bc

My Captain!

book_age16+
433
FOLLOW
2.9K
READ
family
love after marriage
pregnant
goodgirl
inspirational
drama
comedy
female lead
slice of life
athlete
like
intro-logo
Blurb

Ini ialah kisah dimana aku menemukan Imam hidupku, seorang Kapten yang mengorbankan darah pun keringat demi negaranya. Mungkin dia tak setampan Cristiano Ronaldo atau Paulo Dybala tapi dia, selalu sehebat Kopassus dalam menjaga pertahanan timnya. Meski bersenjata kulit bundar. Dia juga tak seromantis dan setaat Ali bin Abi Thalib sebab aku sendiri tak lebih baik dari Fatimah Az-Zahra. Tapi dia adalah seseorang yang membuatku jatuh cinta, untuk pertama kalinya dalam 21 tahun kehidupanku. Rama Anan Pranata, siapa yang tak kenal centerback andalan Indonesia itu. Idola banyak perempuan atau bahkan Ibu-ibu yang tengah mencari menantu. Tunggu, Bapak-bapak juga banyak mengidolakan Rama Anan Pranata.

Kisah kami, Aisyah Lailatul Nisa dan Rama Anan Pramata akan dimulai. Ambil cokelat panasmu dan baca dengan perlahan.

chap-preview
Free preview
Part 1
Perkenalkan, namaku Aisyah Lailatul Nissa. Tak ada arti khusus kata Ayah tentang nama indah itu, selain tentang kelembutan dan lahir di malam hari. Iya, aku memang lembut seperti namaku, hijab selalu menutup d**a, wajah bersih tanpa make up, masakan Jawa sudah khatam hingga akarnya, dan merawat diri sudah cukup lihai. Hanya satu yang membuatku punya noda hitam menurut beberapa orang, aku pecinta sepakbola. Benar, di usiaku yang baru saja menginjak 21 tahun ini, aku semakin gila bola. Jika diminta menyebutkan klub favorit di Indonesia, aku suka Bali United. Klub yang baru saja berdiri tahun 2015, masih sangat muda tapi punya tim dan official yang solid. Klub dengan teknologi yang kekinian, cara promosi yang berkesan, intinya dekat dengan generasi milenium. Pemain idola? Aku lebih suka Evan Darmono dengan sikap kalemnya meski di Bali United, Hamdi lebih menarik. Sudah sejak kecil aku menyukai sepakbola, sejak ayah dan aku terjebak hujan di jalan veteran, Solo. Saat Timnas berlaga dan salah satu angkringan menjadi tempat nobar. Menyenangkan, sepakbola itu membuat banyak orang tertawa dan merah putih terasa sangat berharga. Kembali lagi pada diriku, ini ialah perkenalan tentang aku. Iya, mahasiswi yang menginjak semester tua dari salah satu universitas negeri di Solo, jurusan PGSD, penyayang anak kecil yang tiba-tiba mendapat takdir menggelikan. Orang mungkin mengatakan keberuntungan tapi aku tidak pernah tahu apakah aku beruntung atau tidak tentang takdir ini. Yang pasti aku percaya Allah selalu punya rencana indah nan baik bagi hamba-Nya. Takdirku di masa kuliah yang belum terselesaikan ini adalah harus menikah dengan pemain sepakbola yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Jika boleh jujur, aku lebih suka membayangkan pernikahan indah dengan Hamdi atau Evan Darmono yang kalem dan punya pemikiran sederhana tentang hidup. Kenyataannya, malam ini serombongan keluarga datang ke rumah tanpa ada pemberitahuan sebelumnya, maksudku pemberitahuan denganku. Tiba-tiba saja gamis indah yang menjuntai hingga lantai, berwarna peach melekat di tubuhku. Belum lagi aku diminta duduk manis di ruang tamu sementara yang lain sibuk di dapur rumahku. "Yah?" tanyaku kepada ayah yang sibuk menyambut tamu di dekatku. Ayah tak menjawab dengan kata, beliau hanya tersenyum singkat. "Inikah yang namanya Nissa?" Seorang perempuan paruh baya mendekatiku, mengusap bahuku dan mengusap lembut pipiku. "Cantik, mungkin ini alasan ayah menjodohkan cucunya dengan cucu sahabatnya." Mataku langsung membulat sempurna. Ini yang aku maksud dengan takdir keberuntungan, kata orang sih. Kataku, takdir yang mendadak dan kata orang Jawa, ujug-ujug atau tiba-tiba saja. Jujur, aku tidak berpikir tentang pernikahan sampai sebegitu inginnya segera menikah. Maksudku kalian pasti tahu, seseorang yang ngebet menikah itu bagaimana. Asli, aku belum kepikiran untuk menikah atau yang lainnya. Kuliahku belum selesai, aku pun masih suka bermain-main dengan anak-anak kecil di depan kompleks. Aku sampai bingung harus menyebut apa kali ini. Alhamdulillah, kah? Subhanallah kah? Masya'allah, kah? Atau astaghfirullah? Tadi sore memang adikku sempat berbisik malam ini akan ada rombongan datang meminangku. Ini tanpa persetujuan dariku secara mutlak sebab yang mutlak adalah keputusan dua orang yang bersahabat. Tapi aku hanya tertawa kupikir mungkin Kakak tertuaku yang dijodohkan, bukan aku. Saat semua rombongan sudah duduk bersimpuh, di atas karpet berbulu yang telah kubersihkan sebelumnya. Datang seorang laki-laki mengenakan kemeja polos warna biru ocean, memainkan kunci mobilnya dan berjalan tanpa dosa. Awalnya aku tersenyum, seseorang yang biasanya terlihat kecil dari atas tribun, kini benar-benar di depan mataku. Sangat jelas, baik lekuk bibirnya hingga garis wajahnya saat tersenyum. Lambat laun ketika satu dua orang mulai berbicara dan telingaku seolah pengang pun mataku seolah kehilangan pandang. Sayup-sayup kuketahui dialah jodoh yang sudah ditentukan oleh Kakek dan sahabatnya. Rasanya, laki-laki itu tak menarik lagi. "Ini sudah menjadi kesepakatan antara Almarhum semasa masih sama-sama tinggal di Mojokerto. Waktu itu Nissa baru saja lahir dan Rama sudah berusia 2 tahun," jelas perempuan tua dengan kulit berkeriput seolah kehilangan banyak dagingnya. Ayah hanya mengangguk saja. "Jika keduanya masih hidup, masih bisa kita lakukan negosiasi. Lantas bagaimana dengan orang yang sudah kembali? Mungkinkah janji bisa dibatalkan sementara janji adalah hutang?" lanjut perempuan yang sekarang kuketahui dialah Nenek dari seorang Rama. Iya, Rama Anan Pranata, dia duduk bersimpuh di sebelahku tanpa mengatakan apapun. Kecuali menunduk, tersenyum, tanpa melirikku sekalipun. "Bagaimana Nissa dan Rama, kami tetap meminta pendapat kalian tentang ini? Meskipun perjanjian antara kedua almarhum tidak mungkin dirubah," giliran Ayah yang bersuara. Aku memandang Rama sekilas lalu menunduk. Kubiarkan dia dulu yang menjawab, sekaligus aku menyiapkan jawaban yang tepat. "Tidak ada masalah bagi saya, Om. Mau saya menyampaikan pendapat atau tidak, tidak akan merubah segala sesuatunya. Saya hanya bisa berbenah dan bersiap. Tapi bagaimana dengan Nissa?" Dia menoleh padaku dan menatapku, tapi malu rasanya membalas tatapan itu. "Nissa?" Ibunda dari Rama Anan Pranata memanggil namaku lembut. "Bukankah menikah juga perlu perkenalan sebelumnya, Ayah? Bukan Nissa ingin menghambat Kakek menuju surga. Hanya saja, semua ini terkesan mendadak, toh Nissa pun masih kuliah. Jika menikah, bukankah mengurus suami adalah tanggungjawab istri?" kataku seolah cukup lugas padahal gemetar pula jantung ini ketika sadar laki-laki di sebelahku menatap dengan sangat serius. Ayah, Ibu, semua pun yang hadir di sini tersenyum.  "Tidak bisa lagi waktu pernikahan ditunda hingga kuliahmu selesai, Nissa. Biar segera dilapangkan kuburnya, jika menunggumu wisuda, bukankah dosenmu terkesan lebih sibuk dari Malaikat Raqib dan Atid?" Om Hendra tiba-tiba berkelakar diakhir kalimatnya. Gelak tawa berhamburan termasuk Rama yang tertawa sambil menutup mulutnya. "Toh dulu saat Ayah tanya tentang calon suami, Nissa jawab siapapun yang Allah kirimkan, yang Ayah dan Ibu pilih, insyaallah Nissa mau. Ya ini sekarang yang Ayah dan Ibu pilih, Nak," ujar Ayah seolah mematikan semua langkahku. Maka aku hanya bisa menelan ludah atas perkataanku yang dulu. Mungkin belum ada satu tahun ini Ayah bertanya tentang jodoh. Kala itu kusebut diskusi ringan dengan Ayah, aku memang tak memusingkan soal itu. Dan iya, aku minta Ayah dan Ibu saja yang memilihkan. Nyatanya aku kaget sendiri ketika Ibu dan Ayah sudah memilih. Ah, tapi masalahnya tidak sesederhana itu. "Mungkin calon cucu Nenek ini bingungnya, dia kuliah di Solo sementara Rama bekerja di Banjarmasin. Bukankah seharusnya istri ikut dengan suaminya?" Sebenarnya itu yang kumaksud, tapi lidahku terlalu kaku untuk mengatakan yang sejujurnya. Aku tersenyum saja. "Kan sementara waktu." Ibu langsung nimbrung. "Nanti kalau sudah wisuda, Adik bisa nyusul Rama ke Kalimantan. Soal saling mengenal, nanti bisa saling mengenal setelah menikah." Semua orang setuju lalu mengangguk. Memang percuma menyampaikan pendapat, toh akhirnya mau tidak mau kami tetap akan menikah. Tanggal pun sudah ditentukan, tidak mau terlalu ribet kedua keluarga ini. Selain Rama yang sangat sibuk dengan agenda tim pun agenda timnas, juga tentang jarak rumah kedua keluarga yang tidak memungkinkan untuk sering bertemu dan berunding. Saat dua keluarga mulai sibuk dengan makanan, bersenda gurau pun sesekali menentukan konsep pernikahan. Aku justru berjalan keluar rumah, melihat bintang seperti biasanya ketika sedang dalam keadaan gundah. Dua keluarga itu tak butuh masukan dariku, semua akan ditentukan oleh mereka. Tinggal terima beres kata orang. Rasanya aku ingin berontak, ingin menolak tapi tidak tahu bagaimana caranya menolak. Ingin menerima tapi terlalu mendadak untuk diterima. Dan aku hanya bisa percaya, inilah jalan Allah mempertemukan aku dengan jodoh pilihan-Nya. "Perlu mengenalku lebih dalam sebelum kita menikah?" tanya seseorang yang datang dari belakang. Aku hanya menoleh sekilas, kami hanya berdua meski bintang gemintang bisa disebut sebagai saksi dan orang-orang di dalam pasti memperhatikan kami. Sebab kami tak berada di tempat sepi dan tertutup. "Jangan lupa follow Instagramku nanti aku follback," katanya lantas duduk di sampingku. Ingin sekali aku mentertawakan seorang Kapten Timnas U-23 ini. Memangnya dia itu orang biasa yang followers-nya 100an, pakai minta difollow instagramnya. "Aku sudah follow sejak tahun 2015," kataku sedikit ketus. Rama mengangkat alisnya, aku tahu itu meski sekelebat saja. "Ini tahun 2018," gumamnya. Tersenyum masam. Begitulah cara kami saling mengenal dengan sekilas, cara kami akhirnya menemukan jawaban atas perjalanan panjang atau mungkin langkah awal perjalanan kami. Sampai kami tahu, jodoh yang dijodohkan.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
11.5K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
93.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook