bc

Tengok ke Samping

book_age16+
329
FOLLOW
1.0K
READ
friends to lovers
badgirl
self-improved
dare to love and hate
drama
bxg
highschool
childhood crush
school
stubborn
like
intro-logo
Blurb

Laras menyukai Kevin yang sangat tampan, tinggi, dan keren namun sayangnya sangat dingin. Setiap usahanya untuk mendekatinya selalu gagal. Dia terus mencari jalan lain dengan saran orang-orang terdekatnya, namun tak juga membuahkan hasil.

Hingga suatu saat, seorang siswi dengan mudah dekat dengan Kevin, dia bisa berjalan dan bahkan bercanda bersama Kevin.

Laras menjadi buta akan kecemburuan dan berjanji pada dirinya sendiri untuk menjauhi siswi itu dari Kevin.

Namun dia terlalu tenggelam akan perasaannya yang jauh dan nampak indah, dia tidak pernah sekali pun untuk berhenti menyerah dan menengok ke sebelah. Dia melukai dirinya sendiri dan juga orang yang selalu berada di sampingnya.

“Ketika aku mencintainya, maka aku akan berusaha menjadi apa yang dia cintai.”

Cover by IbisPaint X & Canva

chap-preview
Free preview
Laras Filandari
"Kevin, mau makan apa?" Suara centil dan menggoda terdengar begitu menarik di tengah keributan kantin sekolah. Kedipan mata yang terjadi lima kali dalam satu detik membuat orang lain tak mampu mengalihkan perhatian. Dengan senyum menggoda, gadis itu menempel lengket pada sosok laki-laki yang memiliki tampang acuh tak acuh. Dilihat dari penampilan, pasangan itu tampak serasi. Laki-laki yang tinggi dan tampan, dengan sikap dingin dan cuek, didampingi oleh gadis yang cantik dan menawan, yang selalu mengeluarkan tampilan menggoda kaum adam. Namun sayangnya, dari segi suasana tampak ada yang salah. Seribu kali sang gadis mengeluarkan suara menggoda dan centil, laki-laki itu tetap tak goyah, seakan dia tidak memiliki cita rasa keindahan dalam hidupnya. Laras yang sudah terbiasa diabaikan oleh Kevin tetap memasang senyum indahnya, tangannya melilit lengan kuat Kevin dengan manja. Dia dengan sengaja menyandarkan kepalanya di bahu Kevin dan kembali bertanya dengan suara centil dan menggoda. "Kevin, mau makan apa? Um? Kevin~" Dalam sepersekian detik, tubuh Kevin merinding mendengar nada bicara Laras. Pandangannya menyapu cepat pada menu yang terpasang di depan salah satu kios dan mengangguk asal. "Apapun oke," jawabnya yang secara paksa melepaskan tangan Laras dari lengannya dan berjalan malas ke salah satu meja. Ekspresi di wajah gadis cantik itu langsung berubah, tatapannya menjadi tajam dan kesal ketika dia menoleh ke Ibu kantin yang sedang menunggu pesanan. "Nasi goreng dua," ucapnya dengan suara yang sangat berbeda dari sebelumnya. Setelah itu dia berjalan ke meja yang dipilih Kevin dan kembali memasang senyum manis. Membuat murid-murid di sekitarnya melongo tak siap dengan perubahan ekspresi yang terjadi kurang dari semenit itu. Gadis itu mengambil tempat duduk di samping Kevin, sengaja menggeser bangkunya untuk lebih dekat pada lelaki pujaannya itu. "Kevin~ kamu sebentar sore sibuk tidak?" Kevin yang sedang bermain dengan ponsel pintarnya menjawab tanpa berpikir. "Sibuk." Sejenak ada ekspresi kecewa di wajah gadis itu, tetapi langsung dilenyapkan dengan senyum manisnya. "Bagaimana dengan malam, um?" "Sibuk." Gadis itu menghela napas panjang, walau begitu tetap mempertahankan suasana menggoda dan centil yang dia ciptakan. "Lalu kapan kita bisa keluar? Kevin~ kita juga butuh hiburan." Kevin mengalihkan pandangannya dari layar ponsel ketika nasi gorengnya telah tiba di depan matanya, dia melirik sedikit pada gadis centil di sampingnya sebelum dengan cepat mengambil pandangannya dan menjawab asal. "Aku tidak butuh hiburan." Setelah itu dia mengabaikan gadis itu dan dengan santai menghabiskan makanannya. Laras makan nasi goreng di hadapannya dengan penampilan anggun dan menawan, namun suasana hatinya sangat suram dipenuhi kekesalan. Dia mengunyah sangat lambat sambil berpikir hal apa yang harus dia lakukan untuk membuat pangeran sekolah yang tampan dan dingin itu luluh kepadanya. Tetapi otaknya yang dari lahir jarang digunakan tidak bisa membantu untuk menemukan metode apa pun. Sehingga dia hanya bisa mengabaikannya sesaat dan ketika pulang nanti, dia akan meminta saran saudaranya, Randi. Nasi goreng di piring Laras baru habis seperempat ketika Kevin telah menghabiskan seluruh makanannya dan berdiri untuk lekas pergi dari kantin. Laras langsung panik dan ingin mencegah Kevin, tetapi seperti melihat penagih utang, Kevin menghilang begitu saja dari pandangannya. Laras tertegun sejenak dan menatap nasi goreng di hadapannya tanpa energi. Dia merasa tidak memiliki napsu makan dan hanya memilih meninggalkan nasi goreng yang belum habis. Dengan putus asa berjalan menuju kelasnya, 11 IPA 2. "Hahaha, apa kataku? Kak Kevin tidak akan tertarik sama kamu. Ayolah Laras, belajar lah untuk menyukai manusia, jangan selalu mengejar malaikat. Kita hanyalah manusia biasa yang tidak bisa sebanding dengan mereka, para malaikat yang mulia." Rena memegang pundak Laras menasihati tanpa belas kasihan sama sekali. Bagaimana pun juga yang ada di hadapannya adalah Laras Filandari yang selalu mengejar kesempurnaan dunia. Kevin bukanlah orang keren pertama yang jatuh ke pandangan Laras. Laras memutar matanya dengan keras, dia sangat yakin dengan penilaiannya sendiri. Kevin adalah pangeran sekolah yang sangat keren dan dingin seperti bongkahan es batu, tentu saja dia harus mengeluarkan sedikit usaha untuk mendapatkannya. Lagi pula, siapa yang memintanya memiliki selera yang begitu tinggi. "Jangan samakan aku denganmu, Kevin malaikat dan aku bidadari. Kami adalah makhluk yang ditakdirkan bersama dalam ikatan cinta sejati. Kamu yang hanya manusia biasa tidak punya hak untuk mengomentari setiap tindakanku." Tatapan Laras sangat merendahkan dengan suara yang begitu tajam seolah dia bisa mencabik-cabik tubuh Rena menggunakan kata-katanya. Seolah terbiasa dengan kata-kata yang dilontarkan Laras, Rena tak bergeming sama sekali. Dia dengan senyum nakal terus berkeliaran di sekitar Laras untuk membujuknya mengakhiri mimpi konyolnya itu. Ayolah, ini Kevin Dirgajaya. Lelaki yang berhasil mengambil segala pusat perhatian para wanita. Meski Rena mengakui Laras cantik dan pantas bersanding dengan Kevin, tetap saja Laras tidak mungkin bersaing dengan ratusan siswi yang mengejar keindahan. Lagipula menurut pengamatan Rena yang sangat teliti dan akurat, Kevin sama sekali tidak menyukai tipe wanita seperti Laras yang centil, bermulut manis, genit, dan tidak tahu malu. Laras mendorong Rena menjauh darinya, menggunakan segala usahanya untuk menyingkirkan teman tak diakuinya itu. Dia sangat sibuk saat ini, tidak memiliki waktu untuk berbasa-basi dengan omong kosong Rena. Saat ini, dia harus memikirkan rencana untuk mendekati Kevin sehingga otak dan hatinya terus bekerja. Dia benar-benar sibuk untuk menjatuhkan lelaki tampan, keren, dan dingin itu ke pelukannya. Berpikir lebih jauh lagi, bukannya Randi mengatakan padanya jika semua lelaki menyukai perempuan yang agresif sepertinya? Dia bahkan dengan antusias mengambil inisiatif untuk mengajak kencan dan selalu menghampiri Kevin. Tetapi kenapa Kevin yang seratus persen lelaki sejati tidak tertarik padanya? Dia sudah mencoba berbagai cara dan trik, bahkan dengan sengaja membaca banyak novel romantis untuk mempraktikannya pada Kevin. Tetapi selalu saja gagal dan gagal, Kevin tetap dingin padanya dan terus saja menjauhinya. Apakah mungkin dia kurang cantik? Laras membuka tas sekolahnya mengambil cermin yang berukuran sedang lalu menatap lurus ke bayangannya sendiri. Di dalam cermin nampak wanita yang begitu cantik rupawan layaknya bidadari surgawi. Laras bahkan sangat mengagumi keindahannya sendiri dan berpikir jika dia adalah seorang pria maka dia pasti jatuh cinta pada dirinya sendiri. Sayangnya tidak semua pria memiliki cita rasa yang baik. Dia mengambil lipcream dari saku seragam dan memoleskan dengan ringan ke bibir mungilnya, mengembalikan warna cerah yang telah pudar. Melihat sebentar ke arah bayangannya di cermin dengan cermat, lalu dengan enggan meletakkan kembali cermin ke dalam tasnya. Karena rencana makan siang bersama Kevin gagal, maka dia akan menunggu Kevin ketika pulang sekolah dan mengajaknya pulang bersama. Lalu dia akan mencoba berbagai cara untuk singgah ke tempat lain sebelum sampai di rumah, membuat mereka berdua berada dalam kencan yang tidak disengaja! Puas dengan ide cemerlangnya, Laras tersenyum polos. Sangat berbeda dengan dirinya yang baru saja dia tampilkan. Jika seseorang memperhatikannya saat ini, dia mungkin akan melihat ekspresi seorang anak yang sedang bangga memuji kenakalannya. Cukup membuat hati setiap orang gatal karenanya. Namun kebahagiaan Laras tidak berlangsung lama bahkan semenit pun. Seorang siswa lari ke dalam kelas dengan segenap tenaga seolah mengorbankan segalanya untuk mencapai kelas. Napasnya tersengal-sengal sebelum mengucapkan ultimatum yang menghancurkan kelas. "OSIS sedang razia!" Suaranya menggelegar bagai guntur, para murid bahkan dapat melihat efek petir di belakang siswa itu untuk menyempurnakan situasi mematikan saat ini. Namun pemberitahuan siswa itu terlambat, bahkan sebelum para siswa sempat untuk merasa panik, Ketua OSIS berserta anggotanya telah masuk ke kelas dengan elegan nan perkasa. "Setiap murid berdiri dan angkat tangan, siapa pun yang menyentuh tas dan meja akan dikurangi 10 poin, siapa yang diam-diam pergi akan dikurangi 10 poin, siapa yang berani menyembunyikan sesuatu akan dikurangi 10 poin, dan siapa yang membantah OSIS akan dikurangi 10 poin. Lakukan!" Suara tegas itu menusuk pikiran setiap murid kelas 11 IPA 2. Secara sadar atau tidak sadar, para murid mengikuti ucapan sang Ketua OSIS yang mulia. Mereka berdiri dan mengangkat kedua tangan ke atas seperti seorang tahanan yang masih dalam masa tersangka. Setelah melihat ketaatan para murid, anggota OSIS mulai menyebar ke setiap meja untuk mengobrak-abrik tas dan laci meja berusaha mencari barang terlarang yang diseludupkan oleh para murid. Randi, Ketua OSIS juga mulai bergerak. Di tangannya terdapat tas plastik yang berisi beraneka macam keunikan yang tidak wajar berada di sekolah. Setiap kali dia menemukan sesuatu yang mencurigakan, dia tanpa ampun memasukan benda tersebut ke dalam tas plastik yang ada di tangannya. Ketika langkahnya menuju ke meja Laras, dia melirik sejenak pada siswi yang memiliki wajah pucat dan gugup tersebut. Dia mengabaikannya dan membuka tas siswi tersebut tanpa berpikir panjang. Benar saja, banyak barang mencurigakan terdapat di dalam tas tersebut. Laras berulang kali menatap Randi dengan tatapan memohon tetapi tidak ditanggapi sama sekali. Jantungnya berdebar kencang ketika dia melihat di depan matanya Randi sedang membuka tasnya, mengeluarkan alat kosmetiknya dan memasukkan ke dalam tas plastik bercampur dengan barang tercela lainnya. Itu alat kosmetiknya yang mahal dan tidak boleh disatukan dengan benda menjijikan yang ada di dalam tas plastik entah apa itu. "Randi! Aku adikmu! Kamu tega sama aku?" Laras berkata dengan nada yang gemetar. Dia melihat cermin di tangan Randi, lalu dimasukkan ke dalam tas plastik tanpa ampun. Jiwanya langsung tersedot bersamaan dengan itu. Apalah arti hidupnya tanpa cermin? Randi menghentikan tangannya, dia melirik ke arah Laras dengan pandangan yang sangat merendahkan. "Jangan menyebut dirimu sebagai adikku, aku tidak punya adik yang membawa make-up ke sekolah," ucapnya dan lanjut mengobrak tas Laras. Mengambil bedak lalu memasukkan ke tas plastik, mengambil parfum lalu masukkan ke tas plastik, mengambil handbody lalu masukkan ke tas plastik ... Mata Laras melotot mengikuti gerakan tangan Randi, dia ingin menghentikan tangan nakal pemuda itu tetapi tidak berani menurunkan tangannya karena takut poinnya akan dikurangi. Dia hanya bisa berbicara dengan sikap yang sangat menyedihkan. "Randi, Kak Randi, kakakku yang baik dan tampan, apa gunanya aku bawa tas jika kamu mengambil semuanya?" Benar saja setelah Laras mengatakan itu, gerakan Randi berhenti dan menatap kearahnya. Tetapi itu bukan tatapannya kasihan atau sejenisnya, itu adalah tatapan tajam dan penuh rasa kekesalan. "Kamu ke sekolah bawa tas untuk ini?" Dia bertanya sambil mengangkat maskara yang ada di tangan kanannya. Laras mengangguk tegas, "Kalau bukan untuk itu lalu menurutmu untuk apa?" Randi menoleh ke samping dan berkata dengan suara lantang, "Lili, catat nama Laras Filandari, kurangi poinnya 10." "Baik." Lili yang ada di ujung kelas dengan sigap menjawab sembari membuka buku dan benar-benar mencatat. "Tidak, tidak! Aku hanya bercanda!" Seru Laras dengan panik. "Kalian para anggota OSIS sama sekali tidak punya rasa humor. Aku hanya bercanda, oke!?" "Berikan sesuatu yang ada di sakumu," ujar Randi. Mata Laras membelalak menatap pemuda di depannya seolah menatap monster yang begitu kejam dan menakutkan. "Tidak ada apa-apa di sakuku!" Teriaknya sambil mundur menjauh dari Randi dengan ngeri. Randi sangat tenang, "Menyembunyikan sesuatu maka dikurangi 10 poin, membantah OSIS dikurangi-—" Laras buru-buru mengeluarkan lipcream dari sakunya dan secara hormat memasukkannya ke dalam tas plastik yang ada di tangan Randi. "Ini paduka Randi yang mulia. Hamba yang biasa ini tak bisa menyembunyikan apa-apa di depan kekuatan besar Yang Mulia." Randi memutar matanya, setelah mengosongkan tas Laras, dia berhenti dan pergi dari kelas bersama anggota OSIS lainnya. Datang membawa tornado, pergi meninggalkan bencana. Pantas saja OSIS di sekolah ini sangat ditakuti, mereka sama sekali tidak memiliki perasaan sebangsa dengan murid lainnya. Setelah tiada jejak OSIS lagi, para murid di kelas menghela napas panjang dengan kesedihan yang jelas. Terutama Laras yang tasnya benar-benar kosong, tiada ditinggalkan untuk menghiburnya. Ketika dia pulang nanti, dia akan menjauhi Randi. Hatinya sakit mengingat pemuda batu itu baru saja mengambil barang-barangnya begitu saja.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.6K
bc

DENTA

read
16.9K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.5K
bc

Head Over Heels

read
15.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook