bc

My Dream Wedding (Indra dan Marisa Season 1)

book_age18+
11.8K
FOLLOW
108.6K
READ
possessive
sex
arranged marriage
boss
doctor
drama
bxg
campus
childhood crush
love at the first sight
like
intro-logo
Blurb

Warning 18++

"Mau sampai kapan gonta ganti pacar?"

"Kenapa, sih?"

"Kalo lo ngilang pasti nyariinnya ke gue."

"Resiko temen orang cantik. Banyak pacar tapi berakhir dijodohin mamah!"

"Hah ... Dijodohin?"

Marisa Hapsari gadis mahasiswi kebidanan. Playgirl cantik ini sering di ikuti penguntit, setiap dia terkena masalah, pasti ada seorang pria misterius yang menyelamatkannya. Sang Mama menjodohkan Marisa pada teman kecilnya, ternyata pria itu sangat dingin dan menyebabkan. Apakah Marisa mau? Apa Marisa akan mencintai pria ini?

"Aku mau di jodohkan dengan gadis itu, Ma!"

"Ya jelas mau, orang kamu suka sama dia dari kecil. Anak mama bucin sama cinta pertamanya.

Indra Wijaya, manager rumah sakit sekaligus dokter muda. Pria yang dingin dan ternyata seorang yang mencintai dan melindungi Marisa diam-diam.

Apa dia bisa mendapatkan hati sang gadis yang memiliki kekasih banyak? Bagaimana cara Indra melindungi Marisa diam-diam?

"Mau sampai kapan gonta ganti pacar?"

"Kenapa, sih?"

"Kalo lo ngilang pasti nyariinnya ke gue."

"Resiko temen orang cantik. Banyak pacar tapi berakhir dijodohin mamah!"

"Hah ... Dijodohin?"

Marisa Hapsari gadis mahasiswi kebidanan. Playgirl cantik ini sering di ikuti penguntit, setiap dia terkena masalah, pasti ada seorang pria misterius yang menyelamatkannya. Sang Mama menjodohkan Marisa pada teman kecilnya, ternyata pria itu sangat dingin dan menyebabkan. Apakah Marisa mau? Apa Marisa akan mencintai pria ini?

"Aku mau di jodohkan dengan gadis itu, Ma!"

"Ya jelas mau, orang kamu suka sama dia dari kecil. Anak mama bucin sama cinta pertamanya.

Indra Wijaya, manager rumah sakit sekaligus dokter muda. Pria yang dingin dan ternyata seorang yang mencintai dan melindungi Marisa diam-diam.

Apa dia bisa mendapatkan hati sang gadis yang memiliki kekasih banyak? Bagaimana cara Indra melindungi Marisa diam-diam?

Apa perjodohan mereka akan berakhir di pelaminan?

chap-preview
Free preview
BAB 1
Seseorang mengenakan seragam putih-putih dengan rambut yang diikat rapi terlihat akan memimpin pasien untuk mengejan dalam proses persalinan. Dia sudah memakai alat perlindungan diri lengkap seperti celemek, kacamata, penutup rambut, sarung tangan, masker, dan sepatu bot. Marisa juga telah menyiapkan semua alat seperti bak instrumen berisi pelengkapan hechting(1), pemecah ketuban, kain kasa, alat suntik serta gunting, di sebelah bak instrumen sudah tersedia obat-obatan suntik seperti lidokain, Metergin, oksitosin(2), dan peralatan infus. Selain ketiga obat itu, Marisa juga menyiapkan obat anti pendarahan seperti misoprostol.  Cairan klorin, air bersih, serta kendi yang nanti akan digunakan untuk menampung plasenta sudah tersedia rapi di tempatnya, siap untuk digunakan. Di meja yang lain, baju ganti bayi dan segala kebutuhan untuk membersihkan bayi dari darah dan air ketuban telah ia siapkan sejak awal pasien masuk ke ruang bersalin. Marisa memastikan tekanan darah pasien dan mengecek ulang denyut jantung janin. Semuanya dalam kondisi bagus. Bidan senior memerintahkan Marisa untuk memasangkan infus pada pasien. “Sekarang lakukan pemeriksaan dalam, Marisa, sudah berapa pembukaannya.” Marisa memasukkan jari ke lubang inti pasien untuk memastikan jumlah pembukaan. "Sudah pembukaan sepuluh, Bu,” ucap Marisa sambil menarik jari. "Pimpin pasien mengejan, ya. Ibu di kiri pasien dan kamu di kanan," instruksi bidan itu. "Baik, Bu.” Marisa memosisikan pasien agar nyaman untuk mengejan. Di bawah p****t pasien sudah terpasang underpad yang siap menampung darah dan air ketuban. "Bu, ayo ambil napas dari hidung lalu dorong yang kuat ketika ada mules. Kalau mules Ibu hilang, buang napas dari mulut. Ayo, Ibu pasti bisa, Ibu pasti selamat!” Marisa memimpin ibu agar bisa mengejan dengan benar. Namun, sudah dicoba beberapa kali masih belum berhasil. Marisa pun melakukan pijatan oksitosin alami agar kekuatan mules pasien bertambah sehingga mempercepat proses persalinan. Ini merupakan persalinan pertama bagi ibu tersebut, jadi ia membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan ibu-ibu yang sudah berkali-kali melahirkan. "Ibu jangan keluarkan suara dari mulut, itu akan mengurangi energi yang Ibu untuk mendorong bayi keluar,” ujar Marisa lagi. “Buka mata dan lihat ke arah perut ibu, tarik napas lagi dalam-dalam, kumpulkan kekuatan di puncak perut lalu mengejan. Ya! Ayo, Ibu pasti bisa!” Marisa kembali memberikan semangat. Marisa tak henti memberikan semangat di samping pasien tersebut dan sesekali memberikan pasien itu minum. Ia mencoba merangsang mules dengan mengusap perut pasien. Setelah lelah mencoba selama 15 menit, akhirnya ibu itu mengambil napas panjang dan mencoba mendorong kuat dengan kekuatan di puncak perut sesuai arahan Marisa. Akhirnya, kepala bayi pun muncul. Tangan Marisa bersiap untuk mencegah terjadinya robekan jalan lahir dengan melakukan sanggah susur. “Oakkk … oaakkkk!” Suara bayi yang lahir malam itu terdengar nyaring. Bayi ini adalah bayi ke-6 yang lahir saat Marisa bertugas malam ini. "Marisa, cepat suntikan oksitosin di paha kanan ibu,” perintah bidan senior ke Marisa. Marisa mengambil alat suntik yang sudah terisi obat. "Maaf, Bu, saya suntik dulu, ya,” ucap Marisa kepada pasien. Dengan hati-hati, ia menyuntikkan obat perangsang kontraksi otot rahim itu di paha atas kanan ibu. Bidan senior membersihkan mulut bayi agar tidak ada sumbatan pernapasan, sementara Marisa mengklem tali pusar bayi dan memotongnya perlahan. Tangan kiri Marisa menekan perut bawah pasien, sementara tangan kanan digunakan untuk menarik perlahan plasenta. Lima menit kemudian, plasenta sudah keluar dari perut ibu. Marisa mengecek apakah ada bagian yang tertinggal dan masih di dalam perut sang pasien. Ia juga sesekali mengecek apakah perut pasien terasa lembek atau keras. Jika perut pasien pascapersalinan terasa lembek, itu pertanda akan terjadi pendarahan. Benar saja dugaan Marisa, masih ada sedikit plasenta yang tertinggal dan menyebabkan pendarahan. Sementara itu, bidan senior baru selesai membersihkan bayi dari sisa lendir di mulut bayi, memakaikan pakaian dan menghangatkan bayi tersebut dengan sinar lampu khusus. "Marisa, kamu pasti bisa atasi pendarahan. Saya serahkan pasien ini ke kamu. Saya sudah lelah. Kamu pasti bisa." "Baik, Bu.” Marisa menambahkan obat pada cairan infus pasien dan meningkatkan jumlah tetesannya. Ia kemudian memakai sarung tangan yang lebih panjang. "Bismillah, maaf ya, Bu. Ini akan terasa sakit." Marisa memasukkan tangan ke jalan lahir pasien. Dengan jemari, ia membersihkan gumpalan darah dan sisa plasenta yang masih tertinggal di dalam rahim. Perlahan gumpalan-gumpalan bekuan darah keluar dari jalan lahir pasien dan sisa plasenta yang menempel pada dinding rahim juga ikut keluar. Marisa mengeluarkan kembali tangannya dan tangan kiri, ia mengecek keadaan perut pasien yang kini sudah terasa membulat dan mengeras. Melihat pengeluaran darah dari lubang inti pasien yang perlahan mulai berkurang, ia lega. "Lega rasanya pendarahan sudah berhenti." "Alhamdulillah, kamu berhasil menghentikan pendarahan, Sa," puji bidan senior. Marisa membersihkan sisa darah di paha pasien dan mengganti underpad yang telah penuh ternoda darah pasien dengan underpad yang baru. Ia menyimpan plasenta pada kendi yang biasa pasien gunakan untuk membawa plasenta itu pulang ke rumah. Setelah semuanya beres, Marisa mengecek kembali tekanan darah dan memberikan pasien minum. Ia juga sesekali mengecek perut ibu. Bagian bawah perut itu terasa membundar dan keras. Itu berarti rahim telah mengecil dan berkontraksi maksimal. Setelah yakin semua baik-baik saja, ia menemui keluarga pasien. "Proses persalinan berjalan lancar, meski tadi sedikit terjadi pendarahan pada ibu. Kami persilakan keluarga untuk menjenguk.” Marisa memberikan keterangan kepada keluarga pasien. Setelah keluarga pasien dipersilakan masuk, Marisa mengajarkan pasien dan keluarga untuk mengusap perut, merasakan perut terasa keras dan membundar pertanda tidak adanya pendarahan. Jika perut terasa lembek, pasien harus segera melaporkan keadaan itu padanya. "Sa, minum dulu kamu pasti lelah,” perintah bidan senior. "Baik Bu, terima kasih.” Marisa mengambil botol minuman yang diberikan seniornya. "Ngomong-ngomong, dinas ditemani kamu dua malam ini, pasien rame terus, ya, Sa. Kayak pembawa rejeki aja kamu ini.” Bidan Senior itu mengajak Marisa tertawa. "Bagus dong, Bu. Kan jadinya target saya buat menolong persalinan tercapai." "Tapi malam ini malam yang terbanyak, Sa. Kemarin kan cuma empat." "Iya, Bu. Lumayan target pencapaian pasien bersalin saya sudah tercapai selama sebulan ini." "Wah, hebat! Mahasiswi lain masih pada kurang, Sa. Serius tadi kamu keren. Saya sudah bisa lepas kamu mengerjakan sendiri. Mahasiswa yang lain masih perlu bantuan." "Iya. Bu. Saya harus bisa supaya ketika lulus nanti saya sudah siap dilepas di dunia kerja." "Mahasiswi sekarang jarang yang mandiri kayak kamu, Sa. Semua manja, semua mengandalkan kelulusan dengan uang dan nilai teori yang tinggi. Tapi pas dihadapkan dengan praktik di lapangan, kebanyakan tidak mampu untuk melakukannya secara mandiri." "Terima kasih, Ibu tadi memberikan kepercayaan pada saya," ucap Marisa sambil tersipu karena dipuji. "Semoga kamu semakin mahir ya, Sa. Sekarang saatnya kita observasi pasien sebelum kita pindahkan ke ruangan nifas." Malam itu, Marisa tidak tidur sama sekali karena pasien persalinan terbilang banyak dan menguras energi. Ia tak henti melakukan observasi secara berkala kepada setiap pasien yang telah melahirkan agar tidak terjadi kejadian yang tidak diinginkan. Marisa mengatasi rasa kantuk dengan membersihkan alat bekas pakai dan mensterilkannya. Ia membuang sampah infeksius ke tempat khusus, mengecek ulang ketersediaan obat-obatan injeksi, serta memastikan tanggal kedaluwarsanya. Marisa memberikan ibu obat minum paracetamol dan amoksisilin yang berguna untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya infeksi. Tak lupa ia memberikan vitamin A dan Sangobion untuk mengatasi kekurangan zat besi pada ibu nifas dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh agar mempercepat proses pemulihan, membantu mata dalam penyesuaian dari terang ke gelap, serta mencegah kerusakan mata yang berujung bercak dan kebutaan.  Pasien pascapersalinan membutuhkan semua obat-obatan tersebut mengingat rasa sakit yang dirasakan setelah bersalin, banyaknya darah yang keluar. Ibu melahirkan juga harus dipenuhi kebutuhan untuk nutrisi bagi mata ibu dan bayi. Setelah observasi selesai pasien siap dipindahkan ke ruangan nifas. Marisa dibantu keluarga pasien memindahkan ibu dan bayi.  Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi saat Marisa selelsai memindahkan semua pasien yang berada di ruang observasi. Sekarang hanya tersisa satu pasien di ruangan bersalin karena pembukannya memasuki 7 cm. Terdengar suara sahabat Marisa memasuki ruangan. Namanya Rosa. "Ayo Ros, kita tukeran shift dulu,” ajak Marisa. Marisa pun menjelaskan keadaan pasien agar Rosa memahami dan menyiapkan segala kebutuhannya. "Semalam jumlah yang melahirkan berapa, Sa?" tanya Rosa. "Ada enam, Ros, dan aku nggak tidur sama sekali." "Wah keren pasien lo banyak banget, Sa. Buruan lo pulang istirahat di kos-kosan. Jangan keluyuran kemana-mana lagi, tidur aja sampe gue balik. Nih, udah gue beliin bubur buat lo sarapan.” Rosa menyodorkan sebungkus bubur yang ia beli untuk Marisa. "Pasti lo belum makan kan, Sa?" "Kepala aku juga pusing karena semalem nggak tidur." "Ya udah sana, pamitan sama senior terus lo balik." "Iya Ros, semoga shift lo lancar dan banyak pasiennya, yah." Marisa membuka bungkus bubur yang diberikan Rosa dan memakannya. Sesudah makan, ia berpamitan kepada bidan senior dan bergegas untuk pulang ke indekosnya untuk beristirahat. Pagi itu, ia pulang sendiri karena mahasiswi ruangan yang lain sudah pulang lebih awal. Marisa berjalan melewati lorong rumah sakit yang saat itu terbilang lumayan sepi. Tiba-tiba, kepalanya terasa pusing. Pandangannya terasa kabur dan kakinya lemas untuk berpijak. Bruuuk! Badan Marisa seketika ambruk di lantai lorong itu. Kesadarannya pun perlahan menghilang.   ___________ [1] hecting adalah istilah sehari-hari di kalangan kebidanan yang berarti menjahit luka [2] lidokain, Metergin, dan oksitosin adalah obat suntik standar yang digunakan dalam menolong persalinan. Lidokain adalah obat bius lokal, Metergin dan oksitosin adalah obat untuk merangsang kontraksi otot rahim  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

I LOVE YOU HOT DADDY

read
1.1M
bc

Married By Accident

read
224.1K
bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
50.0K
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.9K
bc

The Ensnared by Love

read
103.8K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.7K
bc

Om Tampan Mencari Cinta

read
399.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook