bc

ANNETA

book_age18+
887
FOLLOW
5.9K
READ
possessive
goodgirl
boss
drama
comedy
sweet
like
intro-logo
Blurb

Anneta merasa hidupnya selalu tidak beruntung. Setelah kedua orangtuanya meninggal, ia harus menerima kenyataan telah dikhianati oleh orang yang ia sayangi.

Kehidupannya yang sudah berantakan terasa jungkir balik setelah tanpa sengaja ia menemukan sebuah buku diary. Buku diary milik gadis bernama Naira itu menuntun hidupnya menuju pada banyak hal yang tidak terduga. Dari berbagai hal yang menyebalkan hingga paling manis. Bahkan melalui buku tersebut ia harus berurusan dengan laki-laki dingin dan menyebalkan bernama Alfian.

Apakah kisah Anneta akan berakhir seperti drama yang berakhir manis? Atau malah berakhir tragis karena Naira, pemilik buku tersebut ternyata sudah meninggal dunia.

chap-preview
Free preview
Anneta - Bab 1
Anneta mengerutkan keningnya begitu dalam. Dia bingung dengan sikap gadis di depannya ini. Sudah sepuluh menit mereka duduk berhadapan, tapi tidak satu kata pun yang keluar dari bibir sahabatnya itu. "Ta, bisa kita ketemu? Ada hal penting yang mau gue omongin," itu kalimat yang Virni ucapkan beberapa menit lalu dari seberang telepon. Setelah kelasnya berakhir, Annetapun langsung meluncur ke tempat kos gadis itu. Dan saat Anneta sudah sampai di sini, sahabatnya itu malah hanya membisu. Bahkan matanya kini berkaca-kaca, seolah dia baru saja melakukan sebuah dosa besar. Atau setidaknya, dia seperti baru saja melakukan sebuah kesalahan yang tidak termaafkan. Anneta benar-benar bingung dibuatnya. "Vir?" ucap gadis bersurai panjang itu untuk kesekian kalinya, tapi Virni masih saja diam. Bahkan bahu gadis di depannya itu kini nampak bergetar. Virni menangis. Tapi kenapa? "Lo kenapa si, Vir? Hal penting apa yang mau lo omongin? Kenapa malah nangis?" tanya Anneta sembari menundukkan wajahnya ke arah Virni, tapi gadis itu malah mengelak. Seolah enggan bertatap muka langsung dengan Anneta. "Lo berantem sama, Tara?" Anneta mencoba menebak apa yang mungkin terjadi. Tara adalah kekasih Virni. Setahu Anneta, Tara dan Virni jarang sekali bertengkar hebat. "Maafin gue, Ta," akhirnya kalimat itu meluncur dari bibir tipis Virni. Punggung tangannya berusaha mengelap air mata yang sudah membanjiri wajahnya. Perlahan gadis itu mengangkat wajahnya. Tapi kembali menunduk dan kali ini menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Maafin gue," katanya lagi. Anneta makin mengerutkan kening, dia tidak mengerti dengan kata maaf yang gadis ini maksud. "Kenapa minta maaf? Emangnya lo salah apa sama, gue?" Sebenarnya Anneta mulai gemas tapi dia mencoba bersabar dengan menarik napas perlahan. Bukannya menjawab, tangisan Virni malah makin meledak. Bahkan kini dia memeluk tubuh Anneta dengan mengucapkan berkali-kali kata maaf. Anneta sungguh makin bingung dengan sikap sahabat yang ia temui semenjak masa ospek ini. "Lo kenapa si, Vir?" tanya Anneta lembut sembari mengusap punggung Virni. Dia sungguh tidak bisa menebak apa pun kesalahan yang mungkin bisa Virni lakukan. Namun deritan panjang di ponsel membuat Anneta melepaskan pelukannya pada gadis itu. "Iya, Ga? Kenapa?" Mata Anneta langsung membeliak saat mendengar apa yang dikatakan orang di seberang telepon. “Oke, gue ke sana,” lanjutnya sedikit panik. *** Anneta terpaksa meninggalkan Virni dengan pertanyaan yang belum terjawab. Apa yang terjadi saat ini rasanya lebih darurat dari pada tangisan sahabatnya itu. "Cowok lo berantem sama Tara, Ta!" suara Aga, salah satu teman kampusnya seolah berdengung di kepala Anneta. Ia pun segera berlari menuju kampus yang kebetulan tidak terlalu jauh dari tempat kos Virni. Benar saja, dua manusia itu sedang beradu jotos di pinggir jalan. Bukannya menolong, teman-teman yang lain malah seolah saling membelah diri menjadi dua kubu. Yang satu meneriakkan nama Ryan, dan satu kubu lagi meneriakkan nama Tara. Benar-benar seperti anak SD. "Cukup! Tara! Lepas!" teriak Anneta berusaha melepaskan tangan Tara yang sepertinya mendominasi perkelahian itu. Cowok yang tak lain adalah kekasih Virni sekaligus sepupu Anneta itu terlihat begitu berang. Bahkan seperti siap membunuh tubuh yang sudah terkulai tidak berdaya di bawahnya. "Tara! Cukup!" Meskipun dengan susah payah, akhirnya dia berhasil mendorong Tara hingga cowok itu terhuyung ke arah samping. "Lo gila? Hah!" kata Anneta dengan d**a yang sudah naik turun. Tidak jauh berbeda dengan Tara, yang bahkan telihat jelas kilatan emosi di matanya. Wajahnya sudah dipenuhi peluh dan juga memar. "Lo mau bunuh, dia? Hah!" teriak gadis itu sekali lagi, namun Tara masih menampakkan emosinya. "Manusia b***t kaya dia! Memang pantas mati!" desisnya kesal lalu memilih pergi begitu saja. Anneta langsung bersimpuh dan menopang kepala Ryan. Wajah cowok itu benar-benar terlihat sangat mengerikan. "Ryan, Ryan!" ujarnya gusar karena cowok yang tak lain adalah kekasihnya ini tampak memejamkan mata. Tapi dia menghembuskan napas lega saat terdengar erangan dari bibir itu. "Kalian semua bisa berguna dikit nggak, si! Tolongin!" teriak Anneta penuh emosi pada teman-temannya yang hanya berdiri mematung. Dan malah menjadikan mereka tontonan gratis. *** Ryan menolak dibawa ke klinik. Padahal kondisinya tidak bisa dikatakan baik, tapi Ryan bilang dia pantas mendapatkan ini semua. Anneta sungguh tidak mengerti dengan sikap kekasihnya yang hampir sama dengan sikap Virni tadi. Cowok ini pun berulang kali mengucapkan kata maaf kepadanya. Kenapa mereka? "Tadi Virni, sekarang kamu, sebenarnya ada apa, si?" tanya Anneta setelah selesai membersihkan dan mengobati luka Ryan. Wajah itu tertunduk, bahkan terlihat makin menyedihkan. "Maafin aku ... sayang, maafin aku." Anneta hanya berdecap kesal. "Dari tadi kamu itu cuma ngomong maaf! Sebenarnya kesalahan kamu itu apa?" kata Anneta gemas. Anneta sudah siap membuka mulutnya kembali, tapi urung saat ponselnya berderit. Menandakan satu pesan masuk. Virni : Gue hamil Dua kata yang seketika membekukan dunia Anneta saat itu juga. Bahkan ponsel yang ia pegang hampir saja jatuh kalau saja kesadarannya tidak segera kembali. Jantungnya perlahan berderab kencang saat potongan kejadian hari ini menyatu seperti sebuah pazel. Virni berkata maaf padanya, Tara memukuli Ryan dan bilang jika Ryan adalah cowok b***t. Lalu Ryan .... Kepala Anneta perlahan menoleh ke arah cowok yang kini tengah menatapnya dengan raut wajah sedih dan juga bersalah. Dua orang hari ini mengatakan kata maaf, tapi tidak satu pun dari mereka mengatakan apa kesalahan yang mereka perbuat. Lalu …. Bibir Anneta bergetar, bahkan dia tidak yakin bisa mengucapkan pertanyaan itu. Tidak, otaknya menolak kesimpulan yang muncul begitu saja di sana. Tapi, adakah penjelasan lain yang lebih memungkinkan dari apa yang ia pikirkan saat ini? Atau memang sebenarnya itulah yang sedang terjadi? Virni dan Ryan … tapi, tegakah mereka melakukan itu? Tegakah? "Virni hamil," cicit Anneta nyaris tak terdengar. Tapi Ryan bisa mendengar perkataan itu dengan jelas. Cowok itu menundukkan kepalanya lebih dalam lagi. "Virni hamil!" ujar Anneta sekali lagi, kini ada getar dalam nada suaranya. Mata jernih itu mulai memanas, dia masih berusaha menolak segala macam pikiran buruk yang kini bersarang memenuhi otaknya. "Kenapa kalian meminta maaf di hari yang sama? Apa ....." Satu bulir air menetes tanpa bisa ia kendalikan. "Ta ...." Anneta menepis tangan Ryan yang ingin mengusap pipinya. Dia menggeleng keras, bulir-bulir bening itu makin bersusulan. "Siapa pelakunya? Siapa?" lirihnya dengan wajah yang sudah basah, Ryan ikut menitikan air matanya. "Maaf," lirihnya. Anneta menggeleng keras, menatap nanar cowok yang sangat dicintainya itu. Bahkan rasanya baru kemarin mereka merangkai segala macam rencana yang akan dilakukan setelah selesai skripsi nanti. Tapi segala rencana itu, segala angan itu, menguap begitu saja. Bagaikan kertas yang terbakar, lalu menjadi abu, dan lenyap tertiup angin. "Kenapa? Apa salahku? Kenapa?" Isakan itu mulai terdengar. Anneta benar-benar tidak mengerti dengan semua ini. Apa-apaan mereka berdua ini? Kenapa mereka begitu tega? "Maaf," cicit cowok itu lagi, nyaris tidak bersuara. Anneta berusaha berdiri, tapi kakinya mendadak lemas seperti tidak bertulang. Untung saja Tara datang di waktu yang tepat, hingga tubuh lemah itu bisa segera ia tangkap. Anneta menangis tanpa suara. Berkali-kali dia meremas kemeja yang Tara gunakan untuk meredakan sakit dalam dadanya. "Sudah, Ta! Nggak perlu menangisi mereka. Air mata kamu terlalu berharga," ujar Tara yang kini menarik tubuh itu ke dalam pelukannya. "Tapi kenapa? Kenapa mereka tega, Tar?" Tara hanya menghela napasnya yang terasa sesak, hatinya juga hancur. Apalagi jika mengingat hubungannya dengan Virni sudah berada pada tahap serius. Bahkan mereka sudah merencanakan untuk bertunangan dalam waktu dekat. Tapi tetap saja, Anneta lebih butuh penguat. Dua bulan yang lalu gadis ini baru saja kehilangan kedua orangtuanya. Luka itu masih menganga, dan kini kembali terkoyak disaat luka itu belum benar-benar mengering. "Kita pulang, ya?" Anneta tidak menjawab, kepalanya tiba-tiba saja terasa pening. Dan dia sudah tidak bisa memikirkan apa pun untuk saat ini. Dia pasrah dan tidak memprotes sedikit pun saat Tara membopongnya pergi dari tempat itu. Sementara Ryan, cowok itu hanya menundukkan kepala, menyesali kebodohannya. Dia merasa kotor dan sungguh tidak pantas walau hanya sekedar untuk menyentuh Anneta. Gadis yang menjadi kekasihnya selama dua tahun belakangan ini. Ya Tuhan, dia sungguh berdosa. "Maaf, Anneta sayang ...." lirihnya dengan satu bulir bening yang kembali menetes. Penyesalan memang nyatanya selalu datang terlambat. *** Anneta hanya bisa menatap kosong jalanan yang kini mereka lintasi. Air matanya sudah mengering, namun hatinya masih begitu sakit menerima kenyataan ini. Dia benar-benar masih tidak bisa menemukan jawaban yang tepat untuk pertanyaan yang terus memenuhi isi kepalanya. Kenapa mereka begitu tega? Apa kesalahannya? Apakah dia terlalu cerewet? Apa dia kurang berlaku baik pada Ryan? Apakah saat menjadi sahabat dia tidak berlaku baik pada Virni? Atau kenapa? Apa sebenarnya kesalahan yang pernah ia lakukan pada kedua manusia itu? Usapan lembut dari cowok yang sedang menyetir di sampingnya membuat Anneta menoleh. Hati Tara begitu sakit melihat sorot sedih dari wajah sepupunya itu. “Kenapa Tar? Apa salah kita?” lirih gadis itu. Tara menghela napasnya yang ikut merasakan sesak, lalu mengusap lembut kepala Anneta. “Bukan salah kita, mereka yang bersalah. Biarkan mereka menanggung perbuatan yang mereka lakukan, jangan libatkan kita ke dalamnya,” ujar Tara mencoba menenangkan, sebenarnya ia bingung mencari jawaban atas pertanyaan gadis ini. Yang jelas, dia hanya ingin meyakinkan, bahwa semuanya terjadi karena keegoisan Virni dan Ryan. Dan dia tidak mau Anneta menyalahkan dirinya sendiri. “Tapi kenapa mereka tega?” Satu bulir air mata kembali menerobos keluar. Tara hanya bisa mengusap-usap kepala Anneta, karena kini dia sedang fokus pada kemudinya. “Mungkin akan sedikit susah, namun kita harus bisa bangkit dari masalah ini. Jangan rugikan diri kamu dengan terus menerus menangisi ini. Buktikan pada Ryan, bahwa kamu bukanlah gadis lemah, buat dia menyesal karena sudah menyakiti hati kamu. Dan yang pasti, jangan salahkan diri kamu sendiri, karena memang ini bukan kesalahan kamu,” ujar Tara pada akhirnya setelah berhasil memarkirkan mobilnya di halaman rumah. Anneta tak mampu berkata-kata lagi, bulir-bulir bening itu kian menderas. “Menangislah sepuasmu, tapi setelah ini … kamu harus bisa bangkit. Air mata itu terlalu berharga untuk terus kamu tumpahkan. Ryan tidak berhak terus kamu tangisi,” lanjutnya seraya menarik tubuh sepupunya itu ke dalam pelukan. Tanpa terasa, air matanya juga ikut menitik. Tapi secepatnya ia hapus. Tidak, bukannya dia malu. Hanya saja dia merasa, Virni tidak pantas untuk ia tangisi. ***  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Undesirable Baby 2 : With You

read
161.6K
bc

Mengikat Mutiara

read
142.1K
bc

True Love Agas Milly

read
197.6K
bc

Nur Cahaya Cinta

read
358.5K
bc

Tuan Bara (Hasrat Terpendam Sang Majikan)

read
110.8K
bc

Turun Ranjang

read
578.7K
bc

Long Road

read
118.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook