bc

My Sexy Brother

book_age18+
100
FOLLOW
1K
READ
dark
drama
tragedy
like
intro-logo
Blurb

Hibino tak menyangka kalau ia bisa jatuh cinta pada kakaknya sendiri.

"Hibi-chan, apa pembalutmu habis? Bagaimana dengan underwear? Kapan kau ingin menggantinya?"

"Dasar, menyebalkan! Aku sudah besar dan hanya butuh uang untuk membelanjakan kebutuhan pribadiku sendirian!"

Kyota tergelak, memasang wajah geli setiap aku mengatakan bahwa aku sudah bukan anak kecil.

chap-preview
Free preview
Hibino
Pagi itu, seperti tahun-tahun sebelumnya, liburan musim panas telah berakhir, Kyota membangunkanku untuk menyiapkan tahun ajaran baru. Ini adalah awal bulan april, pucuk plum mulai bermekaran dan mengganti kelopaknya dengan gerombolan sakura. "Hibi-chan, kau yakin tidak ingin sepeda baru?"tanya Kyota mengancingkan kemejanya sebelum memberiku segelas s**u sapi ke atas meja. Aku menggeleng, menaruh sumpitku dengan segera ke atas mangkuk soba yang telah kosong. Meja makan itu cukup luas untuk dipakai hanya berdua saja. Jika orang tua kami masih hidup, pasti akan terasa sesak oleh tumpukan lauk. Namun, sejak mereka tiada, Kyota hanya memberiku satu macam lauk saja. Itu ia lakukan karena kami tidak lagi punya cukup uang meski mendapat tunjangan tiap bulan. "Onii, apa kau bosan mengantarku ke sekolah?" tuduhku kesal. Tanpa sadar aku mencembik masam. Sejak menjadi seorang mahasiswa, ia seolah membatasi urusannya denganku. Kyota tersenyum kecil,"Apa kau sedang merajuk? Uang hasil kerja sambilanku saat musim panas masih utuh. Jadi kupikir kau butuh sepeda baru." Kembali aku menggeleng,"Tidak, simpan saja uangmu. Ayo cepat, Onii! Aku bisa terlambat. Antarkan aku sampai pintu gerbang!"seruku berdiri sambil menghabiskan s**u. Makan pagi kakakku, jujur tidak pernah lezat. Sayurannya kadang masih mentah dan rasanya selalu hambar. Tapi entah kenapa aku selalu mampu untuk menghabiskannya. "Baiklah, kalau kau butuh uang, bilang saja. Aku akan menyimpannya untukmu,"kata Kyota menata tatanan poniku yang berantakan. Ia memang cukup mahir mengurusku. Terbukti sejak ibu meninggal ialah yang sering menyisir rambut panjangku. Ia sering mengajarkanku berbagai hal seperti kakak perempuan pada adiknya yang menginjak angka pubertas. Aku masih ingat bagaimana saat pertama kali Kyota membelikanku pembalut, pakaian dalam dan lipgloss di minimarket 24 jam. Penjaga di sana awalnya mengira ia adalah otaku c***l, tapi lama kelamaan malah kagum pada caranya mengurusku. Mulanya kupikir aku adalah adik paling beruntung sedunia. Kyota memberiku apapun yang aku inginkan. Uang dari hasil kerja part time, bahkan selalu ia simpan untukku. Namun, saat aku menyadari perasaanku padanya, dunia seorang adik yang polos dan bahagia, runtuh saat itu juga. Aku pasti wanita paling sial sedunia karena menjadi adik kandung Kyota Tsubaki. Jawabannya sederhana. Dari segi fisik dan wajah, sosok kakakku itu sangat mempesona. Tinggi badannya 180 dengan berat tubuh proporsional khas pemain basket. Andai saja ia bukan kakakku, sudah pasti aku akan ikut menyesaki lokernya dengan coklat dan kue-kue kering. Sempat satu tahun berada dalam lingkup sekolah yang sama, aku mengenal sosok lain dari kakakku sendiri. Populer, cuek dan pintar. Aku sendiri tidak menyangka seorang Tsubaki Kyota bersikap dingin pada orang lain. Selama ini di hadapanku, ia sangat lembut, hangat dan penuh kasih sayang. "Kau melamun lagi?" tiba-tiba sebuah sapuan lembut mendarat di atas kepalaku. Itu jemari Kyota yang mengambil helaian sakura dari ujung rambutku. Jarak antara rumah dan SMA ku memang tidak terlalu jauh. Dulu Kyota menghabiskan tabungannya untuk membeli sebuah sepeda mini untuk kami naiki berdua. Saat musim semi seperti sekarang, akan banyak helaian sakura yang beterbangan sepanjang jalan, tapi tidak sama menyenangkannya di waktu musim dingin. Kami terpaksa naik angkutan umum untuk menghindari jalanan licin. Di akhir kelulusan Kyota, sepeda itu dijual untuk mengambil sebuah sepeda motor sebagai cicilan pertama. "Kau membuatku berantakan!"Aku berseru kecil, menepis tangannya lalu melompat turun dari atas sepeda motor. Sebuah tawa kecil terdengar dari mulut Kyota hingga lesung pipinya kemudian terlihat, membayang manis di bawah kelopak sakura. Ukh, menyebalkan. Kyota punya bakat untuk memikat perhatian lawan jenis. "Kau hampir terlambat."Ia menegur, mengambil helm yang sempat kupakai. Lagi-lagi aku melihatnya seperti orang bodoh. Aku buru- buru berbalik, tidak mengindahkan seruannya tentang bekal makan siang yang di taruhnya di bawah buku pelajaran. Tepat saat bel istirahat berbunyi, Harumi adalah orang pertama yang menertawai isi bekalku. "Hei, hentikan. Kau pasti menyesal kalau tahu siapa yang membuatnya,"ucapku meletakkan bekal berisi sandwich gosong ke tengah-tengah meja. Ayaka, satu temanku yang lain tertarik, ia menggigit ujung sumpitnya yang belepotan saus teriyaki. Oh, god. Pasti itu enak sekali. "Siapa? Kau sendiri kan?" ucap Aya mengerutkan alis tipisnya. "Ini adalah hasil karya idolamu, Tsubaki Kyota. Tadi pagi ia menghancurkan sarapan pagiku. Sekarang, ia menerorku dengan sandwich." Aku mengambil jatah s**u pisangku yang disodorkan oleh pengurus kelas dengan nada kesal. "Itu tidak mungkin, kakakku bahkan tidak pernah mau memberiku setengah dari jusnya!"sergah Harumi mengunyah sepotong sosis berbentuk gurita dengan ekspresi tidak percaya. "Aku bersumpah, ini adalah makan siang buatannya. Kalau kalian tidak percaya, tidak masalah. Aku bisa membuangnya." Bohong, mana mungkin aku melakukannya. "Akh, kau tega sekali. Sini, berikan padaku." Bingo. Berhasil. Ayaka menyodorkan bekalnya padaku. Sekotak mie udang saus teriyaki. Oh, God. Terima kasih. Harumi jelas tahu akal licikku. Ia mengeryit kecil saat melihat Ayaka mulai menggigit pinggiran roti gosong itu ke mulutnya. "Kau harus tanggung jawab kalau membuatnya sakit perut,"bisik Harumi padaku. "Tenang saja, Kyota tidak pernah membuatku sakit perut selama ini. Walaupun tidak pernah enak, ia sangat bersih."Aku tersenyum kecil, melahap isi bekal milik Ayaka. Tidak terlalu pedas dan aku hanya butuh sepuluh menit untuk menghabiskannya. "Kalau dipikir-pikir, seharusnya aku mulai belajar memasak. Kalau tidak, seumur hidup, Kyota pasti akan memberiku makanan pahit,"keluhku mengambil kotak bekalku yang telah kosong. Lima menit lalu, gadis itu terlihat kepayahan saat menelan potongan terakhir. Kasihan juga. "Seumur hidup?"beo Harumi tergelak tak percaya. Diletakkanya sebungkus camilan tebu ke tengah meja untuk membaginya dengan kami. "Kenapa? Apa ucapanku salah?"tanyaku bingung. "Hibino, kau tidak seharusnya berkata seperti itu. Kakakmu bukan milikmu. Suatu hari dia pasti akan menikah, meninggalkanmu untuk hidup bersama gadis lain. Bukankah waktu terus berjalan? Kau juga akan seperti itu." Ayaka bersuara kecil, meneguk isi kotak susunya hingga habis. Menikah? Kenapa selama ini kalimat itu tidak pernah terlintas dalam pikiranku? "Ada yang bilang, saat Kyota Tsubaki menolak puluhan gadis di sekolah, sesungguhnya itu karena adiknya. Punya seorang kekasih bisa memecah perhatiannya padamu. Kalian tidak punya orang tua, wajar saja jika kakakmu seperti itu. Ya, kau beruntung sebagai seorang adik, tapi tidak untuk seorang wanita." Ucapan Harumi memang benar, aku tidak tersinggung sama sekali. Hanya saja, hari ini ia menyadarkan pada satu hal, aku tidak boleh egois. Perasaanku, mungkin tidak lebih dari rasa kagum pada seorang saudara kandung.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
186.5K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.3K
bc

My Secret Little Wife

read
84.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook