bc

Menolak Lupa

book_age16+
1.9K
FOLLOW
9.9K
READ
possessive
family
arranged marriage
independent
drama
bxg
brilliant
icy
self discover
slow burn
like
intro-logo
Blurb

Semua ini terjadi karena Maureen menolak lupa peristiwa yang terjadi selama dia berada di bawah pengaruh alkohol.

Berkat ke-kepo-an pasca hangover-nya itu hidupnya berubah. Dia putus dengan kekasihnya. Dia kehilangan sahabatnya. Dan bagian terburuknya... orang yang menyelamatkan kehormatan Maureen ternyata adalah pria yang paling dibenci Maureen selama ini. Dan jangan lupakan embel-embel hubungan Maureen dengan pria itu, dia adalah pria yang dipilihkan orangtua Maureen sebagai jodohnya!!! What a mess!

~~~

"Aku nggak benar-benar cium kamu kan??? Pram???" kalau panik punya tingkatan level, kepanikanku saat ini mungkin berada pada level tertinggi sekarang. Dan hanya akan menurun levelnya jika Pram menjawabnya dengan kata 'nggak'.

"Nggak." Aku menghela napas lega saat Pram akhirnya menjawab, "Nggak malam itu."

"Oh, syukurlah..." level kepanikanku mulai turun.

"Tapi pada malam yang lainnya."

"APA???"

chap-preview
Free preview
1. Menolak Lupa Mandat Orang Tua
Sebut saja aku ceroboh karena menuang isi teko ke dasar lantai padahal cangkir kosong menganga di atas meja menunggu untuk diisi. Sebut saja aku tulalit karena cuma bisa cengengesan sewaktu diajak ngobrol. Sebut saja aku gegabah karena ternyata memakai atasan dan bawahan nggak nyambung (Hari gini, ada nggak sih yang padupadanin dress floral selutut sama celana joger? Dan jangan lupakan selendang bulu-bulu ungu yang melilit di leherku. Ew, what a disaster!). Tidak ada satu hal pun yang benar kulakukan sejak bangun pagi tadi. Semuanya kacau. Pikiran dan perasaanku berantakan. Semua ini gara-gara Thomas. Kalau dia tidak berusaha keras mengajakku clubbing tadi malam, aku tidak akan mungkin berada di acara perkenalan dengan calon suamiku dengan kepala seberat ini. Well, mungkin bukan sepenuhnya salah Thomas juga sih. Thomas cuma bilang kalau dia akan nge-DJ di The-A-Club. Aku aja yang bodoh pake acara lompat dari jendela kamar segala demi bisa bertemu dengannya. Aku sangat berharap tadi malam dia melamarku setelah kuancam akan benar-benar bertunangan dengan pria di depanku ini (aku bahkan belum tahu namanya siapa). Dan semuanya berakhir sia-sia karena aku malah mabuk berat. Kalau kuingat lagi kejadian tadi malam, ingin rasanya kucekik leher Thomas, lalu kemudian kucekik lagi leherku sendiri –mencontek akhir cerita cinta Romeo dan Juliete. “Aku cuma bisa bilang, semoga kamu bahagia dengan calon suamimu itu...” kata Thomas merelakanku malam tadi, di parkiran, entah di dalam mobil siapa, aku lupa. Walaupun kondisiku sudah tidak sadar betul waktu itu, aku tetap tidak bisa lupa caranya tiba-tiba merangkul kepalaku kemudian merelakanku. Sial. Dia memang memasang tampang tidak rela. Tapi tetap saja intinya dia merelakanku. Merelakanku, wanita yang sudah satu tahun dipacarinya menikah dengan orang yang baru hari ini kulihat tampangnya. Dan sialnya hari ini pun aku tidak bisa melihat tampangnya dengan jelas. Entah berapa botol minuman beralkohol yang kami tenggak hingga membuat penglihatanku bahkan lebih buruk daripada penderita katarak. Semua yang kulihat berbayang. Bahkan Mama yang duduk tepat di sampingku tidak bisa kulihat dengan jelas. Apalagi si calon suami yang duduk berseberangan dan dipisahkan oleh meja dariku. Sudah berminggu-minggu aku mewanti-wanti Thomas dengan mengatakan bahwa target Mama untuk menikahkanku sudah dekat, ketidakmunculan Thomas selama ini hanya membuat Mama semakin keukeh untuk menjodohkanku saja. Dan selama berminggu-minggu ini pula aku melihat reaksinya melempem. Seolah-olah dia tidak peduli dengan keadaan ini. “I know you do love me.” Cuma itu yang diucapkannya setiap kali kuungkit soal mandat orangtuaku untuk menikah sebelum menginjak usia 25 tahun. Seakan-akan dia begitu percaya diri bahwa cintaku padanya takkan membuatku berani mengkhianatinya. “Do you really love me?” aku balik bertanya. Bukan karena tidak percaya akan cintanya padaku. Aku tahu Thomas sangat mencintaiku. Bagaimana mungkin aku meragukan cintanya setelah dia meninggalkan Tiara, penyanyi dangdut yang sedang naik daun demi aku yang bukan siapa-siapa ini. Aku hanya ingin tahu jawaban apa yang akan diberikannya. Apakah jawabannya akan membuatku bertahan untuk tetap setia menunggu hingga Thomas berani berkomitmen, atahu justru membuatku berpaling. “More than words can describe, Maureen Fidelia...”    “MAUREEN!!!” seru mama setengah membentak. Sontak aku memaksakan semua nyawa yang berseliweran mengumpul lagi di ragaku. Kalau bukan karena suara Mama, kurasa kepala ini sudah ambruk saking beratnya. Aku memang tidak pernah bisa bersahabat dengan alkohol, minum dua gelas wisky saja aku sudah oleng. Tapi entah bagaimana ceritanya aku khilaf tadi malam. Aku melotot ke arah mama yang duduk di samping kananku, kutegakkan dudukku dari posisi lunglai, memaksakan mataku terbelalak selebar mungkin agar tidak sampai tepar. Untung hari ini keluarga calon suamiku ini tidak turut hadir karena sedang berlibur naik kapal pesiar ke pulau Redang. Kalau keluarganya melihat tingkah calon mantu se-slebor aku, mungkin mereka segera membatalkan rencana pernikahan ini. “Om, Tante, kalau tidak keberatan boleh saya ngobrol berdua dengan Maureen saja.” Pinta pria itu sopan. Bahkan suaranya terdengar bergema di telingaku. Papa dan mama jelas tidak keberatan. Mereka justru merasa ini sebuah tanda positif. Diam-diam sebenarnya mereka daritadi khawatir pria ini bakal mundur teratur melihat calon istrinya seperti orang udik yang nggak pernah nyambung diajak ngobrol. Begitu mendengar permintaan tak-disangka pria ini, buru-buru Papa dan Mama bikin alasan mau kembali ke toko karpet mereka. Katanya ada pelanggan komplain. Dan mereka cengengesan aja gitu ninggalin anak gadisnya yang mereka tahu persis masih dalam kondisi hangover. Aku tidak mengerti percakapan sudah sampai sejauh mana. Dan lebih parah lagi, aku bahkan tidak tahu harus memanggil dia apa? Usianya berapa? Lebih tua atau sebaya sih? Mungkin lebih nyaman kalau aku panggil nama, ups, tapi aku tidak tahu namanya siapa. Atau panggil Mas aja? Panggil abang? Panggil akang? Kacau. Sepeninggal Papa dan Mama tak ada satu orang pun dari kami berdua yang berinisiatif membuka suara. Hening. Meskipun aku tidak sepenuhnya sadar tapi aku bisa merasakan ekor mata pria ini tetap mengawasiku. Tapi apa dayaku? Kepala ini terlalu berat untuk diajak berpikir dan kerongkongan ini terasa terlalu kering untuk mengobrol. Alih-alih memulai obrolan, kurasa tubuh ini lebih memilih untuk... Dengan bunyi puk pelan, kepalaku menyatu dengan sandaran sofa yang sedang kududuki. Mataku terpejam. Dan aku kehilangan kesadaranku.   ***   Aku terbangun dengan posisi tubuh terlentang di atas sofa, satu bantal kursi menyangga kepala dan satu bantal kursi lainnya dalam posisi dipeluk. Buru-buru kucek jam tanganku dan ternyata ini sudah sore. Apa? Kenapa tiba-tiba hari sudah sore? Gawat! Aku malah tertidur dan tidak tahu kemana perginya calon suamiku. Apa yang harus kujelaskan pada Mama dan Papa? Tapi tunggu, boro-boro musingin penjelasan untuk Papa dan Mama, aku teringat sesuatu yang jauh lebih penting dari itu. Samar-samar dalam ingatanku bercak darah merembes dari lengan seseorang tadi malam. Darah segar yang muncul karena sang pemilik lengan dengan bodohnya melaga kulitnya sendiri dengan botol wisky. Aku juga secara samar mengingat darah beserta remahan kaca berserakan di lantai dan aku hanya menyaksikan dengan kondisi setengah sadar dari bawah kolong meja dapur di apartemen Thomas. Adrenalinku mendadak semakin kencang. Aku tidak tahu persis apa yang terjadi malam tadi tapi aku harus segera melihat kondisi Thomas, kekasih hatiku. Persetan dengan calon suami yang menghilang tanpa jejak. Akan kuurus dia nanti. Nanti, setelah memastikan kondisi Thomas. Sambil mengambil langkah seribu aku mamaki diriku sendiri. Pacar macam apa aku ini? Apa tidak cukup aku menghianati Thomas dengan menyetujui perjodohan orangtua? Masa sih tega-teganya aku meninggalkan dia dikala kondisinya sedang kritis.   ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Hello Wife

read
1.4M
bc

HELP ME - BAHASA INDONESIA (COMPLETE)

read
9.9M
bc

See Me!!

read
87.9K
bc

HURTS : Ketika Hati Yang Memilih

read
113.7K
bc

Rewind Our Time

read
161.1K
bc

His Secret : LTP S3

read
650.0K
bc

Everything

read
277.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook