bc

MENAKLUKKAN HATI CEO ARROGAN.

book_age18+
1.5K
FOLLOW
6.4K
READ
revenge
arrogant
sweet
female lead
others
like
intro-logo
Blurb

“Sebutan apa lagi yang pantas aku sematkan padamu, selain tukang rusak rumah tangga orang dan wanita yang gila harta.” Reifan memandang wanita di depannya dengan penuh emosi.

“Wanita perebut kekasih orang, mungkin?” Freya berucap dengan mata berkilat menggoda.

“Dan kamu tahu siapa sasaranku?” bisik gadis itu, seiring dengan wajahnya yang mendekati wajah tampan yang terlihat semakin murka dan ingin sekali menguburnya hidup-hidup.

“Kamu, kamu sasaran berikutnya.”

Puas sudah Freya jadinya. Padahal jika mau jujur, ingin sekali ia mencabik-cabik wajah lelaki yang selalu saja menghinanya ini.

Bolehkah Freya protes pada takdir? Mengapa hidupnya harus selalu bersinggungan dengan lelaki yang berwajah tampan tapi mulutnya nyinyir, mengalahkan mulut neneknya di rumah?

chap-preview
Free preview
PART 1 - KITA BERTEMU LAGI
Sebuah mobil berhenti tepat di depan lobby gedung DELVARO'S GROUP. Satpam membuka pintu mobil dan mengangguk sopan, ketika dari dalam mobil keluar seorang lelaki dengan postur tubuh tinggi dan terlihat tampan. "Selamat pagi pak." "Pagi." Lelaki dari dalam mobil menjawab dengan senyuman hangat, khas seorang pemimpin. Ia adalah Reifan Gerald Delvaro. Salah satu pengusaha muda di negeri ini. Tatapan matanya tajam, serasi dengan bentuk rahangnya yang memiliki garis keras dan tegas. Menandakan ia seorang lelaki yang memiliki pendirian kuat dan tak mudah tergoyahkan. Reifan membenarkan jasnya sebelum melangkah ke dalam gedung. Beberapa karyawan mengangguk hormat padanya ketika ia melintas. Tak lupa pengawal pribadinya ikut kemana pun Reifan melangkah. Ia menuju lift khusus yang memang khusus untuk dirinya, ketika ponselnya berbunyi. Marsha? "Hallo." "Kakak, bagaimana? Ada kabar dari Edwin?" Reifan mengerang dalam hati. Pegangannya pada ponsel menguat. "Maaf, kakak sibuk belakangan ini." Terdengar helaan napas dari sana. "Kalau kakak sibuk gak apa, gak usah cari." Pintu lift terbuka, Reifan masuk ke dalam lift. "Ya sudah, kakak bekerja dulu. Kamu jaga kesehatan ya." "Baik kak." Sambungan terputus. Reifan menghembuskan napas lelah. Kesibukannya belakangan ini membuatnya melupakan sang adik. Kemarin ia mendapat kabar jika suami Marsha kembali berulah. Kali ini pergi setelah meminta cerai dari sang adik. Ini pasti gara-gara wanita b******k itu. Padahal Reifan sudah memberinya peringatan, tapi adik iparnya itu justru memilih jalan bercerai dari sang adik. "Awas, akan aku cari mereka berdua." Kesibukan kembali menguasai hari Reifan. Mungkin nanti ia akan meluangkan waktu pergi ke rumah Marsha. Kasihan adiknya itu, ia tengah hamil muda, tapi suaminya entah ada di mana. Suasana supermarket Sun Market tengah ramai. Jam sudah menunjukkan pukul delapan lewat tiga puluh menit. Itu berarti ia sudah telat tiga puluh menit dari waktunya shift pertama di mulai. Tampak seorang gadis baru saja turun dari motor. Ia adalah Freya Ivanka, seorang gadis manis dengan tubuh ramping dan cantik. Sayang, bermulut pedas. Menyerahkan helmnya pada lelaki yang kini duduk di atas motor. "Ingat Yaya! Ini terakhir kalinya gue kasih lo kerjaan. Kerja yang benar, jangan macam-macam, jangan buat ulah. Gue gak mau ada kisah ulang lagi kayak yang udah-udah. Mengerti?" Seakan tak bosan, lelaki teman main Yaya sejak kecil yang bernama Jamal, selalu mengingatkannya pada kejadian usang, kejadian yang membuatnya selalu jadi tersangka. "Iya Jamal, terima kasih." Yaya membereskan rambutnya yang berantakan karena tertiup angin. Tersenyum pada Jamal yang baik hati mau mengantarnya sampai tempat kerja. "Percuma dandan cantik segala macam, kalau naik motor. Pasti berantakan," keluhnya. "Lo naik motor ngebut amat sih Mal, ini berantakan rambut gue jadinya." Jamal berdecak. "Udah syukur lo gue anterin. Udah bokek, protes mulu." Freya melotot. "Iya Jamal. Iya. Maaf." Mulut gadis itu mengerucut. "Tumben lo sensi, lagi PMS ya?" goda Freya. "Salim." Jamal memberikan telapak tangannya ke arah Freya. "Harus?" Mata Freya menatap horror telapak tangan Freya. Nanti aja deh bang, kalau kita udah nikah." Freya mengedipkan sebelah matanya sebelum masuk ke gedung supermarket itu. Jamal bergidik menatap ke arah Freya yang melenggang masuk ke dalam gedung. "Nikah ama dia? Mending gue jadi bujang lapuk sekalian." Tak lama Jamal terkekeh. "Tapi mending sih, kerjaan yang ini dia bertahan sebulan. Bagus lah, walau gue kudu jadi kang ojek. Demi Emak! Bukan demi dia!" Andai Mak Sanah gak ngomel-ngomel, mana mungkin dia mau anter jemput Freya yang menurutnya cewek biang segala masalah. Kebagusan gak sih, apalagi kalau dapat shift ke dua, anter jam tiga sore, dan jemput jam sepuluh malam? "Sama calon istri itu jangan perhitungan, Jamal! Siapa tahu nanti Freya kerja betah, dan dapat duit. Buat nambah-nambah biaya kalian nikah. Dari pada nunggu kamu kasih tambahan, bengkel kamu aja masih berantakan." Mengingat bengkel, sebenarnya pengen banget Jamal lempar Freya ke kutub utara. Dendam yang tak terbalas, itu judulnya kalau kisahnya dan Freya jadi sinetron. "Freya itu masih gadis, calon bini lo. Nanti dia kenapa-kenapa di jalan gimana? Freya itu cantik, bisa mengundang laki-laki di luar sana. Bisa rugi kamu kalau kehilangan dia!" Itu juga ocehan Mak Sanah, ketika Jamal malas jemput. Andai Mak Sanah tahu, hanya laki-laki eror yang mau melirik Freya. Sementara Freya, jika Jamal emosi selalu saja bisa memberi nasehat. "Jamal, sama anak yatim piatu gak boleh marah-marah, nanti masuk neraka." Kalau sudah begitu Jamal mingkem. Freya langsung ke tempat ganti baju dan ia memoles lagi dandanannya. "Yaya, lo kesiangan mulu." Nida teman Freya menegur. Freya nyengir. "Sorry, gue kena macet, lampu merah mati di jalan." "Hah! Alasan basi." Mulut Freya manyun. "Terus gue kudu pake alasan apa? Ada si komo lahiran gitu di jalan?" Setelah yakin ia sudah cantik maximal, Freya keluar. Tujuannya hanya satu, kasir nomer lima. Tugasnya berjaga kali ini. Terlihat kasir itu cukup ramai. Kiki, teman Freya yang biasa mewakili jika ia kesiangan, tampak sibuk sekali. "Kiki," sapanya. Kiki menoleh. "Eh lo dah siap." Kiki bangkit. "Sorry ya telat." Freya gak enak hati. "Gak apa-apa kalau lo telat mah. Asal jangan lupa traktir tiap malam minggu." Kiki menepuk bahu Freya. Sekedar mengingatkan. "Kebiasaan!" Cuma Kiki yang gak protes Freya kesiangan. Ya iyalah, saban malam minggu traktir makan mulu. Walau cuma makan bakmi semangkok tiga puluh ribu sama es, kalau sebulan ya lumayan. Salahkan Jamal yang selalu telat jemputnya. Kalau protes sama Jamal, Freya gak berani, dari pada dia naik ojek dengan biaya lima puluh ribu bolak-balik, gak apa kasih Kiki traktir aja seminggu sekali. Kiki terkekeh geli. Mengerjai Freya adalah kegemarannya. Sore hampir menjelang, seorang lelaki tampak masuk ke dalam gedung super market dengan menempelkan ponsel di telinga. Penampilannya yang seperti Executive muda tampak menarik perhatian para pengunjung. "Kebetulan kakak lagi ada di luar. Kamu mau beli apa buat keponakan Kakak?" Lelaki dengan jas abu itu masuk, terus saja berjalan ke arah supermarket. Tak mempedulikan beberapa orang memperhatikan penampilannya yang tampan dan penuh wibawa. Kaca mata hitam bertengger di hidungnya yang mancung. Belum lagi dagu dan rahangnya sudah mulai bertumbuh bulu-bulu halus, membuat beberapa wanita berdecak kagum menatapnya. Membayangkan jika lelaki ini menjadi miliknya. Ia adalah Reifan Gerald Delvaro. Saat ini, ia sedang berbicara dengan adiknya, Marsha di seberang sana. Senyumnya mengembang ketika membayangkan beberapa bulan lagi akan menimang bayi, anak dari adik satu-satunya. "Aku butuh s**u hamil kak, tapi yang coklat saja ya." "Oke, kamu fotokan sama kakak ya, merk dan rasanya. Kakak takut salah." "Baik Kak." "Cuma s**u saja? Gak mau yang lain?" "Sementara itu saja kak." Reifan menghela napas. "Ya sudah kamu jangan menangis lagi ya. Jangan banyak pikiran. Gak usah inget si Edwin itu lagi. Kakak gak mau kandungan kamu kenapa-kenapa. Inget, bayi kamu itu lebih penting dari segala-galanya." "Iya Kak." Lalu sambungan terputus. Dengan menghela napas, kembali Reifan jalan masuk ke dalam gedung. Andai kedua orang tuanya masih ada, mungkin ia tidak akan sepusing ini. Ia harus menjaga adik semata wayangnya, yang kini tengah mengandung. Seharusnya Marsha dijaga oleh Edwin, suaminya. Tapi sayang, Edwin gemar main perempuan. Sudah tak terhitung lagi berapa banyak perempuan yang Edwin dekati. Entah kemana sekarang Edwin itu. Dia seolah pergi tak mempedulikan istrinya. Reifan awalnya tidak begitu peduli, dan tidak mau tahu seperti apa tampang wanita yang berhasil menggoda Edwin, hingga ia bertemu wanita itu. Satu-satunya dari para w*************a yang mengatas namakan uang dalam hidupnya. Anggap ia beruntung ketika bisa menangkap Edwin saat main gila dengan salah satu wanitanya. Sayang saat itu wanita itu terlepas dari tangannya, gara-gara ia memukuli Edwin di klub malam. Reifan membenci wanita seperti itu. Dan kini seolah Tuhan berbaik hati padanya, mempertemukan lagi dengan wanita yang entah siapa namanya. Jelas Reifan akan terus mengingat wajahnya dalam ingatan. Karena wanita itu berhasil menyentuh bibirnya. Ah, sial! Emosinya mendadak timbul. Terlebih wanita yang kini tampak tersenyum seolah menampilkan wajah wanita baik-baik yang sibuk melayani pelanggan. "Oh dia kerja di sini ternyata?" Reifan menatap tak percaya pada kasir nomer lima. "Pantes, dia godain si Edwin segala. Jangan-jangan gaji di supermarket ini kecil. Ya iyalah cuma jadi kasir. Terus malam dia jadi w*************a gitu?" Reifan menggeleng. "Ck,ck,ck tampang boleh cantik, tapi kelakuan parah." Tunggu, apakah dia baru saja memuji wanita itu? Reifan menggeleng. Disaat ia tak bisa melampiaskan kemarahannya pada adik iparnya, justru ia bertemu dengan wanita ini, sang penggoda adik iparnya. Oke. Sepertinya aku mencari dulu pesanan Marsha. Dia tampaknya sedang sibuk juga. Gak mungkin aku melabraknya di sini. Kalau perlu aku akan beri kejutan. Tunggu saja nona manis, kamu belum tahu siapa aku. Reifan berjalan di sepanjang koridor, ia mencari s**u hamil untuk Marsha. Sesekali ia melirik ke arah kasir. Ia khawatir buruannya lepas. Hari ini ia akan membuat perhitungan dengan wanita itu. Kemarin mungkin ia tak bisa menemukannya dan cukup lega sudah menghancurkan bengkel milik temannya. Tapi jika kali ini Tuhan berbaik hati mempertemukannya dengan wanita ini, tentu Reifan tidak akan tinggal diam. Mungkin ia akan memberi kompensasi lagi pada wanita ini agar menjauhi Edwin. Hingga tiba waktunya ia berjalan ke kasir. Wanita itu masih sibuk dengan komputernya. "Selanjutnya." Kini Reifan sudah berdiri dihadapan wanita yang masih tak sadar akan kehadirannya. Hingga wajah itu terangkat perlahan ke arahnya demi menyapa pelanggan seperti biasa. "Selamat sor-" Wajah yang semula ingin memberikan senyum itu mendadak bungkam. Ganti dengan wajah pias. Menyadari suasana yang kini sangat menyenangkan buat Reifan tapi tidak buat wanita di depannya, Reifan mengulas senyum yang aslinya menakutkan buat seorang gadis bernama Freya Ivanka. "Selamat sore, kita ketemu lagi nona ...." Reifan menjeda ucapannya demi membaca sebaris nama yang ada di name tag di baju sebelah kanan bagian d**a depan milik Freya. "Freya Ivanka. Nama kamu ternyata secantik wajah kamu."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
92.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.3K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook