bc

Phoebus

book_age12+
31
FOLLOW
1K
READ
supernature earth
like
intro-logo
Blurb

Aku tahu kehadiranku di bumi hanya kecelakaan. Aku juga tahu ini hanya sebuah kebetulan. Jika pada akhirnya aku tahu bahwa dia akan mencintaiku, aku akan lebih memilih menjadi bagian dari matahari kembali. Aku tak pernah memintanya untuk mengorbankan hidupnya untuk hidupku. Pada akhirnya aku tetap membawa bencana pada manusia.

chap-preview
Free preview
1
Selamat membaca cerita saya. 3 maret 2222 Dunia gelap, seluruh manusia berwajah tegang. Semuanya menutup pintu rapat-rapat, memeluk lutut dan berjongkok di pojokan.  Malam itu, semua hanya pasrah dalam ketakutan. Dunia akan hancur! Bulan dan Matahari akan bertabrakan, menyebabkan kehancuran bumi dan planet-planet lain. Dan diteliti planet merkurius yang paling hancur. Tepat pada jam 12 malam bulan dan matahari akan bertabrakan.  Hapus tadi! Tidak semua orang ketakutan, tidak semua orang gemetar. Awan, hanya dia yang tidak mempercayai bumi akan hancur. Bukan hanya itu, Awan juga tak mempercayai adanya hantu, keanehan, dan keajaiban dunia. Serta bumi hancur yang akan terjadi malam ini.  Dia adalah orang realistis yang akut. Kini dia duduk di sofa sembari memakan mie instan dengan hati kesal. Bibirnya tak berhenti mencibir manusia yang sangat bodoh mempercayai semua itu. Baginya itu hanya lelucon bodoh yang dibuat-buat para ilmuwan, hanya untuk mencari sensasi dan kesenangan semata.  Hatinya sangat kesal, karena lelucon bodoh yang dibuat-buat dengan manusia t***l ia jadi tidak bisa makan di restoran langganannya. Dan yang lebih gila lagi jalanan sunyi, sepi, hanya dia satu-satunya mobil yang berjalan di aspal. Padahal hari biasa macet, hingga diciptakan teknologi baru. Mobil yang bisa mengeluarkan sayap seperti pesawat, tapi malam ini membuatnya pusing dan membuatnya harus makan mie instan.  Manusia menganggap malam ini bumi akan musnah dan bumi kiamat. Awan pernah meneliti tentang kiamat. 210 tahun yang lalu juga pernah beredar gosip kiamat hingga filmnya dibuat dengan judul ''kiamat 2012''. Saat itu diperkirakan pada tanggal 12 bulan 12 dan tahun 2012 akan terjadi kiamat.  Berita itu juga sempat menggegerkan dunia, membuat manusia bodoh ketakutan. Tapi apa? Bumi masih utuh hingga saat ini. Mungkin saat ini ilmuwan ingin membuat manusia ketakutan dengan mengatakan matahari dan bulan akan bertabrakan. Awan mendengus kesal.  Sing... Televisinya hidup dan wajah ibu yang disayanginya muncul di layar.  ''Awan, apa kau bai-baik saja?'' Suara ibunya terdengar nyaring. Deg! Hatinya berdetak. Ia bisa memikirkan apa yang akan dikatakan ibunya nanti, jangan katakan kalau ... ''Awan, ingat kunci rumahmu. Hidupkan pelindung bahaya untuk menutupi rumahmu, pakai selimut anti bencana untuk keselamatanmu. Jangan lupa minum pil penguat tubuh. Apa kau mengerti?'' Ia menghela napas, apa yang ditakutkannya terjadi. Ibunya lagi-lagi mengingatkannya untuk keselamatannya pada jam 12 malam nanti.  ''Awan!'' Ia menoleh ke arah televisi dan melihat wajah ibunya yang pucat, ini pasti karena ketakutan. Awan memaksakan bibirnya tersenyum meskipun ia sangat malas. ''Iya mom, aku mendengarmu.'' ''Huh, syukurlah kau tidak membantahku. Nanti jam 12 malam jangan lupa berdo'a yang banyak. Ibu menyayangimu, jangan lupa lakukan yang ibu perintahkan. Dan jangan pernah menyepelekan hal ini, Awan. Ini benar-benar terjadi, semua manusia khawatir sampai ada yang pingsan. Jangan lupa minum kopi agar kau tidak tidur, biar bisa menghindari bebatuan yang akan menimpamu. Jangan lupa, Awan. I love you, ibu menyayangimu.'' ''Ya mom, aku juga sayang padamu.'' Tit Televisinya mati dan layar kembali gelap. Suasana apartemennya juga kembali sepi dan sunyi. Ia tahu ibunya menyayanginya meskipun ia anak angkat. Ibunya juga sangat mengkhawatirkannya, ia merasa nyaman jika dikhawatirkan.  Merasa hanya dirinya yang disayang di seluruh makhluk hidup di bumi ini, tapi terkadang ia merasa risih apabila ibunya terlalu histeris saat mengkhawatirkannya.  Matahari akan bertabrakan dengan bulan. Kunci rumah rapat-rapat. Pakai pelindung rumah. Jangan berkeliaran. Ah! Terlalu pusing. Itu yang selalu didengarnya. Ia berjalan ke kamarnya dan menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia tersenyum sinis, persetan dengan semua. Ia terlalu lelah dan lebih baik ia tidur, memutuskan dunianya untuk sementara.  *** Jam 12 malam.  ''Aaa!'' Suara teriakkan terdengar histeris. Kini manusia semakin tegang, berwajah pucat. Sementara cuaca di luar jhga mendukung, menambah ketegangan yang telah tercipta. Berjuta-juta kilometer dari ketinggian Bumi, Matahari bergerak berputar 500 kali lebih cepat dari biasanya. Berputar menghampiri bulan. Manusia menangis terisak.  Dret... Matahari membuang segenggam dari bagiannya agar menghindari tabrakan dahsyat yang akan terjadi, dan sret ... bulan tersebut berhasil melewati matahari tanpa menyebabkan kerusakan planet. Bulan hanya menyenggol sebagian kecil dari matahari dan hanya membuat gempa kecil.  Segenggam matahari itu jatuh ke bumi, membuat sebagian bumi menjadi terang ibarat siang.  ''Aaaa!'' Jeritan histeris semakin terdengar nyaring saat merasakan serpihan matahari itu jatuh ke bumi. Bumi bergetar sementara manusia saling berpelukan ketakutan.  Duum! Segenggam matahari itu jatuh ke tanah milik bumi, suaranya menggema ke seluruh dunia. Membuat yang mendengarnya semakin gemetar dan saling berpegangan tangan. Bumi berhenti bergetar dan malam kembali menjadi gelap.  *** Ia menggerakkan tangannya perlahan dan dengan bersusah payah ia mencoba bangkit. Ia membuka matanya, ujung bibirnya tertarik membentuk senyuman bahagia. Senyuman kebebasan. Kini ia menjadi manusia, kini ia tinggal di Bumi. Kini ia mempunyai kaki, tangan, juga wajah. Dan kini ia tidak menjadi matahari lagi. Ia tidak perlu berputar sepanjang tahun untuk menyinari bumi. Kini ia bisa menyaksikan matahari itu menyinari bumi untuknya. Hatinya bersyukur karena matahari telah membuangnya ke bumi, menjadikannya manusia dan membuatnya merasa berguna karena telah dibuang.  Dengan perlahan ia berdiri, menengadahkan wajahnya ke langit. Membiarkan angin malam menerpa wajahnya, menyelinap masuk melalui pori-porinya. Ia merasa tenang, sangat tenang.  *** ''Awan sudah waktuknya bangun ... Awan sudah waktunya bangun ... Awan sudah waktunya ba ....'' ''Diam! Aku masih lelah, apa kau tidak mengerti!''  Awan membentak tempat tidurnya, membuat ucapan tempat tidurnya terputus.  Sret! Selimutnya terbuka dan tempat tidurnya mengeluarkan hawa dingin membuat Awan kedinginan. Awan duduk dengan gerakan malas. ''Kau benar-benar tak memberiku peluang untuk tidur lebih lama.'' ''Kau harus kuliah, apa kau lupa?'' Awan mendengus kesal, ia berdiri, tapi sebelum berdiri ia memukul tempat tidurnya kuat-kuat. Dengan langkah malas ia menuju ke kamar mandi. Mana kehancuran yang menegangkan itu? Mana tabrakan dahsyat itu? Mana semua kehancuran yang dikatakan para ilmuwan hebat itu?  Syukurlah ia tak mempercayai berita bodoh dan ia sangat bersyukur karena tidak menjadi bagian dari orang bodoh yang mempercayai kehancuran bumi dengan bertabrakannya matahari dan bulan.  Awan menuju meja makannya. 'Roti bakar' ia menulisnya di meja makan.  Ting ... Roti bakar pesanannya keluar, ia perlu berterima kasih kepada ibunya yang membawakan roti.  Sing!  Televisinya hidup dan wajah ibunya muncul di layar televisi.  ''Awan!'' Awan tersenyum kecil mendengar suara ibunya, ia segera berdiri, duduk menghadap televisi.  ''Kau baik-baik saja, kan? Tidak ada yang terluka? Huh, syukurlah matahari dan bulan tidak jadi bertabrakan.'' Awan mengerutkan dahinya, sangat jelas bahwa berita matahari dan bulan itu hanya bohongan. Dan ibunya masih mampu mengucapkan kata 'syukur karena matahari dan bulan tidak jadi bertabrakan.' Awan menghela napas, ia tak habis pikir dengan hal ini.  ''Mom, bukan matahari dan bulan tidak jadi bertabrakan, tapi memang matahari dan bulan tidak akan pernah mungkin bertabrakan.'' ''Awan, tadi malam bumi bergetar hebat, para ilmuwan meneliti matahari membuang segenggam dari dirinya ke bumi agar membuatnya tidak menabrak bulan.''  ''Lagi-lagi mom percaya sama para ilmuwan, mereka pembohong mom, bumi bergetar hebat karena gempa, mom. Bukan karena matahari dan bulan. Gempa bumi yang terjadi karena adanya pergeseran lempeng bumi.'' ''Awan, sebaiknya kau harus lebih belajar untuk menghargai para ilmuwan.''  ''Mom, ilmuwan bukan Tuhan, jadi ...'' ''Awan!'' Awan meringis sedikit saat merasakan telinganya sakit menerima gelombang suara yang terlalu kuat dari ibunya.  ''Baiklah, mom. Aku tidak ingin mengubah mood kita menjadi buruk. Jadi sebaiknya mom matikan teleponnya karena aku ingin kuliah.'' ''Ya, baiklah. Jaga dirimu baik-baik, love you.'' Tit.  Televisinya mati, wajah ibunya hilang dari layar televisi. Awan menghela napas, ibunya selalu mempercayai ilmuwan-ilmuwan yang bodoh. Ilmuwan yang sangat suka mengabarkan berita aneh yang jelas mustahil akan terjadi. Awan meraih jaketnya, ia berjalan ke luar rumah menuju tempat mobilnya berada. Ia meletakkan tangannya di pintu mobil dan pintunya terbuka otomatis.  ''Antarkan aku ke kampus.'' Ia berbicara pada mobilnya dan mobilnya langsung berjalan ke tempat tujuan yang diingininya. Ia berharap kampusnya tidak berubah menjadi neraka. Karena ia lelah mendengar berita tentang matahari dan bulan, dan ia juga berharap dosennya tak membicarakan itu.  *** Ia terduduk di bawah pohon besar, ia hanya mempunyai harapan kecil. Semoga pohon ini tidak terkena sinar matahari.  ''Lihat dia seperti orang gila.'' Beberapa orang yang berjalan melewatinya selalu berkata seperti itu, menatapnya dengan tatapan menjijikkan dan juga disertai dengan tawa mengejek. Ia tau penampilannya memalukan, dengan rambut bewarna kuning dan dress kuning cerah, secerah matahari.  Ia menoleh, tatapannya mengarah menuju gedung besar yang berada tak jauh dari tempat ia duduk. Sejak tadi ia banyak melihat manusia memasuki gedung besar itu dengan membawa tas ransel di punggung dan juga ada yang membawa beberapa buku di tangan, sepertinya gedung itu tempat penginapan.  Ia tersenyum kecil, tampaknya gedung itu bisa menjadi penginapan yang nyaman untuknya.  Kriuk ...  perutnya berbunyi, ia menyentuh perutnya dengan tangan kanannya. Apa artinya ini? Kenapa perutnya sakit? Ah, perutnya semakin sakit. Bagaimana ini? Apa yang harus ia lakukan?  ''Menyebalkan! Apa mereka tidak bisa berhenti membicarakan matahari dan bulan.'' Ia mendengar suara dengusan kecil dari sebelahnya, ia melihat seorang laku-laki bersandar di pohon tempat ia berteduh. Laki-laki itu memejamkan kedua matanya, ia memiringkan kepalanya. Memperhatikan wajah lelaki itu, ia meringis, perutnya semakin sakit.  Tanpa berpikir panjang ia menyentuh lengan laki-laki itu, refleks laki-laki itu membuka matanya.  ''Tolong, perutku sakit, tolong ... kumohon ....'' rintihnya. Lelaki itu menatapnya dengan tatapan heran.  ''Tolong ... kumohon.'' Ia kembali merintih.  ''Kau tidak sedang menggodaku, bukan?'' Matanya terbelalak, heran dengan ucapan lelaki itu, lelaki itu menatapnya dengan tatapan curiga. Lelaki itu berdiri lalu berbalik dan berjalan pergi. Ia terperangah.  ''Hei, tolong aku, hei!'' Lelaki itu berhenti, menoleh ke arahnya.  ''Namaku Awan, jangan memanggilku dengan sebutan 'hei', mengerti?'' Lelaki yang bernama Awan itu kembali berjalan.  ''Aaa ... perutku sakit sekali, apakah aku mau mati? Seseorang tolonglah aku.'' Ia menjerit, ia melirik Awan. Berharap Awan berbalik ke arahnya dan membantunya menghilangkan rasa sakit di perutnya.  Satu detik.  Dua detik.  Tiga detik.  Awan tak berbalik ke arahnya. Ia mendesah pelan, ia membaringkan tubuhnya di atas rumput hijau di bawah pohon besar itu.  ''Apa nama rasa sakit di perut ini, mengapa bertambah sakit apabila aku mencium sesuatu yang mengharumkan.'' Ia berbicara pada dirinya sendiri dan tampaknya penilaiannya tentang manusia menjadi butuk. Jika ia masih menjadi matahari ia tidak pernah merasakan sakit seperti ini. Ia menghela napas, ternyata menjadi manusia tidak sebahagia yang ia pikirkan. Menjadi manusia ternyata tumit, dan kini ia sedikit menyesal mengapa matahari membuangnya, mengapa harus dia yang mengalami hal ini.  *** ''Ini ambillah.'' Awan memberikan nasi bungkus yang ia beli tadi setelah mendengar gadis itu berbicara pada dirinya sendiri dan mengeluh tentang rasa sakit di perutnya. Gadis ini aneh, bahkan tidak tahu bahwa saat ini dirinya sedang kelaparan. Sepertinya gadis itu memang tidak berniat menggodanya seperti pikiran negatifnya tadi. Gadis itu menatapnya dengan tatapan heran.  ''Cepat ambil dan makanlah, kau lapar, 'kan?'' Gadis itu mengerutkan dahinya, apa gadis ini orang gila? Awan duduk di hadapan gadis itu, ia meraih tangan kanan gadis itu dan meletakkan nasi bungkus itu di atas tangan gadis itu.  ''Apa ini? Apa ini bisa menghilangkan rasa sakit di perutku?'' Awan menggangguk, gadis itu membuka nasi bungkus itu perlahan. Ia menutup mata, mencium aroma sedap yang keluar saat ia membuka nasi bungkusnya. Gadis itu tersenyum senang 'wangi sekali' ia mendengar gadis itu berbicara. Gadis itu memakan nasi bungkus itu dengan lahap.  Awan menghela napas 'gadis itu memang kelaparan.' Mengapa gadis itu tidak langsung makan jika merasa kelaparan? Awan menoleh ke arah gadis itu, ia terperangah. Nasi itu sudah habis, ia memberikannya dalam beberapa menit. Apa gadis itu benar-benar merasa sangat kelaparan? ''Kau benar-benar pahlawanku, penyelamat hidupku. Aku tak tau jika kau tidak mau menolongku apakah aku akan hidup lagi setelah ini atau tidak.'' Awan mendengar helaan napas dari bibir gadis itu. ''Siapa namamu?'' tanyanya. Ia mengeluh perlahan, tanpa bisa dicegah terlontar begitu saja pertanyaan itu. Padahal ia tak berniat berkenalan dengan gadis yang ... aneh dengan penampilan yang terlihat seperti orang gila. *** Ia mengerutkan dahinya, nama? Ah, iya benar! Seharusnya ia memikirkan namanya. Apa yang harus ia katakan? ''Mengapa rambutmu bewarna kuning? Kau terlihat bercahaya dengan warna rambut seperti itu. Apa kau tidak bisa mengganti warna rambutmu, kau seperti orang gila.'' Bercahaya? Ia tersenyum bahagia. Ia mendapat ide.  ''Itu karena namaku Cahaya, aku menyusaikan namaku dengan warna rambutku.''  Ia tersenyum menatap Awan. Awan sendiri tersenyum simpul.  ''Kau benar-benar.'' Awan bangkit dan berjalan pergi. Tadi benda apa yang ia makan? Mengapa bisa menyembuhkan sakit perutnya? Ia mendongak dan menatap Awan yang semakin menjauh. Ia memukul keningnya, seharusnya ia menanyakannya kepada Awan. Benda apa itu? Mengapa ia bisa sebodoh ini? Jika ia sakit perut lagi dimana ia harus mencari benda itu. Huh! Ia mendengus kesal, ia mengarahkan telunjuknya ke arah matahari dengan perlahan dan dengan takut-takut. Dan telunjuknya bercahaya. Ya, bersinar seperti warna matahari. Ia segera menarik tangannya saat merasakan telunjuknya sakit dan sangat perih.  Apakah ia akan seperti ini selamanya? Bagaimana jika ia mati sebelum berkeliling dunia. Menikmati keindahan bumi, itu akan menjadikan hidupnya sia-sia. Ia mengeluh perlahan, bola matanya menyusuri keadaan di sekitarnya. Bola matanya berhenti pada satu titik. Benda apa itu? Mengapa benda bisa menghindari cahaya matahari? Jika ia memakai itu apa ia bisa terhindar dari matahari juga. Matanya terbelalak, pemilik benda itu berjalan mendekat. Ke arah pohon ini, ke arahnya, jantungnya berdegub kencang. Tunggu, kenapa ia seperti ini? Kenapa jantungnya berdegub? Pasti karena sebentar lagi ia akan mendapat benda penolong hidupnya. Hal itu yang membuat jantungnya berdetak dua kali lebih cepat.  ''Apa kita pernah bertemu sebelumnya?'' Pemilik benda itu tersenyum manis.  ''Kau membutuhkan sesuatu? Mungkin aku bisa membantu.'' Sebelum pemilik benda itu menyelesaikan kalimatnya nya Cahaya segera mengangguk cepat-cepat.  ''Aku membutuhkan benda yang kau gunakan untuk menghindari cahaya matahari.'' Pria pemilik benda itu mengerutkan dahinya. "Maksudmu payung?" Pria itu bertanya, ia mengangguk ragu. Berarti nama benda itu adalah payung, Tapi kini ia tidak melihat benda yang bernama payung itu. "Apa kau bisa meminjamkannya, aku tidak bisa bertahan lama di bawah pohon ini. Sebenarnya ... aku tidak bisa terkena sinar matahari." Pria itu tersenyum manis, ia berjalan dan duduk di samping Cahaya "Kau mempunyai handphone?" Cahaya mengerutkan dahi, handphone? Benda apa lagi itu, ia menggeleng pelan.  "Apa kau hafal nomor handphone keluargamu?" Nomor handphone? Ah, itu apa lagi? Ia tidak mengerti, dia kembali menggeleng. "Aku mungkin tidak bisa meminjamkanmu payung, tapi aku bisa mengantarmu pulang. Di mana alamat rumahmu?"  Alamat rumah? Hais itu apa lagi katanya? Ia menelan ludah dan ia menggeleng dan ragu. Pria itu menatapnya bingung. "Apa kau kehilangan ingatanmu?" Pria itu bertanya ragu. Kehilangan ingatan? Ah, benar-benar membuatnya pusing, Mengapa pria ini selalu bertanya yang aneh-aneh. Cahaya menghela napas lalu berdehem pelan. Sebaiknya ia memberitahu identitasnya kepada lelaki ini, sebelum dia bertanya hal yang tidak masuk akal lagi. Cahaya memiringkan kepalanya, ia menatap pria itu lekat-lekat. Apa dia manusia baik? Apa manusia yang ini bisa dipercaya? Bagaimana jika manusia ini jahat tapi sepertinya manusia yang satu ini bisa dipercaya. Ya! Semoga dia bisa dipercaya, tapi ... Pria itu tersenyum. "Jangan menatapku seperti itu, aku tidak bermaksud jahat." Tidak bermaksud jahat? Cahaya tersenyum, ia menggeser tubuhnya, ia sekarang duduk berhadapan dengan pria itu. "Aku sebenarnya dari matahari, maksudku ... aku menjadi manusia karena matahari yang mengirimnya. kau tahu berita matahari dan bulan bertabrakan? Begini, Aku sebenarnya terlahir dari potongan matahari maksudku aku aku ... aku ... baru saja menjadi man .... " Dia tidak bisa menyelesaikan kalimatnya saat mendengar pria yang berada di hadapannya tertawa terbahak-bahak titik cahaya menggaruk daun telinganya yang tidak gatal, kenapa? Apa ucapannya salah? "Aku tidak berbohong, Aku baru saja menjadi manusia. " Ia berkata dengan suara pelan, tapi pria itu mendengarnya. "Apa kau punya nama?" tanya pria itu saat tawanya reda, ia mengangguk semangat. ''Namaku Cahaya, aku baru saja mendapatkan nya tadi. " Pria itu tertawa lagi, ayolah, apa yang salah dari ucapannya? ''Namaku Langit Cerah, kau bisa memanggilku Langit. Jadi, kau tidak punya rumah?" "Namamu Langit Cerah dan Aku memanggilmu Langit saja, ah, kalau begitu Namaku cahaya matahari karena aku terlahir dari matahari dan kau bisa memanggilku dengan Cahaya saja. Dan apa itu rumah?" Langit tertawa "Bukankah kau sudah memberitahu namamu tadi, kenapa kau memberitahunya dua kali. Kau sangat lucu. Rumah itu tempat untuk menginap. " Cahaya mengangguk-angguk kecil. " Bagaimana jika kau tinggal di rumahku? Adikku lumpuh, aku tidak yakin dia membutuhkan teman.'' Kedua mata Cahaya terbelalak, tinggal di rumahnya? Tanpa bisa dicegah kedua tangannya menekan kedua pipi Langit, menekannya dengan kuat. "Benarkah!" Ia bertanya sedikit menjerit. Langit mengangguk. Cahaya berdiri dan melompat tinggi-tinggi. Ya! Dia punya tempat tinggal sekarang. Langit tertawa, Cahaya terlihat benar-benar seperti orang gila, dengan rambut kuning dan dress kuning cerah melompat kesenangan seperti itu. *** Awan meletakkan bunga matahari di atas tanah yang sedikit menggunung, tanah yang menggunung itu kuburan! Kuburan seseorang yang dulu disayanginya, kuburan seseorang yang membuat harinya cerah, menemaninya dalam sepi, kuburan sahabatnya. Bintang.  Bintang menyukai bunga matahari, sangat menyukainya, bahkan terbilang tergila-gila. Untuk bisa melihat bunga matahari Bintang rela melakukan apapun! Apapun! Termasuk mencelakai dirinya sendiri. Awan meringis menahan sakit yang tiba-tiba menghampirinya hatinya. Waktu itu, Bintang ditipu oleh embun. Embun singkatan dari Erissia, Malika, Banesha, Ukaira, Natasha.  Mereka cewek-cewek yang menyukai Awan. Embun bilang kepada Bintang jika Bintang mampu melompat dari ketinggian 2000 KM. Bintang akan menemukan ladang bunga matahari. Dengan bodohnya Bintang mempercayai. Sebelum dia melakukan hal konyol itu, ia mengirim surat pada Awan. Menceritakan tentang keinginannya melakukan hal bodoh itu. Setelah menerima surat itu Awan berlari tanpa arah. Ia tidak tahu dimana Bintang melakukan hal konyol itu. Dan ketika itu bintang menjatuhkan dirinya, membunuh dirinya sendiri hanya karena sebuah bunga matahari. Seharusnya Bintang bisa berpikir itu tidak pernah nyata. Dan Sejak saat itu Awan menjadi orang yang realistis, sangat sangat realistis. Ia mengepalkan kedua tangannya, dadanya seakan sesak, membuatnya seperti kehabisan oksigen, ia berbalik pergi. Berada di kuburan Bintang lama-lama membuatnya terluka, membuat hatinya perih. Seharusnya ia bisa datang menyelamatkan Bintang, Ia sahabat Bintang, tapi ia tidak ada di saat Bintang dalam bahaya. Padahal Bintang selalu tersenyum, menghiburnya saat ia dalam kekacauan. Dan Bintang akan marah besar apabila ia mencoba untuk melukai dirinya sendiri. Ia meremas dadanya yang terasa sakit. Bodoh! Ia benar-benar bodoh, ia tidak bisa disebut sebagai sahabat. Embun! Ini juga kesalahan Embun! Bahkan 100% kesalahan Embun! Embun bebas karena kematian bintang dianggap bunuh diri. Ia menyayangi bintang, tapi tidak menjadikannya sebagai kekasih, hanya sekadar sahabat. Mengapa kecemburuan Embun sampai seperti itu. Membunuh sahabatnya secara tidak langsung hanya karena tidak ingin melihat seorang cewek yang dekat dengan Awan. Awan mendesah pelan, sesak! Benar-benar sesak! *** Terima kasih sudah membaca cerita saya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Time Travel Wedding

read
5.2K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
8.8K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.2K
bc

Kembalinya Sang Legenda

read
21.7K
bc

Romantic Ghost

read
162.2K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
2.9K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook