bc

Gay Husband & His Four Wives

book_age18+
1.1K
FOLLOW
6.4K
READ
sex
love after marriage
arranged marriage
goodgirl
drama
comedy
sweet
bxg
bxb
like
intro-logo
Blurb

[DEWASA] "Cara terbaik bikin gay balik lagi jadi normal, ya bikin dia digangbang para gadis."

Entah apa yang ada di pikiran para orang tua ini, menjodohkan empat gadis sekaligus untuk seorang pria gay dengan alasan yang agaknya kurang masuk di akal.

chap-preview
Free preview
Chapter 1 - 3
CHAPTER 1   “Ih, Om nakal, deh!” Brendon tertawa pelan sambil bergelayut manja dengan seorang pria dewasa di sofa, yang tadi meremas pantatnya. Ia memeluk erat insan yang ia panggil ‘om’ tersebut yang kemudian mengelus rambut panjangnya. Brendon terkikik geli ditambah sentuhan lain di area sensitifnya.   “Kamu mau ke kamar, Manis?” tawarnya, sambil menyugar rambutnya, Brendon menatap terpesona wajah yang ditumbuhi bulu-bulu halus dan berjas kasual itu.   Tentu saja, tak butuh waktu lama anggukan ia lakukan. “Iya, Om Adam!”   Tersenyum, Adam mengangkat Brendon dengan gaya bridal dan membawanya ke sebuah kamar yang tersedia di klub itu. Ia mengempaskan pelan badan kecil Brendon ke kasur, mulai melepaskan pakaiannya yang membuat pemuda mungil itu menggigit bibir bawah. Perpaduan bisep besar dan d**a bidang yang menakjubkan terlebih rahang tegas pandangan mata begitu tajam.   Brendon benar-benar mengeras.   Tanpa disangka, Adam malah mengambil ember yang entah ia dapat dari mana dan menyemburkan isinya, berupa air, ke wajah Brendon.   Brendon bangun dari tidurnya, terperanjat hingga duduk di kasur berwarna biru muda dalam keadaan basah kuyup. Ia menatap sekitaran yang dipenuhi koleksi pernak-pernik ala perempuan. Ini kamarnya, di kamarnya. Lalu ditemukannya insan berdiri di samping kasur yang baru saja membuat tubuh serta kasurnya basah. Sosok berwajah sangar dengan ember di tangannya.   “Akhirnya lo bangun juga!” Itu sepupu laki-lakinya, Daniel.   “Kamu apa-apaan, sih?! Ganggu tau, gak?!” maki Brendon kesal.   “Elo sendiri, dibangunin dari tadi, malah ngigo, mana ngigonya kek esek-esek lagi! Sana, mandi, pake baju bagus, kita mau jalan!” perintah Daniel, tanpa memberi kesempatan Brendon protes ia langsung melengos pergi.   Awalnya, Brendon kesal bukan main. Sampai, ia menyadari sesuatu ....   Sontak saja, Brendon merengek, menyadari adegannya tadi bersama dosen literaturnya, Adam, hanyalah mimpi belaka.         CHAPTER 2   Setelah lama bergelut dengan kesialan mimpinya tak jadi kenyataan, Brendon membersihkan diri, lalu menuruti permintaan Daniel untuk memakai pakaian terbaiknya. Entah ingin diajak ke mana, Brendon tak peduli, ia memakai style yang memang sangat ia sukai.   Daniel mungkin mengajaknya ke tempat-tempat refreshing atau kedai game dan mengajaknya duel taruhan, seperti biasa di hari libur ini. Ia agak senang sejujurnya diajak ke tempat membosankan itu, tetapi mengetahui pasti banyak pria tampan berkeliaran sedikitnya berhasil menghiburnya, itulah mengapa ia tak pernah menolak ajakan sepupunya.   Merapikan diri, rambut, riasan tipis serta memastikan perlengkapan lain ia pun keluar dari kamarnya. Melangkah menuju ruang keluarga untuk menemui Daniel yang instingnya mengatakan ia ada di sana tengah menunggunya.   Brendon tertegun.   Ia tak sepenuhnya salah akan tebakan Daniel menunggunya di ruang keluarga, hanya saja ia nyatanya tak sendiri. Ada dua orang lain yang Brendon sangat kenali siapa mereka.   “Papah, Mamah, kalian kapan pulangnya? Kok enggak ngasih tau Brendy?” tanya Brendon manja, ia menyengir sambil menghampiri kemudian memeluk mereka bergantian dengan sayang. “Mamah Papah gak bakal pergi lagi ‘kan? Brendy bosen sama Kak Daniel mulu, mukanya nyebelin!” Ia mengerucutkan bibirnya.   “Eh, makhluk bazeng!” kesal Daniel karena dibicarakan.   Ibu Brendon mengusap puncak kepala anaknya. “Iya, Mamah bakal lama, kok, di sini, tapi—”   “To the point saja!” ucap sang ayah memutus pernyataan wanita dewasa itu. Ia menatap serius putranya dan istrinya bergantian.   Brendon mengerutkan kening, lalu ekspresinya melesu. “Brendy ada salah, ya, sama Papah? Brendy gak nakal, kok. Tanya aja sama Kak Daniel!”   “Cukup, Brendon, cukup!” bentak ayahnya, yang membuat Brendon tersentak dan langsung memeluk ibunya ketakutan. “Kami laki-laki, bersikap layaknya laki-laki! Bukan banci seperti ini! Bahkan ... gay ....”   Brendon terisak, ibunya langsung mengusap bahunya. “Emang banci sama gay salah ya, Pah? Tapi aku, kan—”   “Gay dan banci prilaku yang salah, itu bukan kodrat kamu sebagai seorang pria!” Mata ayahnya murka menatap Brendon yang semakin bersembunyi di balik badan sosok yang melahirkannya. “Sudah dari dulu Papah bersabar atas kelakuan kamu, karena Mamah kamu—”   “Jangan salahin Mamah, aku yang milih jalan ini!” pekik Brendon mencicit, air mata membasahi wajah manisnya. “Papah jahat ....” Ia kembali menyembunyikan wajahnya.   “Hapus air mata kamu, kamu sudah dewasa, jangan mudah menangis, jangan lembek! Susul Papah ke mobil beberapa menit lagi, dan pastikan jangan ada hal cengeng dan baju kamu, ganti sekarang!” ancam ayahnya, sebelum akhirnya berdiri dari duduknya dan keluar rumah.   Brendon mendongak menatap wajah ibunya, yang tersenyum hangat sembari menyeka sisa air mata yang membasahi. “Brendy, udah jangan nangis, ya, Sayang! Entar Papah makin marah. Cup, cup, cup.”                                                           CHAPTER 3   Tenang dari tangisannya, kini Brendon yang pakaiannya sudah diganti menjadi jauh lebih keren dari sebelumnya hanya diam sepanjang perjalanan. Tak ada yang berbicara, baik ia ataupun kedua orang tuanya.   Tak memakan waktu lama, mobil memasuki sebuah pekarangan rumah raksasa yang Brendon ingat adalah villa milik keluarganya. Mereka mermarkir di samping beberapa mobil lain yang juga berada di sana. Brendon mengerutkan kening, ada orang lain di sini, tetapi ia memilih tak bertanya dan memilih keluar dari mobil kemudian mengekori kedua orang tuanya yang memasuki villa lebih dulu.   “Maaf, apa sudah lama menunggu?” Ayah Brendon tersenyum ketika mereka sampai di ruang keluarga yang besar, Brendon memperhatikan ternyata banyak orang yang berada di sana dan tak ada satu orang pun yang ia kenal. “Nah, ini Brendon Dawisnu, putra semata wayang saya.”   Brendon tersenyum ke arah tamu itu, yang jumlahnya ...   Mari dihitung, ada empat orang gadis, berambut pirang yang sibuk dengan kucingnya, ia kelihatan anggun dengan gaun putih pendek serta riasan sederhana, berambut hitam yang sibuk melihat-lihat majalah, ia kelihatan dewasa dan cara berpakaian anggun, berambut merah dengan topi ke belakang yang bermain ponsel, yang sepertinya game, dengan gaya tomboi serta yang terakhir yang berambut cokelat, tengah memakan cemilan yang ada di meja, ia kelihatan tidak peduli dengan penampilan.   Sisanya adalah empat pria dewasa dan empat wanita dewasa, sekiranya umuran kedua orang tuanya, yang ia rasa berpasangan suami-istri. Lalu para gadis adalah anak-anak mereka.   “Tidak juga, Pak Dawisnu,” jawab salah seorang pria dari mereka.   “Ah, baguslah kalau begitu, mari kita mulai diskusi pejodohannya.”   Dan penyataan ayah Brendon, membuat lima anak muda yang ada di antara mereka mengatakan satu kata yang sama.   “Perjodohan?!”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Pinky Dearest (COMPLETED) 21++

read
285.7K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.1K
bc

LAUT DALAM 21+

read
289.2K
bc

Sweet Sinner 21+

read
879.7K
bc

Mrs. Rivera

read
45.3K
bc

Suamiku Calon Mertuaku

read
1.4M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook