chapter 1
Kemudian Rasulullah saw diusir sehingga beliau sampai
di suatu kebun yang dimiliki oleh dua orang dari orang-
orang kaya Tha’if. Di sana beliau duduk di bawah
naungan pohon anggur. Dua orang pemilik kebun itu
merasa kasihan melihat keadaan orang yang terusir dan
terluka itu. Mereka membawa kepadanya setangkai
anggur dengan seorang pembantu. Pembantu mereka
adalah seorang Nasrani yang bernama Adas. Si
pembantu meletakkan setangkai anggur itu depan Rasul
saw lalu beliau mengulurkan tangannya kepadanya
sambil berkata: "Bismillahirahmanirrahim (Dengan
nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang).
Adas berkata kepada Nabi, perkataan ini tidak begitu
dikenal oleh penduduk negeri ini. Nabi berkata: "Anda
dari daerah mana?" Adas menjawab: "Aku adalah
seorang Nasrani dari Nainawa." Nabi berkata: "Apakah
engkau dari desa lelaki saleh Yunus bin Mata?"
"Bagaimana engkau tahu tentang Yunus?, sambung
lelaki itu. Nabi berkata: "Itu adalah saudaraku. Ia adalah
seorang Nabi aku pun seorang Nabi."
Mendengar jawaban Rasul saw, Adas segera
merobohkan tubuhnya di depan kedua kaki Rasul saw
lalu ia menciuminya sambil menangis. Akhirnya,
pembantu Nasrani itu masuk Islam sehingga ia
menambah barisan kaum Muslim. Ia adalah seorang
yang menjadi Muslim ketika Rasulullah saw berhijrah ke
Tha'if. Inilah harga yang harus dibayar Rasulullah saw
sclania dua minggu saat beliau berada di Tha'if, dan
129
kemudian beliau terkena cobaan dengan mengucurnya
darah dari kaki beliau akibat lemparan batu penghuni
Tha'if.
Kemudian Rasulullah saw kembali ke Mekah beliau
kembali dalam keadaan ditolak oleh penduduk Tha’if dan
kini beliau kembali menerima penolakan itu di Mekah.
Meskipun demikian, beliau merasakan kesedihan yang
mendalam melihat sikap kaumnya. Namun ketika
kebencian semakin deras mengalir kepada beliau, hati
beliau justru semakin bersemangat dan semakin dipenuhi
dengan rahmat kemudian datanglah kepada Nabi masa di
mana tampak di dalamnya Islam asing, dan tampak di
dalamnya Nabi seorang diri, tanpa penolong.
Pada saat demikian ini ketika manusia mulai
meninggalkan Rasulullah saw lalu langit turut campur
dan terjadilah peristiwa besar dan mukjizat terbesar pada
diri Nabi, yaitu Isra' dan Mi’raj. Ia adalah mukjizat yang
tidak berhubungan dengan dakwah Islam; ia tidak datang
untuk memperkuat dakwah ini atau menetapkannya
tetapi ia datang semata-mata untuk memperkuat
keteguhan Nabi dan sebagai penghormatan kepadanya.
Seakan-akan Allah SWT ingin berkata kepada Nabi, jika
saja penduduk bumi tidak memujimu, maka penduduk
langit mengenal kedudukanmu dan memberikan pujian
yang layak kepadamu dan jika manusia menolak
dakwahmu dan menolak keberadaanmu, maka
sesungguhnya Allah SWT memilihmu dan
memuliakanmu.
130
Untuk melihat tanda-tanda kebesaran-Nya, munculnya
mukjizat Isra' dan Mi’raj dalam sejarah para nabi sebagai
mukjizat satu-satunya yang tiada tandingannya
dibandingkan dengan kisah nabi yang lain. Kita
mengetahui bahwa di deretan para nabi ada nabi-nabi
yang dinamakan oleh Allah SWT sebagai para kekasih-
Nya dan sebagai para pendamping-Nya, seperti Nabi
Ibrahim. Kita juga melihat bahwa di antara para nabi ada
seseorang yang diajak bicara oleh Allah SWT tanpa
perantara, seperti Nabi Musa. Kita juga melihat di antara
para nabi ada yang didukung oleh Allah SWT
dengan ruhul kudus, seperti Nabi Isa. Tetapi untuk
pertama kalinya kita berada di hadapan seorang nabi
yang diajak dan dipanggil oleh Allah SWT untuk menuju
ke sisi-Nya.
Beliau naik bersama Jibril dengan jasadnya dan
ruhaninya sehingga Jibril berdiri di suatu tempat dan
Nabi maju sendirian. Itu adalah tingkat dari tingkat
kehormatan di mana pena terasa keluh untuk
mengungkapkannya dan sejarawan tidak dapat menulis
apa yang terjadi saat itu. Kita telah melihat dalam kisah
para nabi seorang nabi yang meminta kepada Tuhannya
agar memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia
menghidupkan orang-orang yang mati. Allah SWT
bertanya kepadanya, apakah ia belum beriman akan hal
itu? Ibrahim menjawab: Bahwa ia beriman tetapi ia ingin
menenangkan hatinya.
131
Kita juga melihat dalam kisah para nabi seorang nabi
yang cintanya kepada Allah SWT memancar dalam
kalbunya sehingga ia meminta:
"Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku
agar aku dapat melihat kepada Engkau". (QS. al-A'raf:
143 )
Namun Allah SWT menjawab kepada Musa tentang
kemustahilan melihat Allah SWT atas manusia. Nabi
Musa memahami bahwa makhluk manapun tidak akan
mampu menahan beban penampakan dari Zat sang
Pencipta.
Adapun Muhammad bin Abdillah ia tidak bertanya
kepada Tuhannya dan meminta kepadanya untuk diberi
mukjizat atau kejadian yang luar biasa; ia tidak meminta
kepada Tuhannya agar dapat melihat Zat-Nya dan ia
tidak berusaha mencari ketenangan dalam hatinya.
Cintanya kepada Allah SWT termasuk bentuk cinta yang
sulit untuk dipahami atau diselami kedalamannya oleh
para tokoh pecinta dan cintanya tersebut bukan termasuk
bentuk yang menimbulkan berbagai pertanyaan. Cinta
beliau melampaui tingkat permintaan menuju ketingkat
penyerahan dan kepuasan atau ridha. Segala sesuatu
yang menggelisahkan Nabi adalah ridha Allah SWT.
Rasulullah saw berkata saat beliau dalam keadaan
ditolak dan diusir dan terluka akibat perbuatan kaum
Tha'if: "Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka aku
tidak peduli dengan mereka."
132
Lihatlah tingkat cinta yang tinggi itu: bagaimana tingkat
tersebut menyebabkan beliau merasa rendah diri
sehingga beliau berkata, "jika Engkau tidak murka
kepadaku ..." Seakan-akan beliau tidak menginginkan
selain ridha Allah SWT dan yang beliau khawatirkan
adalah kemarahan Allah SWT.
Sungguh adab yang diterapkan Rasulullah saw kepada
Tuhannya adalah adab yang paling layak dan paling
tinggi yang sesuai dengan kedudukan beliau sebagai
orang Muslim yang paling sempurna.
Demikianlah mukjizat Isra’ dan Mi’raj. Mukjizatyang
tujuannya adalah menghormati kepribadian Rasulullah
saw; mukjizat yang membangkitkan peranan akal dan
hati secara bersama. Para nabi tanpa terkecuali didukung
oleh berbagai macam mukjizat yang terjadi di muka
bumi bahkan para nabi yang diangkat ke langit seperti
Nabi Idris dan Nabi Isa, maka pengangkatan mereka
sebagai bentuk menyelamatkan mereka dari usaha
pembunuhan atau penyaliban. Mukjizat mereka saat
mereka diangkat ke langit adalah bentuk akhir dari
aktifi tas mereka di muka bumi.
Ini adalah kali pertama ketika kita mendapati suatu
mukjizat yang tempat utamanya di langit; suatu mukjizat
yang terwujud bersama seorang Nabi yang diangkat ke
langit dengan jasadnya dan ruhaninya saat beliau masih
hidup. Di sana Allah SWT memperlihatkan kepadanya
tanda-tanda kekuasaan-Nya. Kemudian beliau kembali
133
ke bumi di mana beliau akan mendapatkan berbagai
macam tantangan dan cobaan yang biasa diterima oleh
penduduk bumi. Muhammad bin Abdillah adalah
manusia yang pertama melewati planet bumi dan beliau
menembus bulan dan matahari dan bintang-bintang. Kita
menyaksikan di zaman kita manusia pertama atau
astronot pertama yang mampu menembus ruang angkasa.
Ruang angkasa itu baru dapat ditembus oleh manusia
setelah empat belas abad dari turunnya risalah
Muhammad saw, namun sejak empat belas abad yang
lalu Nabi Islam telah dapat menembus ruang angkasa itu,
bahkan beliau mencapai Sidratul Muntaha dan puncak
al-Muntaha.
Beliau sampai pada batas yang di situlah alam makhluk
diakhiri dan beliau menembus alam gaib. Bukankah
surga bagian dari alam gaib? Beliau sampai di surga.
Allah SWT menamakannya dengan Jannatul Ma'wah.
Beliau sampai pada batas terputusnya ilmu manusia dan
tiada yang mengetahui hakikat ilmu tersebut kecuali
Allah SWT. Mukjizat Isra' bukanlah mukjizat Mi'raj,
meskipun kedua-duanya terjadi di satu malam. Peristiwa
Isra' dan Mi’raj dikutip oleh dua surah yang berbeda
dalam Al-Qur’an al-Karim. Allah SWT berfirman
tentang mukjizat Isra':
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-
Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil
Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami
perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
134
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS. al-Isra’: 1)
Sedangkan berkaitan dengan mukjizat Mi'raj, Allah SWT
berfirman:
"Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu
(dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu)
di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat
tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil
Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauiya.
Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda
(kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." ( QS. an-
Najm: 13-18)
Pada malam Isra’ dan Mi’raj, Nabi Muhammad
berkeliling di sekitar Ka'bah dan berdoa kepada Allah
SWT. Beliau dalam keadaan pucat wajahnya dan kedua
air matanya mengucur; beliau tidak bertawaf bersama
seseorang pun; beliau tawaf sendirian lalu orang-orang
kafir dan orang-orang musyrik memandang beliau
dengan pandangan kebencian saat beliau bertawaf dan
berdoa. Allah SWT melihat hamba-Nya yang khusuk itu
lalu Allah SWT menurunkan perintah-Nya kepada Ruhul
Amin yaitu malaikat Jibril agar menemani hamba-Nya
dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha Kemudian
membawanya naik ke langit agar dia dapat melihat
tanda-tanda kebesaran Tuhannya.
135
Di suatu rumah yang mulia dan sederhana dari rumah-
rumah yang ada di Mekah, Nabi saw sedang tidur dan
datanglah waktu pertengahan malam. Jibril turun dan
memasuki rumah sang Rasul saw. Jibril as berdiri di sisi
kepala sang Nabi dan ia melihat kepadanya dengan
pandangan cinta. Pandangan Jibril itu membangunkan
Rasul saw kemudian beliau membuka kedua matanya
dan bangkit dari tempat tidurnya.
Jibril berkata kepada Nabi saw, salam kepadamu wahai
Nabi yang mulia. Allah SWT ingin agar engkau melihat
sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya di alam. Kemudian
Jibril berjalan bersama Nabi saw. Mereka keluar dari
rumah dan beliau menyaksikan Buraq yaitu makhluk
yang menyerupai burung dan mempunyai sayap seperti
burung garuda; makhluk yang terbuat dari kilat. Karena
itu, ia dinamakan dengan Buraq. Kilat adalah listrik dan
listrik adalah cahaya. Cahaya adalah makhluk yang
tercepat yang kita kenal di bumi. Kilauan cahaya pada
satu detik saja mencapai 186 ribu mil. Kita tidak akan
terlibat terlalu jauh tentang kendaraan luar angkasa yang
digunakan dalam perjalanan itu; kita tidak akan bertanya
bagaimana Nabi saw menembus alam ruang angkasa
tanpa ada latihan sebelumnya dan berapa lama waktu
yang beliau gunakan untuk pulang pergi; kami juga tidak
akan bertanya tentang kecepatan Buraq; kami tidak heran
dengan usaha penembusan luar angkasa ini; kita tidak
akan bertanya tentang semua itu karena kita mempunyai
satu jawaban dari semuanya: Allah SWT berkehendak
136
agar hal itu terjadi dan untuk itu Allah SWT
mengatakan kun jadilah, maka jadilah.
Para ulama beselisih pendapat tentang apakah Isra’ dan
Mi'raj terjadi dengan ruh saja atau dengan ruhani dan
jasad sekaligus. Ahli hakikat mengatakan bahwa itu
terjadi dengan ruh dan jasad. Tentu perselisihan itu
berakibat pada perselisihan akal dan terjerumus dalam
perangkap kaifa (bagaimana) dan bertanya tentang
kekuasaan Allah SWT dan usaha untuk menundukkan
masalah ini terhadap sebab-sebab yang biasa atau
hukum-hukum kita yang alami atau logika kemanusiaan.
Allah Maha Suci dan Maha Tinggi dari semua itu.
Apakah seseorang akan bertanya, bagaimana Rasulullah
saw naik berserta ruh dan tisiknya ke puncak segala
puncak di langit kemudian beliau kembali sebelum
tempat tidurnya dingin? Mukjizat apa yang terjadi di sini
yang melebihi mukjizat berubahnya a******i menjadi
manusia dan berubahnya benih menjadi pohon atau
mukjizat air yang menghidupkan tanah, atau ia mampu
memuaskan kehausan si dahaga atau mukjizat cinta yang
mengikat dua hati yang belum pernah mengenal?
Sementara itu, Buraq menundukkan badannya kepada
Nabi saw kemudian Nabi saw menungganginya bersama
Jibril dan Buraq pergi bagaikan anak panah dari cahaya
di atas gunung Mekah dan pasir-pasir menuju ke utara.
Jibril mengisyaratkan agar menuju arah gunung Saina’
lalu Buraq itu berhenti. Jibril berkata di tempat yang
diberkati ini, Allah SWT berdialog dengan Musa as.
137
Kemudian Buraq kembali pergi ke Baitul Maqdis, Nabi
saw turun dari pesawat ini yang berjalan lebih cepat dari
cahaya dan jutaan kali lebih cepat darinya dan ia tidak
berubah dari cahaya.
Nabi berjalan bersama Jibril dan memasuki Baitul
Maqdis. Beliau memasuki masjid dan beliau mendapati
semua nabi sedang menunggunya di sana. Allah SWT
membangkitkan gambar para nabi-Nya dari kematian
dan mengumpulkan mereka di Mesjid Aqsha. Para
malaikat memberinya suatu bejana yang di dalamnya
terdapat s**u dan bejana yang lain yang di dalamnya
terdapat khamer. Lalu beliau memilih s**u dan
meminumnya. Dikatakan pada beliau, sesungguhnya
engkau telah memilih fitrah dan umatmu akan memilih
fitrah.
Para nabi mengitari Rasul saw dan datanglah waktu
salat. Para nabi bertanya di antara sesama mereka, siapa
di antara mereka yang menjadi imam salat, apakah itu
Adam, Nuh, Ibrahim, Musa atau Isa? Jibril berkata
kepada Muhammad saw, sesungguhnya Allah SWT
memerintahkanmu untuk salat bersama para nabi.
Rasulullah saw berdiri dan salat bersama para nabi.
Mereka semua adalah orang-orang Muslim dan beliau
adalah orang-orang Muslim yang pertama. Secara logis
bahwa beliau layak menjadi imam dari para nabi
sebagaimana kitabnya dijadikan kitab yang terbaik
daripada kitab-kitab yang mendahuluinya. Beliau
membacakan Al-Qur'an kepada mereka dan beliau
138
menangis saat membacanya. Kekhusukan beliau saat
membacanya membuat para nabi pun menangis. Dan
ketika para nabi sujud di belakang imam mereka, pohon-
pohon dan bintang-bintang pun turut bersujud.
Selesailah waktu salat dan para nabi membubarkan diri.
Setiap nabi kembali ke langit yang mereka tinggal di
dalamnya. Nabi keluar dari masjid bersama Jibril dan
mereka kembali menunggang Buraq seperti panah dari
cahaya. Buraq semakin meninggi dan ia melewati langit
pertama lalu beliau menyaksikan Nabi Adam. Kemudian
ada panggilan dari Allah SWT: "Hendaklah hamba-Ku
semakin meninggi dan menjauh." Kemudian hamba
Allah SWT Muhammad bin Abdillah semakin terbang
menjauh ia melampaui langit demi langit. Beliau
melampaui tempat materi dan mulai menjangkau tempat
ruhani dan melewatinya. Beliau bersiap berdiri di
haribaan Ilahi; beliau semakin tinggi dan jauh di tingkat
dan dipuncak ruhani dalam kecepatan yang tidak kurang
dari kecepatan kilat.
Beliau melampaui kedudukan Nabi Adam di langit
pertama dan melampaui kedudukan Nabi Yahya dan
Nabi Isa di langit kedua. Lalu Tuhan pemilik kemuliaan
memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi."
Kemudian hamba Allah SWT dan Nabi-Nya yang mulia
mencapai tingkat yang lebih tinggi lagi. Beliau
melampaui langit yang ketiga, keempat, kelima, keenam,
dan ketujuh. Beliau melampaui alam materi semuanya
dan melampaui alam ruhani. Akhirnya, beliau sampai ke
139
Sidratul Muntaha. Beliau sampai di tempat yang suci
yang Allah SWT menamakannya dengan sebutan
Sidratul Muntaha dan di sana Nabi melihat dan
menyaksikan Jannatul Ma'wa. Beliau menyaksikan yang
kita tidak mampu mengetahuinya dan memahaminya
bahkan membayangkannya: