bc

PELANGI UNTUK PUTRI

book_age16+
240
FOLLOW
1K
READ
family
second chance
friends to lovers
drama
highschool
small town
first love
like
intro-logo
Blurb

Rahmania Putri Anandita, Tak bisa lagi berjumpa dengan ayah dan abangnya karena perceraian kedua orang tuanya. Mereka pindah kerumah sang nenek. Padahalberkali ayah Putri mengajak damai namun nenek Putri menolak.

Bertahun kemudian ibunya menikah lagi begitu juga ayahnya. Hilang sudah harapan Putri agar ayah ibunya kembali bersama. Berapa tahun kemudian, setelah melahirkan anak perempuan untuk suami barunya, ibu Putri, Kinanti, meninggal dunia.

Lantas bagaimana kehidupan Putri dan saudara saudarinya setelah ini? Apakah dia akan bahagia jika bersama sang ayah dan abang yang selama ini dirindunya?

chap-preview
Free preview
1. BADAI PERTENGKARAN
Jam dinding menunjukkan pukul lima sore, ketika Dimas baru saja pulang dari bekerja. Dilihatnya istrinya, Kinanti, sedang mencuci pakaian di sumur bersama dengan dua anak perempuannya, Putri dan Nisa. Sementara Putra sulungnya pasti sedang mengaji sekarang. Dimas ingin membantu isteinya mencuci. Atau setidaknya menimbakan air dari sumur. Namun,tubuhnya terasa lelah. Bersendiannya terasa ngilu dan nyeri. Dimas hanya berbaring saja di atas kursi di ruang tamu. Sudah dua hari Dimas bekerja sambil hujan hujanan. Ya, Dimas bekerja sebagai kuli bangunan. Hasilnya tak seberapa. Tapi setidaknya cukup untuk makan mereka sehari hari, membayar kontrakan bahkan kredit sepeda motor. Untung saja Kinanti dengan senang hati membantu keuangan dengan berjualan makanan berkeliling kampung. Mata Dimas sedikit terpejam ketika samar didengarnya suara seorang Pria didepan pintu. "permisi Pak Dimas Bu Kinan,"panggilnya dari depan pintu. Kursi Dimas yang membelakangi pintu tak ayal membuat sang tamu tak melihat keberadaannya. "ibuk ada Oom dealer,"teriak Putri terdengar jelas dari rumah. Putri,anak kedua Dimas dan Kinan memanggil ibunya. Mendengar kata dealer, kening Dimas sedikit berkerut. Ingin dirinya segera mencaritahu ada kepentingan apa tukang dealer itu datang. Pasalnya seingat Dimas, Dirinya sudah menitipkan uang pembayaran itu pada Kinanti dua minggu yang lalu. "ah iya ada apa mas?"suara Kinan bertanya. Dimas memasang telinganya baik baik mendengarkan dua orang itu berbicara. "Biasa bu tagihan bulan ini. Udah telat 15 hari. Ini sama dendanya jadi segini,"ujar pria itu terdengar sangat jelas. "oh ya tunggu beberapa hari lagi ya Mas. suami saja kerjanya jauh diluar kota dan belum kirim kirim uang. Mungkin di double aja bulan depan bayarnya. nggak apa kan?"kata Kinanti. "Em iya bisa saja bu di double. Tapi dendanya tetep jalan lo bu. Hitung aja perharinya berapa sampe nanti ibu bisa bayar. saya sarankan sih segera ya bu. sayang lo nanti dendanya makin besar,"ujat pria penagih lalu tak lama berpamitan. Kinan nampak kembali ke sumur. "Jadi kenapa masih ada tagihan? apa Kinan belum membayar? dikemanakannya uang yang ku suruh membayar motor dua minggu yang lalu itu? sewa rumah tiga hari yang lalu, apa jangan jangan belum dibayarkannya juga ya? ah ada apa dengan Kinan? apa dia butuh uang? kenapa tak bicara padaku, sampai harus ada tukang dealer kemari?"tanya Dimas tak mengerti. "Loh ayah sudah pulang?"sapa Putri melihat ayahnya berjalan mondar mandir dan bicara sendiri diruang tamu. Putri, Anak Dimas yang nomer dua baru berumur Lima tahun nampak menggandeng sang adik, yang berselisih usia satu tahun dengannya. "udah sayang, ayok pake baju dulu. Dingin. ajak adik sekalian,"perintah Dimas pada Putri. Putri mengangguk dan mengajak adiknya ke kamar. Sementara Dimas menuju sumur. "Siapa tadi dek?"tanya Dimas langsung to the point pada sang istri sambil menimba air. "siapa apa mas?"tanya Kinan tak mengerti sambil membilas pakaian yang tinggal sedikit itu. "Tadi ku dengar tukang dealer kemari menagih bayaran bulan ini. Apa belum kau bayarkan? bukankah aku sudah memberimu uang itu dua minggu yang lalu?"tanya Dimas. Kinan diam. "Apa Putri bicara ya? Ataukah sebenarnya tukang dealer ketemu mas Dimas dijalan pulang dari sini ya?"batin Kinan bertanya tanya. "Dek kok kau diam saja? dikemanakan uang uang aku suruh untuk bayar motor tempo hari? Kenapa tukang tagih itu bisa datang kemari?"ulang Dimas. "Uangnya ada kok,"jawab Kinan singkat mengangkat pakaiannya yang sudah selesai dibilas hanya tinggal di jemur saja itu. Kinan menghindari Dimas dan berlalu masuk dan berpakaian. Dimas hanya menghela nafas dan melanjutkan ritual mandinya. "Ayah baru saja mandi?"tanya Heri didepan pintu. Heri putra sulung Dimas nampak baru pulang mengaji dan mencium punggung tangan Dimas. "Iya, sudah sampai mana bacaanmu Heri?"tanya Dimas mengajak Putranya masuk. Hari beranjak magrib. "Masih Iqro tujuh yah,"jawab Heri nyengir kuda. Dimas hanya tersenyum membelai ubun ubun Heri. "Ngaji yang bener,"ingat Dimas. "Baik ayah. Oh ya Ayah Pak Somad tadi ketemu Heri didepan masjid saat pulang mengaji,"cerita Heri sambil mengganti pakaiannya. "oh ya ada apa dengan Pak Somad?"tanya Dimas. "Pak Somad nanyain uang kontrakan yah. Katanya sudah jalan empat bulan belum dibayar. Kalau nggak dibayar kita disuruh nyari lain. Soalnya ada keponakan Pak Somad dari kampung mau datang,"cerita Heri pada Dimas. "Empat bulan? pindah?"Dimas terkejut dan mengulang kalimat Heri. "Heri apa kau tak salah dengar? benar yang kau temui tadi Pak Simad?"tanya Dimas memastika. "Iya ayah. Heri benar benar bertemu Pak Somad tadi. Pak Somad benar bicara begitu tadi. Empat bulan katanya yah,"ucap Heri pada ayahnya. Dimas terdiam dan berpikir. "Ya sudah kamu kedepan sana temani adik adikmu,"perintah Dimas. Dimas segera keluar kamar dan menemui Kinan didapur, mencari tahu kebenaran langsung dari Kinanti. "Kamu lagi apa dek?"tanya Dimas duduk dimeja makan. "masak. kenapa? mas sudah lapar?"tanya Kinan tampa menoleh. Kinan nampak sedang menggoreng ikan di kuali sementara rangan satunya sedang mengaduk sayur asem. wanginya membuat perut keroncongan. "Dek.."panggil Dimas. "em.. sebentar lagi mateng mas,"ujar Kinan mematikan kompor sayur asem dan membalik ikan goreng. Lalu tangannya menaruh sayur asem dimangkuk dan meletakkannya di atas meja bersama sambel terasi dan ikan goreng serta tempe goreng. "Putri ajak abang dan adikmu makan!"teriak Kinan. Kinan menaruh nasi dipiring untuk suami dan anak anaknya. "Mas, kok diem saja? ayok makan dulu. Tadi manggil manggil pasti laper. Ayok makan. Heri sudah cuci tanganmu? Putri pakai sendok. Ayok sini Nisa, biar ibu bantu,"ucap Kinanti sibuk dengan anak anaknya. Ingin Dimas langsung bertanya bahkan marah. Tapi melihat anak anaknya lahap makan, Dimas menundanya dan ikut makan bersama mereka. Selepas makan, Dimas termenung di kursi depan sambil menghisap rokok ditangan kanannya. Pandangannya lurus menatap pintu. Semetara dua putrinya, Putri dan Nisa sedang asyik menonton acara kartun di televisi. Kalau Heri pasti membantu ibunya membereskan meja makan tadi. "tok tok tok, Assalamualaikum. Kinan dimas!"panggil sebuah suara dari luar. Dimas berdiri dan membukakan pintu. "Lo pak Somad. wa walaikumsalam,"ucap Dimas terkejut melihat tamunya. "ayok masuk pak Somad,"ajak Dimas. "Iya iya Dimas. Duh maaf ya. mengganggu kamu dan keluarga malam malam,"ucap Pak Somad masuk dan duduk disisi Dimas. "Ah tidak apa Pak,"ucap Dimas tersenyum. "Maaf lo Dimas. bapak bukannya nggak mau mengerti dan memahami kondisi kalian, tapi udah sering Bapak bilang ke Kinan. Tolonglah dipikirkan biaya kontrakannya. Sudah mau empat bulan ini Dimas,"ucap pak Somad pelan. "Empat bulan ya Pak?"Dimas mencoba meyakinkan. Pasalnya Dimas tak pernah telat membayar uang kontrakan. Uang itu selalu dititpkannya dengan Kinan untuk diantarkan ke rumah Pak Somad yang berkelang beberapa rumah dari rumah mereka. "Saya ada pegang untuk bayaran sebulan ini Pak,"jawab Dimas dan memberikannya pada Pak Somad. "Wah Bapak minta maaf ya Dimas. Apa hanya ini uang yang kamu punya? bapak jadi nggak enak,"ujar Pak Somad. "Jangan minta maaf Pak. ini hak bapak. saya yang harusnya minta maaf,"ujar Dimas. Pak Somad mengangguk dan bicara basa basi sebentar lalu pamit pulang. Tak lupa diberinya uang masing masing sepuluh ribu rupiah kepada ketiga anak Dimas yang diterima dengan senang hati oleh ketiganya. "Heri.. coba panggil ibumu dibelakang. sedang apa dia?"perintah sang ayah. "lagi bungkusi dagangan buat besok Yah,"ujar Heri lalu pergi memanggil sang ibu. Terdengar suara kasak kusuk dibelakang. Heri cukup lama memanggil ibunya. Jadi Dimas pun menyusulnya. Sesampainya dibelakang, Heri terlihat menangis. Begitu tahu ayahnya ke belakang, Heri menghapus titik air dimatanya dan berjalan ke depan. Dimas diam saja. Sudah ditebaknya, istrinya pasti dari memarahi Heri. "Ada apa Kinan? apa kau ada masalah?"tanya Dimas. "Tidak ada,"jawab Kinan menunduk mebereskan sisa pekerjaannya. "Lantas kau kemanakan uang yang ku suruh membayar dealer bebeapa pekan lalu?"tanya Dimas. "uangnya ada mas. kenapa bertanya lagi. Tadikan sudah ku bilang uangnya ada,"ujar Kinan nampak kesal. "jadi dimana uangnya?"Dimas betanya lagi. "Ya ada. kenapa sih mas nanya uang terus? aku nih capek tau nggak?"ujar Kinan. Suaranya mulai meninggi beberapa oktaf. "Jika ada dimana uangnya? biar aku saja besok yang membayarkannya,"ucap Dimas lagi. "uangnya sudah kupakai,"ujar Kinan dengan nada ketus. "Dipakai untuk apa?"tanya Dimas lagi. "Ya buat makanlah mas. buat beli laukmu yang tadi kita makan. lauk tadi pagi. siang tadi. Bahkan juga kemarin,"terang Kinan. "Bukankah tipa pekan aku memberimu uang? lagipula kau kan juga berdagang. kemana hasilnya? masa semuanya habis,"tanya Dimas tak paham. "loh loh. kok kamu nanyain kemana aja aku belanjain uang sih mas? apa apain ini mas?"Kinan nampak tak terima. "Bukan begitu. Jika kamu butuh, bukannya kamu bisa bilang. Terus uang kontrakan kamu kemanakan?"tanya Dimas masih mencoba sabar. "ah uang lagi. kenapa sih mas. uangnya sudah aku bayarkan sama pak Somad lah. kemana lagi?"ujar Kinan. "Nggak mungkin pak Somad nanya kalau memang sudah kamu bayar,"Dimas menatap isteinya dengan tajam. Kinan meletakkan bakul jualannya lalu melotot pada suaminya "Heri yang ngadu sama kamu, iya mas?"tanya Kinan marah. "Mengadu apa maksudmu?"Dimas tak mengerti. "Anakmu itu sudah berbohong. Mana ada pak Somad nanyain uang kontrakan,"ujar Kinan berapi api seolah dia benar. "Bruk!!"Dimas memukul meja didepannya. "Heri tidak berbohong. Pak Somad baru saja datang dan menagih langsung padaku!"Dimas marah. Sudah ditahan tahannya amarah itu dari tadi. Tapi sepertinya Kinan masih mau menyangkal dan membodohi dirinya. "aapa?"Kinan nampak Gugip. "Jadi kau kemanakan saja uang itu?"tanya Dimas dengan marah. "Ya habis aku belanjakan lah mas. apalagi?"ujar Kinan. "Kalau kurang uang belanja kenapa tak bicara padaku? jangan kau pakai uang motor apalagi uang kontrakan itu Kinan,"ucap Dimas geleng geleng. "aalah mas kenapa harus marah marah. toh uang itu untuk kita habiskan bersama. bukannya aku habiskan untuk diriku sajja. buoan ku habiskan bersenang senang apalagi ke salon dan shopping,"ucap Kinan santai. "apa?"Dimas tak percaya istrinya begitu enteng dan begitu santainya sudah membelanjakan uang yang harusnya diamanahkan untuk membayar delaer dan kontrakan itu. "Jadi uang mingguan yang sering ku kasih ke kamu itu kemana? keuntungan dari kamu berdagang hasilnya kemana?"tanya Dimas berteriak. "Mas nggak usah teriak teriak!"bentak Kinan tak terima. "Kamu benar benar nggak becus jadi istri. Harusnya kamu bisa mendahulukan kepentingan mendesak daripada kamu habiskan nggak jelas begitu,"maki Dimas. "Loh kok kamu marah begitu? sudah aku katakan uang itu habis untuk makan mas. Kamu juga ikut makan kan? jadi jangan protes. Bukankah kamu slalu bilang, rejeki bisa dicari? ya sudah cari lagi saja. gampang kan? uang mingguan kamu mana cukup mas. Anak anak juga butuh jajan. Heri juga aku les kan sana sini biar nambah pinter,"Kilah Kinan. "Boleh saja Kinan. Tapi dahulukan dulu membayar motor dan kontrakan. Kalau sampai Pak Somad mengusir kita bagaimana? Kalau sampai motor ditarik dealer gimana Mas pergi kerja? kamu berpikir tidak sampai sana? haa?"Dimas marah besar. "Tempat mas bekerja juga sedang banyak mengurangani karyawan. Mas saja untung untungan. Tiap hari ada saja yang dipecat. Kalau sampai mas dipecat bagaimana?"keluh Dimas didepan Kinan istrinya. "Cari lagi saja pekerjaan lain mas,"ujar Kinan ketus. "enteng kamu bicara,"ucap Dimas tersinggung. "halah mas mas. kamu banyak ngeluhnya. kqmu kan tamatan STM bagian mesinlah. cari kerja kantoran kek apa kek. malah milih jadi kuli,"sindir Kinan. "syukuri saja Kinan. toh banyak yang lulusan univerasitas malah nggak kerja,"ucap Dimas berusaha meredam marahnya yang seperti terus dipancing Kinan. "ckck mas banyak alasan saja,"Kinan masih merengut. "Kok kamu mancing kemarahan mas terus dari tadi?"bentak Dimas. "karena mas nggak becus cari uang. udah aku bantuin nyari duit kok rasanya makin nggak cukup aja. ada ada saja kebutuhan yang nggak bisa mas penuhi,"Kinan berkata ketus. "Dasar kamu saja yang nggak bisa ngatur keuangan. Semua mau kamu beli,"sungut Dimas. "apa yang aku beli juga untuk kita juga. kok mas seperti nggak ikhlas menafkahi kami?"Kinan marah dan melotot pada Dimas. "Plak!"tamparan mendarat di pipi tembem Kinan. Membuatnya terdiam dan meringis menahan sakit. "Kamu bener bener keterlaluan ya,"Dimas marah dan menunjuk Kinan. "Mas yang keterlaluan,"jerit Kinan. "Diam atau pisau ini yang akan membuat kamu diam,"ucap Dimas memegang pisau dapur yang tergeletak tak jauh dari hadapannya dan menunjuknya ke wajah Kinan. "ayaaaaahhh jangan!!"pekik Heri. "ibuu...,"Putri menangis. Seketika Dimas menjatuhkan pisau ke lantai. Dia terduduk lemas. Entah setan apa yang merasuki Dimas hingga mengancam Kinan dengan pisau ditangannya seperti tadi. "Dimas Kinan, ada ribut ribut apa ini?"tanya Kak Erma tiba tiba. kakak Dimas yang rumahnya tak begitu jauh dari rumah mereka. "Bude ayah mau bunuh ibu pake pisau,"ujar Putri setengah menangis. "astaga Dimas!"pekik Erma. "Heri bawa adik adikmu main atau nonton ke depan dulu,"perintah Erma pada Heri. Heri pun menurut dan mengajak adik adiknya ke depan. "Sebenarnya ada apa ini? Dimas kenapa kau mengancam Kinan dengan pisau?"tanya Erma. "Dia terus menyulut emosiku kak,"ucap Dimas nanar. "Kinan ada masalah apa?"tanya Erma pada Kinan. "mas Dimas marah uangnya habis kak,"terang Kinan. "bagaimana aku tak marah kak, uang untuk membayar kontrakan empat bulan dan uang motor entah dikemanakannya. pak Somad sampai harus datang menagih kemari. gimana aku tak marah dan kesal,"terang Dimas. "Aku habiskan untuk makan. makan kita semua. jadi tak slaah dong akunya kak,"Kinan membela diri. "Dia tak juga minta maaf atau pun menyesalinya kak, bagaimana aku tak tambah marah. enteng sekali dia bicara. seolah aku tak memberinya uang dapur,"Dimas kembali naik pitam. "Kenapa aku harus minta maaf dan menyesalinya? sudah aku katakan aku habiskan bukan untukku saja. Tapi untuk anak anak dan isi rumah ini juga! kenapa mas harus marah!"Kinan meninggikan suaranya. "Kinan! nmati kau!"pekik Dimas kesetanan dan mau mengayunkan oisau tadi ke Kinan. "DIAM!"Kak Erma berteriak membuat Dimas kaget dan menjatuhkan pisaunya cepat. "Kinan pergilah dulu dari rumah. menginaplah dirumah ibumu. aku akan menenangkan suamimu. besok barulah kau pulang,"ucap kak Erma. "tapi kak..,"Kinan berusaha menolak. "demi keselamatanmu. Sepertinya Dimas benar benar tak terkendali. Sabarlah dan tunggu disana. bilang kau mau menginap semalam karena Dimas kerja lembur. suruh anak anak tutup mulut sampai Dimas mereda marahnya, kau mengerti?"ujar kak Erma. Kinan pun mengangguk. Lalu mengajak anaknya pergi. Tapi Heri tak mau meninggalkan ayahnya dan menolak ikut ibunya, untuk menginap dirumah nenek mereka. rumahnya juga tak seberapa jauh dari rumah Kinan. Kinan pun mengiyakan permintaan Heri toh ada mbak Erma sekarang dirumah. Namun Kinan berpesan agar Heri berhati hati.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.0K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.2K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.0K
bc

My Secret Little Wife

read
91.8K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook