bc

You Need To Hide

book_age16+
639
FOLLOW
6.2K
READ
love-triangle
fated
second chance
friends to lovers
badboy
goodgirl
drama
tragedy
sweet
like
intro-logo
Blurb

Redo memilih kabur dari rumah agar kedua orangtuanya yang sibuk bekerja mencarinya. Di saat persembunyiannya dia bertemu dengan Ayesha, gadis manis yang selalu membantunya. Mereka mengukir kebahagiaan bersama, saling sembunyi dari perasaan sakit yang mereka sembunyikan.

Di saat hati keduanya mulai tertambat, mereka sama-sama tahu untuk bersama tidak akan semudah itu. Lantas, apakah Redo bisa merasakan bahagia? Atau dia harus kembali ke rumah dan berteman sepi tanpa ada yang menyayangi?

chap-preview
Free preview
[1] Bersembunyi
Cowok berseragam putih abu-abu itu terus berlari menghindari dua lelaki yang mengejarnya. Dia sama sekali tidak peduli, tindakannya ini dilihat oleh orang-orang dan menimbulkan banyak spekulasi. Baginya, yang terpenting terbebas dari anak buah mamanya. Brak! Redo mendorong kursi kayu agar menghalangi langkah dua lelaki itu. Dia segera melesat menjauh dan masuk ke rumah paling pojok yang kebetulan terbuka itu. Dia sempat mengedarkan pandang, mencari tempat yang cocok untuk bersembunyi. Hingga dia melihat deretan kayu yang melingkar. Tanpa buang waktu, Redo langsung bersembunyi di baliknya. “Huh...” Deru napasnya terdengar putus-putus. Entah, seberapa jauh dia berlari yang jelas sekarang kakinya mulai lelah dan pernapasannya tidak kuat lagi. “Mas Redo!!” teriakan itu terdengar begitu dekat. Redo berjongkok sambil memeluk kedua kakinya. Jika, sampai ketahuan tamatlah riwayatnya. “Nyari siapa, Pak?” Tiba-tiba terdengar suara seorang gadis. “Lihat cowok berseragam SMA? Rambutnya lebat panjangnya melebihi kerah. Dia pakai topi warna merah.” Redo menurunkan topinya hingga hampir menutupi kening. Jika, sampai gadis tadi melihatnya, Redo harus siap-siap berlari dan menjauh lagi. “Nggak ada. Dari tadi nggak ada yang lewat.” Tanpa sadar Redo mengusap d**a. Tuhan masih sayang kepadanya hingga dia tidak sampai ketahuan. “Ayo, cari lagi!!” Tidak lama kemudian suara langkah kaki itu terdengar menjauh. Redo lega bukan main. Dia langsung duduk di rumput tipis itu sambil menyelonjorkan kaki. Dia tidak siap pulang, tidak. Untuk apa juga pulang jika di rumahnya tidak ada siapa-siapa. Mama dan papanya masih sibuk bisnis dan Redo selalu ditinggalkan. “Keluar sekarang!!” Teriakan itu membuat Redo langsung terpenjat. Dia mendongak dan melihat gadis berkaus putih dengan celana pendek hitam tengah bertolak pinggang. Seketika Redo berdiri dan sedikit mengangkat topinya. “Sorry, gue masuk rumah lo tanpa izin.” “Lo tahu gue lagi di depan pintu. Tapi tiba-tiba langsung masuk.” “Beneran gue nggak tahu!” Seingat Redo, tidak ada satu orangpun yang berada di depan, karena itu dia nekat masuk saja. “Gue udah nolongin lo. Lo nggak mau ngucapin terima kasih?” Redo tersenyum tipis kemudian menuruti permintaan gadis itu. “Terima kasih,” ucapnya lalu balik badan. “Cowok nggak jelas. Pasti habis ketahuan nyuri.” Samar-samar Redo mendengar gerutuan itu. Dia langsung menghentikan langkah dan menatap gadis itu dengan satu alis terangkat. “Sorry, lo ngomong apa barusan?” “Lo habis nyuri!” jawab gadis itu enteng. “Gue nggak pernah nyuri.” “Terus ngapain lo dikejar kalau nggak nyuri?” Redo ingin menjawab tapi tidak mungkin dia menceritakan masalah hidupnya. Tanpa menjawab, dia balik badan dan berlari menjauh dari rumah itu. Sore ini cukup menguras tenaga, dan dia harus mencari tempat persembunyian baru. “SOMBONG LO!!” Redo hanya tersenyum kecil dan terus berlalu.   ***   “Tadi gue denger lo habis adu mulut.” Ayesha melempar stipo ke ranjang kemudian berbaring di sana. “Ada cowok ngumpet.” “Kok bisa?” “Mana gue tahu, La,” jawab Ayesha sambil menggulingkan tubuh. Dia memperhatikan sahabatnya yang sedang menyalin PR-nya itu. “Lo sore-sore ke sini langsung ngerjain PR. Lagian ke mana, sih, lo tadi nggak sekolah?” Gadis berkucir dua itu terkekeh pelan. “Gue kesiangan, Sha.” “Kebiasaan seorang Nala Aqua.” “Aquila. Lo kira gue air mineral!” protes Nala. “Btw, kok bisa ada cowok yang ngumpet? Jangan-jangan gebetan lo, ya?” Ayesha seketika terduduk. Dia mendorong kepala Nila hingga gadis berpipi chubby itu memberenggut. “Gue nggak punya gebetan, ya. Sorry.” “Harusnya lo ngenes. Tapi lo malah bahagia.” “Ya gimana, gue nggak mau pacaran dulu.” “Ati-ati. Siapa tahu besok lo bakal jatuh cinta.” Ayesha justru bergidik. Dia tidak ingin diribetkan dengan urusan asmara. Terlebih, orangtuanya masih melarangnya untuk berpacaran. Cowok sekarang mana mau diajak backstreet dan kucing-kucingan. Rata-rata mereka ingin hubungan yang serius, padahal sebulan dua bulan juga udah bosan dan cari cewek lain. “Cowok yang sembunyi tadi ganteng nggak, Sha?” Nila yang cenderung genit mulai penasaran dengan cowok yang katanya “ngumpet” tadi. “Nggak tahu. Dia pakai topi merah.” Tanpa pikiran Ayesha memutar kejadian beberapa menit yang lalu. Dia hendak mengambil stipo milik Nila di jok motor. Lalu dia melihat seorang cowok berlari masuk ke halaman dan bersembunyi di deretan kayu. Awalnya Ayesha ingin mengusir cowok itu, sampai dia melihat dua lelaki berbadan besar yang celingukan. Tanpa sadar Ayesha mengarang cerita demi cowok bertopi merah tadi. Dia tidak begitu melihat wajah cowok tadi, tapi yang dia ingat senyum cowok tadi begitu manis. “Hayo!! Ngelamunin cowok tadi, ya!!” Ayesha terpenjat. Dia membuang pandangan dan pura-pura tidak terjadi apa-apa, padahal di pikirannya masih tergambar senyum manis cowok tadi. “Cepet kerjain PR-nya. Terus lo pulang. Gue pengen tidur.” “Ngusir nih ceritanya?” “Iyalah!” Nala manggut-manggut dan terus mencontek PR Ayesha. Sahabatnya itu selalu rajin, setelah pulang sekolah langsung mengerjakan PR. Berbeda dengan Nala yang akan mengerjakan PR beberapa menit sebelum dikumpulkan. “Sha. Misal, nih, lo ketemu cowok yang tadi, apa yang bakal lo lakuin?” Nala memecah keheningan yang tercipta. “Emm. Mungkin pura-pura nggak kenal.” “Kalau dia ganteng, lo nggak nyesel pura-pura nggak kenal?” Ayesha turun dari ranjang kemudian berdiri di depan jendela. Dari tempatnya, dia bisa melihat tumpukan kayu yang melingkar sisa dari renovasi rumahnya. Di sana cowok itu bersembunyi dari kejaran dua lelaki berbadan besar. “Gue rasa dia bukan cowok yang baik. Jadi, buat apa gue repot-repot kenal sama dia.” “Serius? Gue jadi penasaran cowok itu kayak gimana.” Sama. Setelah menyadari isi hatinya, Ayesha menggeleng tegas. Ngapain juga dia penasaran dengan cowok bertopi tadi? Jelas-jelas cowok tadi tidak tahu sopan santun. Selain itu, cowok tadi seperti bermasalah, sampai-sampai harus kejar-kejaran seperti tadi. Semoga gue nggak ketemu cowok aneh kayak tadi.   ***   Rumah megah dengan pagar berwarna emas itu selalu terlihat sepi. Tidak ada seorang pria yang duduk membaca koran saat pagi hari. Tidak ada seorang wanita yang menyiram bunga saat sore hari. Rumah itu terkesan tidak hidup, meski kemewahan arsitekturnya tidak bisa diragukan lagi. Sore ini gerbang itu sedikit terbuka dan ada seorang pembantu yang berlalu lalang menyeret koper. Tidak jauh dari sana, Redo berdiri dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku. Dia memilih pulang, untuk melihat mamanya yang akan pergi lagi. Bisa saja dia tadi pulang bersama dengan anak buah mamanya, tapi dia tidak ingin dicari dengan cara seperti itu. “Do. Mama pergi dulu, ya!” Kalimat itu lagi-lagi terdengar, hingga Redo bosan. Tanpa beranjak dari posisinya dia menjawab. “Kapan balik lagi?” “Agak lama mungkin. Mama, kan, harus urus toko baru kita.” “Memang anak buah mama ke mana?” Wanita dengan terusan ungu tua itu menoleh. Kedua tangannya refleks terangkat ke pinggang, tanda dia mulai terusik dengan omongan anaknya. “Do, mama ngelakuin ini buat kamu.” “Tapi Redo nggak butuh itu, Ma.” Redo berjalan mendekat hingga berjarak lima langkah di depan mamanya. Dia memperhatikan wajah Mamanya yang tirus dengan lipstick nude itu. Seolah menyimpan wajah itu ke memorinya, agar dia tidak lupa. “Kamu jaga diri di rumah. Jangan suka main kejar-kejaran.” Mama Redo tentu tahu anaknya tadi tidak mau pulang dan memilih kabur. Namun, dia cukup lega karena tidak lama kemudian Redo pulang dengan wajah penuh keringat. “Redo cuma butuh ditemenin Mama.” Mama Redo mengibaskan tangan, menganggap omongan itu angin lalu. “Udahlah, kamu jangan halang-halangi Mama. Ini demi masa depan kamu.” “Kalau Redo mati apa Mama tetep kerja?” Pertanyaan itu langsung terlontar begitu saja. Mama Redo seketika mendongak, menatap anaknya yang tinggi menjulang itu. “Jaga bicara kamu, Redo!!” “Apa Mama nggak bakal hadir ke pemakaman Redo?” “REDO DIAM!!” “Apa Mama bakal doain kalau Redo nggak ada?” Plak! Tamparan itu langsung mendarat di pipi kiri Redo. Mama Redo langsung terpenjat menyadari tindakannya yang tiba-tiba itu. “Redo, maafin mama.” Redo menyentuh pipinya yang memanas. Rasanya sakit, tapi hatinya jauh lebih sakit. Dia tersenyum miris menyadari dirinya tidak berharga seperti ini. “Ya sudah kalau Mama mau pergi. Redo nggak bisa halangin Mama.” “Redo maafin, Mama.” “Maafin Redo udah halangin Mama. Sekarang Mama bisa pergi.” Redo berlari menaiki tangga lalu masuk kamar dan menguncinya dari dalam. Dia berdiri di depan kaca dan melihat pipinya yang memerah. “Gue nggak berharga sama sekali.” “Do, tenangin diri kamu. Mama pergi dulu!” Samar-samar Redo mendengar suara mamanya. Cowok itu hanya diam tidak bereaksi. Dia tidak bisa hidup seperti ini, bergelimang uang tapi dia kesepian. Hidup mewah tapi hati merana. Dia tidak bisa hidup seperti ini terus. Tanpa perlu berpikir panjang, Redo membuka almari mengangkat sabagian bajunya ke ranjang lalu memasukkan ke dalam tas. Katakan dia lemah, dia memang selemah itu. Dia ingin tahu, kepergiannya ini akan dicari atau tidak.   ***   Kruyuk! Suara perut kelaparan itu terdengar nyaring. Cowok berkaus merah itu mengusap perutnya dengan tangan kiri sedangkan tangannya masih sibuk mengemudi. Dia baru ingat, sejak kemarin siang dia belum makan. Matanya seketika mengedarkan pandangan, mencari rumah makan untuk melepas rasa laparnya. Dari kejauhan terlihata huruf M berwarna kuning, Redo langsung menekan sen. Kecepatan mobilnya mulai menurun dan dia mulai menepi ke restoran cepat saji itu. Jam pulang kantor kali ini membuat tempat parkir itu cukup ramai. Dia memilih parkir di paling ujung jauh dari pintu masuk, kemudian dia turun dengan langkah lebar. Sampai di restoran itu, aroma gurih langsung menyerang indera penciumannya. “Big mac satu sama fanta. Take away,” ucapnya setelah mendapat giliran. Sambil menunggu pesanannya disiapkan, Redo mengedarkan pandang. Dia melihat segerombolan gadis yang sedang makan siang dengan ponsel di masing-masing tangan. Lalu perhatian Redo tertuju ke gadis berbaju sabrina dengan rambut yang digerai, mengingatkannya kepada satu nama. Auryn. Entah bagaimana kabar gadis itu, Redo tadi membolos dan menghabiskan waktu untuk mengemudi tanpa tahu tujuan. “Huh.” Dada Redo mendadak sesak. Andai dia diberi kesempatan, dia pasti akan mendekati Auryn lagi. Menjadikan gadis itu tuan putri dan selalu memanjakannya. Namun, sayang, gadis itu sepertinya tidak memiliki rasa untuknya. Semuanya telah berakhir tapi perasaan Redo ke gadis itu belum juga berakhir. “Silakan, Kak.” Suara pelayan membuyarkan lamunan Redo. Dia mengambil burger dengan tatanan yang cukup tinggi itu dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya membawa fanta. Dia berjalan keluar sambil menyeruput fantanya dengan pelan. Beruntung, pesannya cepat datang hingga dia tidak perlu memperhatikan gadis tadi dan terus membayangkan Auryn. Redo sudah berjanji kepada dirinya sendiri untuk melupakan Auryn, meski itu sangat susah. Brak! Sampai di mobil, seperti biasa cowok itu menutup pintu dengan kencang. Dia lalu mengigit burgernya sebelum melajukan mobilnya lagi. Baru saja, dia memanuver mobilnya tiba-tiba ada seorang gadis yang berdiri menghalangi. “Sial!!” Redo menggeram kesal sambil menginjak rem. Brak! “Jalan, Pak.” Gadis itu masuk mobil dan duduk di samping Redo. Tindakan itu membuat Redo langsung melotot. Dia memperhatikan gadis berseragam putih abu-abu dengan rambut diikat sebagian itu. “Lo siapa?” tanya Redo setelah kesadarannya pulih. Gadis putih itu menoleh, dan terpenjat melihat cowok tampan di depannya. Dia mengernyit sejenak, kemudian mulai kebingungan. “Lumayan dapet driver cakep.” Redo mencerna kalimat gadis itu secara perlahan. “Lo ngira gue driver?” “Iya. Jalan!” perintah gadis itu sambil duduk menghadap depan. “Gue bukan driver!! Ke luar lo!!” “Ih, apaan, sih nggak sopan banget. Gue kasih bintang satu baru tahu rasa!” Redo geleng-geleng mendapati gadis keras kepala ini. Dia mencekal pergelangan tangan gadis itu dan meremasnya pelan. “Lo ke luar atau gue seret paksa!” Gadis manis itu menarik tangannya yang dicekal Redo. Wajah putihnya mendadak memerah dan matanya mulai melebar. “Pak, yang sopan, ya!” “GUE BUKAN BAPAK LO!!” “Ihhh!!” Dengan cepat Redo mendorong tangan kecil itu, takut membuat tangan ringkih itu patah. Dia lalu mengusap wajahnya dengan satu tangan, ada saja cobaan di saat dia sedang lapar. “Silakan ke luar! Sebelum gue usir lo!” “Nggak bisa dong. Gue harus cepet-cepet pulang.” “Sekali lagi gue bukan driver!!” Terimalah lagu ini dari orang biasa. Tiba-tiba terdengar dering ponsel yang cukup memekakan telinga. Gadis tadi langsung mengangkat ponselnya dan melihat panggilan dari nomor asing. “Halo,” sapanya. “Mbak di mana? Saya nunggu di samping trotoar.” “Iya, Pak. Sebentar.” Gadis tadi langsung menoleh ke Redo dengan senyum tak enak. Sedangkan Redo sendiri tak mau repot-repot menoleh, masih sebal dengan gadis yang sembarangan masuk itu. “Gue minta maaf, ya. Ternyata gue salah mobil.” Respons Redo hanya menggerakkan kedua jarinya seolah mengusir. “Eh, yang sopan dong! Gue kan udah minta maaf!” Grrrr. Redo sudah kehabisan kesabaran. Dia melepas sabuk pengaman kemudian turun dari mobil. Dengan gerakan kasar, dia membuka pintu penumpang dan menarik gadis tadi dengan kasar pula. Gadis tadi sampai terseok-seok mengikuti Redo. “Lain kali jangan masuk mobil sembarangan! Nggak sopan!” Redo segera kembali ke sisi kemudi dan melajukan mobilnya meninggalkan area restoran. “SOMBONG LO!!” Samar-samar Redo mendengar teriakan yang sepertinya ditujukan untuknya itu. Bukannya marah, dia malah biasa saja. Kata sombong sejak dulu melekat di dirinya. Namun, ada yang aneh dengan suara gadis itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Naughty December 21+

read
509.0K
bc

Bad Prince

read
508.1K
bc

Romantic Ghost

read
161.9K
bc

My Soulmate Sweet Duda (18+)

read
1.0M
bc

Nikah Kontrak dengan Cinta Pertama (Indonesia)

read
452.8K
bc

Living with sexy CEO

read
277.5K
bc

Pernikahan Kontrak (TAMAT)

read
3.4M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook