak asrama sekolah mereka, agar tidak ada satupun siswa yang kabur dari asrama tersebut. Sekolah yang mempunyai standar kedisiplinan tinggi, namun bukan sekolah yang mengedepankan sikap ramah lingkungan.           Sekolah Alam ini memiliki nama yang benar-benar bersahabat, namun melahirkan generasi-generasi perusak. Dimana kebanyakan lulusannya kini adalah direktur perusahaan tambang minyak, tambang Emas, tambang batu bara. Lalu apa yang harus dibanggakan dari mereka? Jika penambangan itu merusak dunia? Dan mereka tidak berusaha memperbaikinya? Untuk apa memiliki ilmu alam jika nantinya ilmu itu digunakan untuk merusaknya? Astri, Luis, Jina, Bima dan Rio adalah murid yang baru belajar selama satu tahun. Awalnya mereka merasa menjadi seorang direktur perusahaan sumber daya adalah tujuan hidup yang sangat sempurna, namun sebuah fakta membuat kelimanya sadar. Bahwa menjadi direktur disebuah planet yang akan hancur bukanlah hal yang bagus, mereka harus mengubah pandangan manusia tentang uang dan jabatan. “Kita buat suatu kekacauan!” akhirnya Bima berdiri ditempatnya seraya membelakangi kamera pengawas, ditangannya ia menunjukkan sebuah tulisan yang membuat keempat temannya ini tersenyum bahagia. “Oke, biarkan aku yang menanganinya. Kalian bersiaplah untuk besok!” Rio memimpin, membuat keempatnya dengan suka rela setuju padanya. Sikap cekatan yang dimiliki Rio memang diakui oleh keempat temannya ini, maka tak heran ketika mereka setuju-setuju saja saat Rio memberikan perintah. “Baik, sampai jumpa besok. Jangan melupakan hal-hal yang penting!” Astri berjalan mendahului keempat temannya dengan girang, dan mengatakan isyarat yang pasti dimengerti oleh keempat temannya. Ia berjalan dilorong yang sangat sepi sore itu, melihat beberapa penjaga yang bertugas di ujung lorong dengan seragam rapi milik mereka.   Sesampainya dikamar, Astri membuka Laptop canggih miliknya dan mulai membuat sebuah klip video untuk ia tunjukkan. Sudah tiga jam lebih ia tetap berkutik didepan laptopnya tanpa henti, sampai sebuah suara mengintrupsinya. “Apa yang sedang kau lakukan Astri?” seorang gadis berambut panjang hitam bangkit dari tidurnya dan bertanya pada Astri. Astri sedikit terkejut dan mematung ketika menyadari teman sekamarnya ternyata telah ada didalam kamar, diatas tempat tidurnya selama ini. “Ah... Bukan apa-apa, kenapa kau belum tidur Julia?” Astri memutar kursi belajarnya mengadap kearah tempat tidur tingkat miliknya dan teman sekamarnya itu, ia mengadah menatap Julia yang separuh badannya ia condongkan kebawah. “Aku baru saja terbangun karena suara musik yang keluar dari laptopmu...” Julia memprotes dan kembali merebahkan dirinya di tempat tidur. Beberapa menit Astri terdiam, memastikan Julia telah kembali tidur. Saat ia yakin bahwa Julia sudah kembali tidur, ia segera menyimpan video yang ia buat tadi dan berjalan kearah lemari, menyiapkan beberapa pakaian, sebuah senter, sebuah syal, sepasang kaos tangan dan kaos kaki juga sebuah topi. Tak lupa ia membawa semua uang elektronik nya, dan berjalan perlahan mengambil sepatu boot miliknya dibawah tempat tidur, memasukan Laptop beserta Chargenya kedalam ransel yang akan ia bawa esok hari. Saat Astri sedang sibuk dengan kegiatannya mempersiapkan baju, sebuah pesan masuk muncul dilayar handphone miliknya. Dari : Rio Hei Kawan, Bima mengatakan pada ku untuk memberitahu kalian jika besok, kalian semua berkumpul di aula A lantai dasar, dan ingat aba-aba yang akan kita berdua berikan pada kalian adalah “Terbang”. Jika kalian mendengarnya segeralah berlari kearah pintu keluar D yang berada disebelah kanan Aula, disana akan ada sebuah pagar pembatas terbuka yang sudah aku dan Bima siapkan. Jadi tetaplah untuk saling terhubung dengan kita lewat handphone dan pastikan pulsa kalian terisi. Jam 10 aku yang akan terlebih dahulu memaggil kalian, setelah kita berkumpul di luar, barulah kita rencanakan langkah selanjutnya. Selamat malam, Berjuanglah untuk planet kita!.   Astri segera mengecek pulsa yang ia miliki, ketika dirasa tidak terlalu banyak maka dengan segera ia mengisi pulsa elektroniknya. Setelahnya sebuah pesan kembali masuk ke ponselnya, Dari : Jina Astri apakah hal yang kita lakukan ini benar?   Astri mengerenyitkan dahinya, ketika membaca pertanyaan dari Jina yang terkesan ragu akan rencana mereka. Maka, segera saja ia membalas pesan yang terbilang sangat singkat dari Jina, Untuk : Jina Jangan ragu akan hal ini! Karena jika kita hanya berdiam diri, kita akan berakhir. Percayalah Jina bahwa perjuangan kita besok tidak akan sia-sia.   Astri menyimpan handphonenya diatas meja, kemudian ia berjalan kearah tempat tidur miliknya. Berusaha menutup matanya untuk beristirahat agar besok ia dapat melakukan semuanya tanpa kesalahan. To Be Continued  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Married With My Childhood Friend

read
43.5K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
145.8K
bc

DRIVING ME CRAZY (INDONESIA)

read
2.0M
bc

BRAVE HEART (Indonesia)

read
90.8K
bc

Mafia and Me

read
2.1M
bc

OLIVIA

read
29.1K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook