bc

Cinta, Jangan Kemarau

book_age18+
2.0K
FOLLOW
22.6K
READ
contract marriage
confident
drama
comedy
sweet
bxg
humorous
brilliant
genius
affair
like
intro-logo
Blurb

Irene, mahasiswa semester lima yang sangat bosan belajar. Menikah dengan Pram, dosen ganteng yang patah hati karena kegagalan masa lalu. Bukan pernikahan seperti pada umumnya, tapi pernikahan aneh yang dijalani tanpa kesepakatan. Tak ada aturan mengikat, Irene bisa sesuka hatinya dan Irene dilarang mencampuri urusan Pram.

Akankah cinta datang karena kebersamaan mereka? karena mereka hanya dua orang yang dipersatukan tanpa tujuan. Perjodohan.

chap-preview
Free preview
Anti Pria Tampan
Apa yang paling tak disukai Irene? Cokelat dan pria tampan. Ya, dua hal itu amat tak disukainya. Dua hal yang bahkan hampir seratus persen disukai wanita di muka bumi. Irene bukan bagian dari mereka, dia berbeda. Baginya cokelat hanya memberikan rasa semu saat berada di dalam mulut. Disertai rasa sedikit pahit dan aneh saat makanan itu lumer dan meleleh di mulutnya. Sama halnya seperti pria tampan, mereka adalah makhluk yang mesti dihindari karena selalu tebar pesona. Pria tampan kebanyakan lupa bahwa di balik wajah rupawan mereka, mereka tetap memiliki kekurangan. Irene Mustika, mahasiswa semester lima, fakultas Hukum. Umur 20 tahun, hobi berleha-leha. Tak ada kamus rajin di hidup Irene. Selagi bisa santai dan nyaman tanpa melakukan apa pun, kenapa tidak. Hidup cuma sekali, kenapa harus menyiksa diri. Irene bukan orang yang berambisi terhadap sesuatu, baginya hidup cukup jalani saja, tanpa rencana seperti orang pada umumnya. Irene bahkan tak peduli dengan beberapa mata kuliahnya yang mengalami nilai jelek dan mesti diulang di semester depan. Atau dengan kehidupannya yang dianggap orang terlalu membosankan. Ke kampus lalu pulang, tanpa keluyuran tanpa pacaran. Tanpa nongkrong dengan teman-teman. Saat ini, dia tengah menjalani aktivitas membosankan yang baginya cukup menyiksa. Kuliah. "Eh, Pak dosen ganteng datang," bisik Jelly menyikut kecil siku Irene. Jika para mahasiswi yang tadi ribut langsung hening karena terpana dengan sosok yang baru datang di depan kelas mereka, berbeda dengan Irene, dia tak suka pria itu. Bahkan Irene memutar matanya malas. Padahal, dia berharap pagi ini tak ada dosen karena dia tau pasti, pria itu tadi malam menggigil karena demam. "Kenapa datang juga? Bukannya tadi pagi dia mengeluh masih sakit?" gerutu Iren. Dia tak sadar, Jelly mendengar gerutuannya. "Apa?" Jelly mendekatkan wajahnya, ingin mencari tahu lebih jelas apa yang barusan Irene katakan. "Heh? Apa? Aku ... Tak bilang apa-apa. Memangnya aku bilang apa?" Irene pura-pura bodoh. Bisik-bisik mereka sedikit mengganggu pria muda berkaca mata di depan sana. Jelly menyipitkan matanya lalu mendengkus. Irene melepaskan napas lega saat Jelly tak lagi melanjutkan pertanyaan kepo-nya. Jangan sampai Jelly mengorek lagi. Bisa gawat. Pramudia Laksamana, itulah nama pria yang sedang memberikan sapaan pembuka itu. Dosen muda yang sangat dielu-elukan oleh mahasiswi di kampusnya. Bukan karena apa-apa, tapi karena dia tampan dan keren, setidaknya begitu yang Irene dengar. Bagi Irene, Pram tak lebih dari laki-laki yang membosankan dan memiliki keahlian dalam memancing emosi. Tak ada istimewanya Pram bagi Irene. Bahkan setelah sebulan mereka hidup bersama. Ya, Pram ... Dosen muda itu, adalah suaminya. Tanpa ada satu makhluk pun yang tahu di kampus ini, bahwa mereka telah menikah. Irene menyapu dengan tatapan, para mahasiswi yang menatap suaminya itu dengan binar kekaguman yang nyata, sedangkan para mahasiswa, bertingkah biasa saja, tak ada yang istimewa dari cara Pram mengajar, itu menurut Irene. Pria itu sama saja, terlalu serius dan kaku. Beberapa kali, Irene menguap bosan. Dia lebih tertarik mencoret-coret bukunya membentuk lukisan abstrak tanpa makna. "Baiklah, saya sudah jelaskan sedikit tentang subjek hukum internasional." Pram memberi jeda, matanya yang tajam menangkap sosok yang sejak tadi tampak malas-malasan di kursinya. "Dan ... Irene Mustika? Bisa jelaskan contohnya di negara kita?" Irene yang menguap terperanjat, seiring dengan tatapan teman-temannya padanya. Saat menyadari dia telah dijebak, Irene menggerutu. "Sial!" *** "Jadi, maksud Bapak apa tadi pagi? Sengaja mempermalukan saya?" Irene menatap Pram serius. Dia menunggu momen ini, seharian dia menunggu Pram pulang dan ingin meminta klarifikasi. Sayangnya, pria itu malah pulang malam. Mereka tengah berada di meja makan untuk makan malam. Irene sengaja menahan lapar agar bisa berbicara dengan pria itu malam ini. Walaupun mereka jarang makan bersama, setidaknya malam ini Irene punya alasan untuk bersua dengan Pram. Pram meletakkan garpu dan sendoknya, melihat sekilas ke piring Irene yang nasinya masih utuh. Gadis itu dari tadi hanya diam tak bersuara, bahkan saat Pram menghabiskan makan malamnya, Irene belum sama sekali menyentuh nasinya. "Bagian mana dari sikap saya mempermalukan kamu?" Pram menjawab tenang, mengusap bibirnya dengan selembar tisu. Nah, apa Irene bilang, pria itu yang tau pasti apa yang dilakukannya, yang Irene anggap sebagai olok-olok. Dia masih merasakan malu saat terbayang bagaimana dia terbengong karena tak mampu memberi penjelasan tentang pertanyaan Pram. Belum lagi tawa menyebalkan teman-temannya. Mereka begitu senang dengan kebodohan Irene. "Apakah saya harus jelaskan yang mana? Bapak tau pasti bagian mana dari sikap Bapak yang mempermalukan saya." Pram mengerutkan keningnya. Menatap gadis berwajah mungil di depannya. Dia tak ubahnya bagaikan ABG labil yang emosinya selalu meledak-ledak. "Oh, bagian itu, saat saya menyuruh kamu menjelaskan tentang materi hukum internasional, kan?" "Saya tak perlu jawab, Pak." "Bagian mana saya seolah-olah mempermalukan kamu? Wajar seorang dosen bertanya pada mahasiswanya, kan?" "Bapak tau pasti saya tak menyimak, lalu Bapak sengaja melempar pertanyaan pada saya agar saya malu." "Kamu tak menyimak apa yang saya terangkan, lalu saat diberi pertanyaan kamu tak mampu menjawab. Lalu, saya yang salah karena mempermalukan kamu. Hmm ...." Pram mengangguk-angguk berpura-pura mencerna tuduhan Irene. Pram menatap gadis di depannya, gadis labil yang sayangnya adalah istrinya, bagaimana bisa mereka menikah? Ceritanya amat panjang sekali. Mereka saling mencintai? Tentu saja tidak, mereka dua orang asing yang dipersatukan oleh takdir secara ajaib. Tak ada perasaan apa pun di antara mereka. Bahkan setelah sebulan hidup bersama. "Bisa, nggak, sih, Pak? Kita itu nggak saling ganggu?" "Saling ganggu? Kapan saya ganggu kamu?" Pram tak terima dengan tuduhan Irene. Pram memperbaiki duduknya, lalu membungkuk sedikit agar wajahnya sejajar dengan Irene. "Di rumah, saya adalah suami kamu, di kampus saya adalah dosen kamu, saat saya menghukum kamu karena tak menyimak penjelasan saya di kelas, saya dengan menjalankan peran saya sebagai dosen. Tak hanya berlaku untuk kamu, tapi juga untuk mahasiswa lainnya. Paham?" Irene mati kutu, dia bahkan membuka tutup mulutnya tapi mengurungkan niatnya untuk berbicara. Bagaimanapun, baginya apa yang dilakukan Pram tetap salah. "Kamu tidak lapar? Sejak tadi nasimu tidak disentuh." "Saya kenyang, mendengar jawaban Bapak!" Pram tersenyum geli, memamerkan lesung pipinya. Bukannya terpesona, Irene makin tak suka. Dia benci pria tampan, apalagi yang sengaja mengeluarkan pesonanya untuk menjerat perempuan. "Oh, tak makan pun, kamu cukup lemak untuk dijadikan cadangan makanan." Pram bangkit. "Apa?" Irene kaget bukan main, apa yang disampaikan Pram sangat menyinggungnya. Secara sengaja pria itu mengatainya gendut? Hei dia bukan gendut, tapi montok. Irene ingin meneriakkan itu di kuping Pram. Sayangnya Pram telah menghilang di balik pintu kamarnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
188.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
92.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook