bc

Two Little Hearts

book_age12+
392
FOLLOW
1.8K
READ
fated
friends to lovers
arrogant
band
student
drama
sweet
like
intro-logo
Blurb

My Boy Series:

Ini kisah Bram Oktafino, lelaki normal yang memiliki tinggi badan yang selalu diejek. Padahal dia cukup ganteng, menurut Guntur--sahabat terbaiknya.

Dan ini juga kisah Stella Berliana, gadis angkuh yang ternyata ditaksir oleh Bram dan Guntur. Apa jadinya, jika ia jatuh cinta dengan salah satu dari mereka?

Akankah persahabatan Bram dan Guntur hancur? Atau ... hati siapa yang akan hancur?

chap-preview
Free preview
Prolog
Seorang lelaki pendek dan imut sedang memerhatikan daftar nama di depan kelasnya, yaitu XI IPS-4. Ia merengut kecewa, karena dia tidak lagi sekelas dengan seorang perempuan yang sering ia perhatikan diam-diam. "s**l, nggak sekelas sama dia lagi." Bram berdecak, dan membaca nama-nama yang lain. "Astaga, gue emang jodohnya sama Guntur, kali ya? Najis sekelas mulu dari SMP!" Saat Bram komat-kamit karena kesal, ada seorang perempuan yang sedang membaca daftar nama di depan pintu kelas sebelah, XI IPS-5. "Yey, sekelas sama Nico!" pekik perempuan itu senang, dan masuk ke kelas dengan senyuman lebar, tanpa melirik Bram sama sekali. Bram menghela napas. "Yang penting, dia seneng." Lalu Bram pun masuk ke dalam kelasnya, yang terlihat masih sepi. Bram memilih barisan pojok, agar tidak terlalu dilihat guru. Dia sangat malas berurusan dengan guru, apalagi jika disuruh ke depan untuk mengerjakan soal dan ditambah jika soal di papan tulis itu sangat tinggi. Dia malas menjadi bahan ejekan dari kelas sepuluh. Tubuhnya yang kecil selalu menjadi bahan lelucon di kelas. Bram memilih menyandarkan kepalanya ke dinding, tempat duduknya sangat strategis untuk tidur. Namun, saat matanya hampir terpejam, ada saja yang tiba-tiba berteriak heboh saat masuk kelas. "Braaamm! Di manakah dirimuuu?" Bram mengernyit, dan pura-pura tidak mengenali orang gila tersebut. Ia malah menutup wajahnya dengan hoodie. Dan kembali ingin tidur. "Dor! Apa kabar, Bro?! Udah lama kita nggak ketemu!" Bram merasa sangat jengkel saat tubuhnya diguncang oleh orang gila tersebut--Guntur. "Dua hari yang lalu lo nginep rumah gue, Dodol," dengus Bram dan membuka hoodie-nya. "Oh ya? Eh, iya. Gue baru inget," ujar Guntur menyengir, "by the way, gue sedih deh karena nggak sekelas sama Stella." Mata Bram melebar saat mendengar nama tersebut. "Lo kecewa? Kenapa?" "Ya iyalah, dia kan bebeb gue pas kelas sepuluh! Sekarang, gue nggak bisa liat wajah cantiknya di kelas." "Bebeb? Idih, ngaku-ngaku." Bram tidak suka Guntur mengaku sebagai pacar Stella. "Dia itu sebenernya suka sama gue juga, cuma gengsi aja!" Bram terkekeh. "Bukan gengsi, tapi malu lah suka sama cowok gila kayak lo." "Lo juga gila, Bram!" Bram menaikkan satu alisnya. "Gila kenapa?" "Emang gila itu harus ada alasannya? Pokoknya lo gila." "Auk ah. Lo lebih gila." "No! Gue itu lebih tinggi, bukan lebih gila." Bram langsung menjitak kepala Guntur dengan keras. "Jangan bahas tinggi badan!" Guntur terkekeh puas. "Kenapa? Karena lo imut-imut, ya?" "Iya, dan lo amit-amit!" *** Saat jam istirahat, lagi-lagi Bram duduk berdua bersama Guntur di kantin. Astaga, Bram benar-benar merasa seperti gay karena selalu bersama Guntur. Tapi, Bram bukan gay! Bram masih suka dengan perempuan cantik. Bram juga ingin memiliki pacar, dan ia hanya ingin gadis itu. Bukan yang lain. "Bro, Stella lagi makan sama Nico. Mereka kok tiba-tiba deket, sih?" Bram mengangkat bahunya. Ia juga tidak berharap Stella akan dekat dengan Nico. Bram tidak suka melihat Stella dekat-dekat dengan lelaki urakan itu. "Nico lagi naik daun, sih." Guntur bergumam lalu melahap satu bakso ke mulutnya. "Kata anak-anak, Stella itu cuma suka sama cowok yang lagi famous di sekolah." "Yang bener, Bro?" tanya Bram serius. Guntur hanya mengangguk, dan mengunyah bakso yang ada di mulutnya. "Gimana cara biar terkenal, ya?" Bram bertanya pelan, tapi Guntur mendengarnya. "Kenapa lo pengin terkenal? Lo suka Stella?" tanya Guntur terlihat marah. Bram langsung menggeleng panik. "Erm ... nggak." "Oh! Gue tau! Lo pengin kita terkenal, biar gue ada kesempatan buat Stella! Iya, kan?" Kini senyum Guntur mengembang lebar. Bram meringis dan menganggukkan kepalanya dengan terpaksa. "Yap!" "Ah, lo emang best friend gue banget, Bram!" Bram hanya terkekeh, dan tidak sengaja melihat seseorang yang lumayan ia kenal. "Troy dan Disa. Mereka selalu digosipin pacaran, tapi mereka ternyata cuma sahabatan. Menurut lo, siapa yang memendam rasa di antara mereka, Bro?" tanya Bram serius pada Guntur. Guntur pun mulai berpikir dengan keras. "Kalo Troy normal, pasti Troy. Soalnya Disa cantik gitu." "Jadi, menurut lo, Troy nggak normal?" Bram menaikkan satu alisnya. "Nggak tau, tapi dia jarang main sama anak-anak yang lain. Dia juga nggak bisa main futsal. Payah, deh." "Lo stalker-nya Troy, ya?" Bram terkekeh, "tau banget tentang Troy." "Wih, gue mah tau semuanya. Google aja kalah!" "Anjir, hiperbola lo terlalu berlebihan." Bram tertawa, hingga matanya menyipit. "Kalo nggak berlebihan, namanya bukan hiperbola, Mas!" Guntur melempar Bram dengan es batu dari es teh manisnya. Dan untung saja, Bram bisa menghindar. Tapi, es batu itu malah mengenai kepala orang lain yang duduk tidak jauh dari Bram. "Argh ... s**t, siapa sih yang main es batu? Alay banget!" Guntur langsung menutup wajahnya saat perempuan yang terkena es batu itu berjalan ke mejanya. "Heh, kalian yang lempar kepala gue pake es batu?" tanya perempuan itu dengan ketus. "Bram, Stell. Bukan gue, sumpah!" Bram langung melototi Guntur dengan geram. Tapi, Guntur malah meringis takut. Akhirnya, Bram pun pasrah. "Sori, Stell. Gue yang main es batu tadi." Bram sedikit takut menatap Stella, ia menggaruk kepalanya dengan canggung. Stella berdecak, "Bram, badan lo udah kecil. Tingkah lo jangan sampe kayak anak kecil juga, dong." Rasanya hati Bram seperti diremas. "Iya, sori," jawab Bram, dan ia benar-benar tidak akan mengampuni Guntur. "Oke, dan asal lo tau, gue sangat amat senang karena kita nggak sekelas sekarang. Gue bisa belajar lebih tenang tanpa badut-badut kayak kalian." Bram merasa sangat malu. Stella bicara tidak dengan volume suara yang pelan. Semua anak-anak yang sedang makan di kantin pun, langsung menonton drama yang Stella buat. "Lebay! Lo cuma kena lempar es batu, bukan batu bata!" Seorang perempuan berteriak keras, saat semuanya hening. Stella menatap perempuan itu dengan jengah. "Nggak usah ikut campur, Dis." Disa berdiri dari duduknya, dan menghampiri Stella. "Dia udah minta maaf. Dan lo malah ngoceh dan ngehina dia. Lo pikir, lo siapa?" Stella tersenyum miring. "Stella Berliana. Lo nggak kenal gue, Dis?" "Kenal. Lo itu nenek sihir, kan?" Disa tersenyum manis, namun itu malah membuat Stella terpancing emosi. "Lo mau ngajak ribut, Dis? Wow, punya nyali juga lo." Bram tidak tahan menyaksikan pertengkaran dua orang perempuan. Rasanya dia ingin menghilang detik itu juga. "Cukup. Dis, udahlah. Jangan ikut campur urusan mereka." Troy datang dan melerai, ia merangkul Disa dengan santai. "Maafin Disa ya, Stell. Dia cuma--" "Urus sahabat lo baik-baik, Troy. Dan ingetin dia, biar nggak usah jadi pahlawan kesiangan." Stella melipat tangannya di depan perutnya. "Oke, Stell. Thanks." "Troy! Kenapa lo--" "Ssstt, kita ke kelas aja. Ayo!" Troy menarik tangan Disa, dan mengajak perempuan itu kembali ke kelas. Tentu saja Disa tidak mungkin membantah sahabat baiknya itu. Setelah mereka pergi, Bram jadi merasa bersalah pada Disa, seharusnya perempuan itu tidak usah membela dirinya. Bram tiba-tiba merasa tepukan di bahunya. Ternyata Stella menepuk bahu Bram beberapa kali. "Gue maafin lo, dengan satu syarat." Bram menaikkan alisnya, penasaran. "Syaratnya apa?" Stella tersenyum miring dan berbisik di telinga Bram. "Lo harus minum s**u yang banyak, biar tinggi." Lalu Stella terkekeh, dan kembali berdiri dengan tegak. Hati Bram sakit, rasanya seperti teriris oleh belati. Tapi, Bram tidak mungkin marah pada perempuan itu. Jadi, Bram pun membalas ejekan Stella itu dengan senyum manis. "Oke, makasih, karena lo udah sangat perhatian." "Oh, sama-sama." Stella membalas senyum Bram. Lalu kembali duduk di mejanya bersama Nico. Bram langsung melempar Guntur dengan es batu dari es jeruknya. "Puas lo?" Guntur malah tertawa menerima lemparan-lemparan Bram. "Sori, Mas Bram! Gue nggak nyangka kasusnya jadi serius gitu. Sumpah!" Bram masih belum puas menyiksa Guntur, ia pun hanya mendengus kesal. Bram benar-benar malu karena sudah dihina oleh perempuan yang ia sukai sejak setahun yang lalu. Stella. Ia terlihat sombong, angkuh, dan kata-katanya sangat tajam. Tapi, entah kenapa, Bram tidak pernah berhenti menyukai perempuan itu. Meski sudah dihina pendek, alay, badut dan seperti anak kecil oleh Stella, tapi itu tetap tidak bisa mengurangi rasa suka Bram pada gadis angkuh itu. Mungkin, gue cuma badut pendek di mata lo. Tapi, gue nggak akan nyerah. Lo mau cowok yang tinggi? Oke! Gue akan rajin minum s**u mulai besok!

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Om Bule Suamiku

read
8.8M
bc

Hubungan Terlarang

read
500.2K
bc

Pernikahan Kontrak (TAMAT)

read
3.4M
bc

Sepenggal Kisah Gama ( Indonesia )

read
5.0M
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
50.5K
bc

My Ex Boss (Indonesia)

read
3.9M
bc

PASSIONATE LOVE [INDONESIA] [END]

read
2.9M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook