bc

POSSESIVE BROTHERS

book_age12+
5.9K
FOLLOW
77.4K
READ
kidnap
friends to lovers
arrogant
drama
comedy
sweet
no-couple
like
intro-logo
Blurb

Hidup sebagai gadis panti asuhan selama bertahun-tahun telah Ily rasakan semenjak ibunya meninggal dunia. Sulit memang, tapi itulah kondisi yang harus Ily terima.

Hingga suatu saat ada yang datang mengakui dirinya bahwa dia adalah putri mereka yang telah lama menghilang. Dengan bukti yang ada, Ily menerimanya dan ikut bersama kekediaman keluarga Thomas.

Hidup dalam keluarga itu tak pernah Ily bayangkan sebelumnya.

Kehidupannya berubah 180 derajat. Ily harus bertahan dari rasa jengah yang disebabkan oleh kedua kakak laki-lakinya ditambah kedua kakak sepupunya yang overprotective terhadapnya.

Rimba, kakak pertamanya yang dingin, Lingga kakak keduanya yang emosional, Garha kakak sepupunya yang cuek dan terakhir Saka kakak sepupunya yang tengil, bagaimanakah kisah kehidupan Ily bersama keempatnya?

chap-preview
Free preview
Bolos sekolah
Seorang gadis berseragam SMA berlari tergesa-gesa di koridor rumah sakit mencari kamar yang akan ditujunya. Napasnya ngos-ngosan serta keringatnya yang bercucuran tidak ia gubris, apalagi tatapan tidak suka serta teguran dari orang-orang yang ditabraknya tidak ia perdulikan. "Dimana mereka?" Tanyanya pada diri sendiri. Langkahnya terhenti setelah melihat seorang ibu paruhbaya berdiri didepan ruangan. Gadis itu menghampirinya dengan wajah khawatir terpampang jelas diwajah cantiknya. "Ily kamu udah dateng," Ily mengangguk meraih tangan wanita paruhbaya itu. Bukan cuma Ily yang merasa khawatir melainkan dia juga. "Gimana keadaannya, bu? Dia nggak apa-apakan?" Tanyanya tidak sabaran. Gadis itu adalah Queenesya Prisilya biasa dipanggil Ily, gadis cantik yang masih berusia 16 tahun. "Tenanglah, Ly! Vania udah nggak apa-apa, dia sedang istirahat sekarang." Ibu itu melihat penampilan Ily masih menggunakan seragam sekolahnya "kamu bolos lagi?" Pertanyaan itu membuat Ily tersenyum memelas. Ibu itu menggeleng tidak habis pikir dengan anak asuhnya yang satu itu. Barkali-kali ia menasehati Ily untuk tidak membolos lagi karena masalah Vania. Itu bukan yang pertama, kedua atau yang kelima kalinya, inilah yang kesekian kalinya gadis itu melakukannya. Dia memang tau jika Ily dan Vania sangat akrab bahkan tak terpisahkan. Dari kecil mereka selalu bersama. "Ibu Rani kok tambah cantik ya hari ini?" Ily menggoyang-goyangkan lengan kanan Rani berharap wanita yang dia anggap ibu itu tidak menceramahinya lagi "Cuma hari ini? Jadi selama ini ibu nggak cantik?" Selidik Rani membuat Ily garuk-garuk kepala "Cantik kok. Tapi cantikan juga Ily," ucapnya tersenyum manis mengedikkan sebelah matanya, Rani yang melihatnya tersenyum geli. Setelah beberapa saat mendengarkan Rani yang mengoceh ini-itu, Ily membuat alibi untuk tidak mendengarkan Rani lebih lama lagi. Jahat memang. Tapi Ily sudah berulang kali mendengarkan hal serupa dan alhasil dia sudah hapal dimana ujung pembicaraan Rani. "Duh! Aku mau buang air kecil bu. Aku masuk ke kamar Vania dulu!" Ily langsung masuk ke kamar dimana gadis yang bernama Vania terbaring. * * * "Kamu udah sadar?" Ily membantu Vania yang berusaha bangun. Gadis yang bernama Vania mengangguk dan tersenyum hangat melihat sahabat sekaligus saudaranya itu berdiri didepannya. "Butuh sesuatu? Mau minum? Kamu lapar? Mau ke kamar mandi? atau kam---" "Bu, ada plaster nggak?" Vania menoleh kearah Rani, Ily mengernyit tidak paham. Vania baru sadar dari pingsannya malah mencari sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan dirinya "Buat apa, Van?" Tanya Rani juga tidak mengerti kenapa Vania mencari benda itu "Kamu ada luka, Van?" Tanya Ily. Vania menggeleng pelan melihat sahabatnya itu. "Terus?" "Buat bekap mulut kamu yang kayak kereta itu" Ily langsung menarik kedua sudut bibirnya mengelus rambut sahabatnya itu dengan sayang. Vania juga tersenyum paksa jauh dari lubuk hatinya ia was-was pada sahabatnya itu. Pletak Vania meringis dan memegang keningnya yang baru saja dapat hadiah dari Ily. Vania mempelototi Ily, bukannya Ily merasa takut melainkan membalas pelototan Vania. "Apa? Mau aku colok mata kamu itu?!" Ily mengarahkan jari telunjuk dan tengahnya seakan kedua jarinya itu bersiap untuk mencolok mata Vania "Kamu tega?" Vania merenggut dan langsung membaringkan tubuhnya kembali. Rani yang melihatnya hanya tersenyum menggeleng. Dia tau keduanya memang sering bertingkah seperti itu, menurutnya itu salah satu bentuk kasih sayang mereka. "Kalian itu ya, kalau ketemu sering berantem. Kalau salah satu dari kalian nggak ada pasti yang satunya lagi nyari," Vania menaikkan selimutnya untuk menutupi wajahnya sedangkan Ily garuk-garuk kepala. Perkataan Rani memang benar. Ily melihat jam dinding yang ada diruang rawat inap Vania menunjukkan pukul 2 siang lewat 24. Ily berdiri dan merapikan pakaiannya kemudian bersiap-siapa. "Aku pergi dulu, jangan lupa makan, Van!" Vania mengibaskan selimutnya dan langsung mendudukkan dirinya menatap Ily tajam. Kemudian mendecih. "Hati-hati nak! Nanti kamu langsung pulang ke panti atau kesini?" Tanya Rani "Ke panti aja nggak usah kesini lagi!" Ketus Vania membaringkan tubuhnya kembali lalu memunggungi Ily yang terdiam. "Vania" panggil Rani yang tak digubris Vania "Udah, bu! Aku langsung pergi aja takut terlambat, nanti kena marah lagi" Ily meraih tangan Rani kemudian menciumnya. Ily melihat Vania yang marah padanya, ia tersenyum. Vania selalu seperti itu padanya dan nanti juga Vania akan bersikap baik lagi. Ily tau betul dan tidak terlalu ambil pusing pada Vania. Dia tau kenapa Vania bersikap seperti itu padanya. Setelah Ily keluar dari ruangan, Rani mendengar suara hembusan napas kasar Vania. Rani menghampiri Vania kemudian mengelus kepalanya, "Jangan bersikap kayak gitu, nak! Dia punya alasan sendiri." "Selalu aja kayak gitu" gumam Vania * * * Ily memasuki cafe tempatnya bekerja. Cafe itu salah satu dari 2 kerjaan paruh waktu Ily. Saat pagi hari Ily sekolah sampai pukul 2 siang, jam 3 siang dia bekerja di cafe, dan pukul 6 sore Ily bekerja disalah satu restoran terkenal di Malang jadi dia pulang paling lambat jam 11 malam. Untungnya restoran itu tidak jauh dari panti asuhan yang dia tinggali sekarang, hingga lebih mudah untuknya. "Udah makan, Ly?" Tanya Karina teman kerja Ily di cafe, Ily menggeleng kemudian berlalu meninggalkan Karina yang mengekor dibelakangnya "Ily puasa," Karina beroh sejenak, serasa ada yang mengganjal Karina menatap Ily yang sudah sibuk mengantar pesanan ke beberapa pelanggan. "Kenapa lo?" Aldo menatap apa yang menjadi objek Karina. Ily. Aldo kemudian kembali menatap Karina dengan ekspresi bingung. Karina menggeleng seakan apa yang dipikirkannya salah. "Apa anak itu udah makan?" Karina menatap Aldo matanya tertuju pada Ily yang terlihat mencacat pesanan pelanggan. "Dia puasa," Karina menjawab pertanyaan Aldo "Puasa? Hari selasa? Puasa apa namanya?" Tanya Aldo yang membuat Karina mendelik, bocah itu mempermainkannya lagi, "Dari ekpresi lo seakan nahan boker itu gue bisa tau jika Ily bohong lagi."Tebakan Aldo tepat sasaran. Melihat Ily berjalan kearahnya Kerina memperlihatkan wajah kesalnya. "Dasar bocah tengik" ujar Karina setelah Ily sampai didepannya. Ily tampak bingung siapa yang dimaksud Karina. Seakan Karina tidak menggubrisnya Ily melihat Aldo berharap pria yang sudah dianggapnya sebagai kakak itu mau memberitahunya. Aldo tersenyum. Ily memicingkan matanya. "Siapa lagi bocah disini selain lo," Aldo mencubit pipi Ily gemas. Saking gemasnya, Aldo selalu ingin membungkus Ily dan membawanya pulang untuk ia pelihara. Aldo menapiknya. Ily bukan binatang. Tapi bocah kecil itu selalu menggemaskan untuknya "Sakit, bos!" Sentak Ily yang membuat Aldo dan Karina tertawa. Bersambung. . . 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

RAHIM KONTRAK

read
418.1K
bc

Mrs. Rivera

read
45.3K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.0K
bc

Penjara Hati Sang CEO

read
7.1M
bc

Mafia and Me

read
2.1M
bc

Turun Ranjang

read
578.7K
bc

Sweetest Diandra

read
70.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook