YOUNG; OUR TWENTY FOR (Bahasa Indonesia)

Pacitan, 31 Desember 2018 Sekuat apapun benteng dalam dirinya berdiri, pada akhirnya tembakan demi tembakan menghujani tanpa ampun. Pertahanannya runtuh, benteng itu tak lagi di sana. Jika ada kata yang lebih dari hancur, dia pasti sedang merasakan itu sekarang. Mati rasa. Tubuhnya mati rasa, batinnya pun tak jauh berbeda. Dingin angin malam sudah tak bisa dirasakannnya. Deburan ombak melebur bersama melodi kacau balau yang tercipta dalam dirinya. Ditengah tangis histeris batinnya, ia tersenyum. Matanya terpejam. Air mata yang entah sudah berapa lama mengalir deras, kini mengering, tergantikan rintik hujan yang turun bersamaan dengan ombak yang menyelimuti kakinya semakin erat. Harusnya dari dulu aku menyerahkan diriku. Harusnya, aku nggak perlu lari. Nggak perlu memberontak. Pada akhirnya, orang-orang yang kupikir bisa menyelamatkanku juga nggak bisa melakukan apapun selain berteriak kalau aku nggak sendirian. Harusnya-- "Disha!" --aku nggak perlu membagi rasa sakitku sama orang lain. Mereka nggak ngerti. "Disha!" Teriakan itu membuat melodi dalam dirinya semakin terdengar indah. Langkahnya semakin berat, sementara bebannya terasa lebih ringan. Dengan begini, aku nggak akan lagi-- "DISHA!!!" "DIS!!!" "NO! YOU f*****g STUPID ASSHOLE!" Ringan. Tubuhnya terasa semakin ringan.  ***