Adhista

Sudah hampir dua tahun Arjuna meninggal dunia, teman-teman dan keluarganya merasa sangat terpukul. Tak terkecuali Adhista. Butuh waktu kurang lebih satu setengah tahun untuk Adhista berhasil keluar dari penyakit depresi nya. Masa-masa itu adalah masa terberat bagi Adhista. Tubuhnya menjadi semakin kurus, dan wajahnya tampak menyedihkan. Namun semua itu perlahan-lahan pulih karena dukungan dari keluarga dan teman-teman Adhista. Adhista pergi ke psikiater untuk waktu yang lumayan lama, sampai akhirnya ia bisa sembuh dan sampai di titik saat ini. Setelah penyakit emosionalnya itu perlahan sembuh, Adhista berniat untuk tinggal di Jogja dan menetap disana untuk melanjutkan masa kuliahnya. Awalnya kedua orang tua Adhista tak mengizinkan karena khawatir akan terjadi hal-hal aneh yang tak diinginkan. Namun Adhista tetap bersikeras ingin melanjutkan kuliah di Jogja, dan akhirnya orang tuanya menyetujui permintaan anak perempuannya tersebut. Kemudian Adhista mengikuti program-program masuk perkuliahan dengan mengambil jurusan kedokteran. Karena Adhista pintar, dirinya diterima di salah satu kampus negeri di Jogja, Universitas Gadjah Mada. Dua bulan sebelum masuk kuliah, Adhista sudah pindah ke Jogja. Dengan dibantu keluarganya, Adhista membawa banyak pakaian dan barang-barangnya saat di Jakarta. Setelah masuk kuliah, ternyata Adhista bertemu dengan teman semasa kecilnya, Calla dan Agatha. Mereka bertiga tidak janjian, mungkin itu semua sudah diatur oleh semesta. Adhista jelas senang, jadi ia tak perlu lagi berkenalan dengan orang baru. Hari demi hari berlalu, dan Adhista sudah mulai dikenal banyak orang karena paras cantiknya, beberapa kakak tingkatnya dan teman seangkatan Adhista juga terang-terangan menyatakan perasaannya kepada Adhista. Adhista dengan sopan menolak perasaan mereka dan memilih menjadi teman saja. Perlahan-lahan ada salah seorang laki-laki yang Adhista tak kenal ternyata mengenal Adhista dengan sangat baik. Laki-laki itu selalu mendekati Adhista, mengiriminya pesan singkat, dan entah kenapa mereka berdua selalu bertemu. Adhista sangat risih dengan semua itu. Sampai suatu waktu saat Adhista sedang duduk sendirian di cafetaria, ada sekelompok kakak tingkat yang dengan akward mengolok-olok salah satu orang yang ada dikelompok tersebut. "Tam, itu Tam sendirian tuh," ucap salah seorang yang sedang mengejek lelaki yang belakangan ini terus menghubunginya. "Ah apasi lo, udah yuk balik," seru lelaki yang di ejek tadi, lalu dirinya dengan malu-malu berjalan pergi mendahului teman-temannya. "Mereka kenapa?" tanya Adhista kepada dirinya sendiri dengan suara kecil dan melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda barusan. Dan apakah laki-laki tersebut berhasil mengambil hati Adhista?