bc

Unwanted Marriage - COMPLETED

book_age18+
2.0K
FOLLOW
17.1K
READ
sex
escape while being pregnant
forced
arranged marriage
arrogant
dominant
sweet
bxg
abuse
rejected
like
intro-logo
Blurb

Bahasa Indonesia - Version

'Mature Content' - Reader Discretion Advised only for 21 +++

A forced marriage leads Mirah to a painful marriage. she has to confront abusive attitude from her unwanted husband just to safe her family business. Physical and psychological abuse continue received by Mirah, until huge tragedy happened to her life, which the death of his father which also linked to his husband. She run away, carrying an unwanted baby inside her to avoid her husband, until her husband hired a detective to find her and her baby, will they meet and what happen next, please read my story until end.

__________________________________________________________________________________

Pernikahan yang dipaksakan membawa Mirah ke pernikahan yang menyakitkan. Dia harus menghadapi sikap kasar dari suaminya yang tidak pernah ia inginkan hanya untuk menyelamatkan bisnis keluarganya. Penyiksaan mental dan fisik terus diterima oleh Mirah, hingga tragedi besar menimpa hidupnya, yang membawa pada kematian ayahnya yang ternyata juga terkait kepada suaminya. Hingga akhirnya Mirah berhasil untuk melarikan diri, sekaligus membawa bayi yang tidak pernah diinginkan untuk menghindari suaminya, hingga pada akhirnya sang suami memutuskan untuk menyewa seorang detektif agar dapat menemukan dia dan bayinya, akankah mereka bertemu dan apa yang terjadi selanjutnya, mari kita baca bersama-sama.

chap-preview
Free preview
Chapter 1 : I Don’t Want This!
Pov Mirah Saat ini aku memiliki hidup yang diinginkan semua orang, kekasih yang menyanjungku setiap saat, dan  sebentar lagi aku akan menuntaskan Pendidikan Master ku di salah satu Univesitas terkenal di Europe. Ah, aku sungguh tidak sabar bertemu dengan ayah ku tersayang yang berada di ujung dunia sana. Hanya dalam hitungan bulan aku akan menerima diploma ku, lalu, menghabiskan waktu beberapa bulan di Jakarta, dan kembali ke London yang sibuk untuk bekerja dan menetap selamanya bersama Theo. Ngomong-ngomong mengenai Theo, apa kalian tau Noah Mills, aku pikir karakter wajah mereka mirip hanya saja Theo memiliki mata yang keabu-abuan, believe me he has most gorgeous eyes in world, you just can die from drowning into it. “Hazel, have you prepared all doc for your graduation?” Theo mengagetkan ku dengan tambahan kecupan ringan dipipi kiri.  Hanya sebagai informasi Hazel adalah panggilan sayang theo, dia bilang mataku berwarna hazel, dan sejak itu dia lupa siapa nama aku sebenarnya dan mengganti dengan hazel. “Almost, why do you very excited with my graduation?” balas ku mesra sembari mendekatkan bibir ku dengan bibirnya, dan menarik cangkir kopi yang nyaris dia seruput. “Well Hazel, because I can not wait for any longer, to take you as my partner of my life” balasnya. “Wife, you mean?” balasku mengenyitkan kening dengan mata nakal. “yaah , isn’t it obvious”. Kekasih ku yang manis ini sunggung canggung sekali untuk mengungkapkan kata sayang, mungkin lidahnya akan terbakar jika mengatakan satu kata sayang sekalipun.  -_________________________________________________________________________________________________________ Waktu kelulusan tiba, aku dengan baju kelulusan ini, dan Theo disebelahku sembari membawakan bunga yang indah sekali, I just so happy about this new chapter. “drrrrrrrrrrrrrrrrrr………………..” HP ku bergetar, “yesss, Ayah” jawabku hampir berteriak kegirangan, “Mirah kesayangan Ayah, bagaimana kabar boneka ku yang cantik ?” tanya nya, “Cantik dan membanggakan ayah, my GPA is almost 4.0, one of the brightest girl at Uni!” jawabku mencoba membanggakan diri. “I know baby girl, kamu selalu cemerlang sama seperti almarhum ibu mu, kau bahkan bisa mengalahkan permainan catur ayah ketika masih di grade 5 right, ingat Mirah?”, tanya nya, lalu aku membalas nya dengan tawa kecil ringan.  “Mirah” tiba-tiba nada bicaranya berubah serius dan dalam. “Ya, Ayah?”, “apa bisa kamu segera kembali ke Jakarta, secepat nya, jika memungkinkan minggu ini”, tanya nya, “ada apa Ayah?” tanya ku. “akan Ayah sampaikan jika kamu sudah di rumah.” Jawabnya singkat, lalu tiba-tiba nada telp terputus. Hal yang tidak pernah aku terima sebelumnya dari Ayah. “What wrong Hazel?”,tanya Theo, “Nothing, but I need back to Jakarta within this week” jawabku. _________________________________________________________________________________________________________ *Jakarta, Indonesia   Akhirnya sampai juga, 17 jam penerbangan yang selalu melelahkan. Ini adalah penerbangan pertama ku kembali pulang di tahun ini. Ada beberapa perubahan yang aku perhatikan di tahun ini, dengan Airport Soetta, yang pasti jauh lebih baik. Aku bergegas untuk menunggu di Anomali Café, salah satu brand lokal coffee kesukaan aku, sampai Bapak Iman, driver kami menjemput. “Ayaah, ayah ikut menjemput!” respons ku girang melihat ayah ada di kursi belakang menunggu ku. “Tentu saja sayang, sudah satu tahun lebih ayah tidak melihat kamu, bagaimana mungkin ayah tidak ikut menjemputmu” membalas dengan kecupan manis di dahiku. “Pak Iman apakabar?” “Kabar baik Neng”, sembali membalas dengan senyum dan anggukan halus. Pak Iman sudah ikut kami semenjak aku SD, bahkan Pak Iman sudah bersama kami, ketika Ibu masih bersama dengan kami, dia sudah mengenal keluarga ini luar dalam, baik dan buruk. “Ayah ingin bercerita tentang apa?” bisik ku mendekatkan diri pada telinga Ayah, sembari meyenderkan diriku pada tubuh ayah yang berisi, dan memeluk erat lengannya. “Nanti kita bicarakan di restoran sembari makan ya, sekalian ayah kenalkan kepada seseorang”; “Okay”  jawabku singkat, sembari mengalungkan kedua lenganku kepada tubuh tambunnya, dibalas dengan usapan halus pada dahiku. Ahh tidak ada cinta yang lebih spesial dari cinta ayah kepada anak perempuannya. Tapi aku bisa merasakan bahwa sikap ayah sedikit berbeda, dia biasanya ceria, penuh dengan candaan. Hari ini dia hanya diam, kaku, lesu, dan pandangannya kosong terus menatap jalan yang kami lalui. Satu setengah jam pejalanan, aku hampir tertidur pulas di lengan ayah. Kami sudah sampai di restoran yang kami tuju, Ayah membangunkan pelan sembari mengelus-elus kepalaku. “Sayang kita sudah sampai”. Aku masuk ke dalam Restoran yang cukup luas, dengan nuansa kebun, ala restoran Sunda yang beberapa kali aku temui di Bandung. Kami menuju suatu ruang privat yang sepertinya sudah dipesan terlebih dahulu. Disana sudah menunggu seorang pria dengan stelan jas, begitu rapi, dengan wajah kaku yang cukup serius. Kenapa ayah mengajak ku pada pertemuan bisnis nya batinku. Laki-laki itu menatapku tajam, dari atas hingga bawah dengan tatapan sinis, tapi kenapa begitu sinis batinku, toh aku belum pernah berkenalan sebelumnya dengan dirinya. “Mirah, perkenalkan dia Peyton, anak teman lama ayah” ayah membuka perbincangan. “Yeah, teman” balasnya dengan nada mengejek, masih dalam keadaan duduk dan melipat tangan. Kenapa laki-laki ini sangat tidak sopan batin ku. Lalu ayah menarikkan kursi untuk ku, dan kami duduk saling berhadapan dalam ruangan privat itu. “jadi apa perlu aku yang jelaskan, atau kamu” Peyton menatap wajah ayah lekat dan tajam. “Ada apa ini, Ayah kenapa ini?” “Ayah terlibat kasus sayang, hanya Peyton yang bisa membantu untuk kasus ini, tapi dia punya pesyaratan, karena itu ayah membawa mu kemarin” “Persyaratan apa?” “Dia bersedia membantu jika, kamu mau menikah dengan nya” balas ayah ragu. “Waittt, this is too far, I can NOT marry someone that I just met, not him” sontak jawab ku, sembari menunjuk wajah laki-laki tersebut. “Well, the decision is yours Mr. Dirman, apapun keputusanmu tidak akan pernah membawa kerugian untuk saya” wajah sinis nya berubah dengan senyum kecil tipis yang menyeramkan. “Apa kita masih di zaman Siti Nurbaya, solusi bisnis dengan pernikahan, ini konyol, dan kalian gila!!!” respons ku masih dengan nada yang hampir berteriak, aku benar-benar terkejut, kesal, kecewa dan marah. “Cukup Mirah, kamu memalukan ayah!!!” ayah membalas dengan gebrakan tangan di meja, tanpa sedikitpun mau menatap wajah ku yang masih berusaha menahan tangis. Aku tersentak kaget, tidak sanggup lagi menahan air mata, ayah jarang atau bisa dikatakan tidak pernah membentak aku sekeras ini. d**a ku sesak sekali, terlebih Peyton hanya tersenyum menyaksikan apa yang ada dihadapannya, siapa laki-laki ini batinku.    __________________________________________________________________________________________________________ Ini adalah hari kelima dari kembalinya aku ke Jakarta, setelah kejadian itu. Aku belum menegur ayah sama sekali, hanya menghabiskan waktu di kamar, tidak pun menghubungi Theo, walau dia mencoba menghubungi ku berkali-kali dalam sehari. Aku tidak tau harus mengatakan apa, aku bingung, aku sama sekali tidak paham, I have no clue at all. Aku pikir ini tidak bisa dibiarkan, aku harus bicara dengan ayah. Aku harus ke kantor ayah sekarang. Sudah lama aku tidak datang ke kantor ayah, Gedung dengan 27 lantai, dan ayah menyewa 5 lantai hanya untuk kantor nya sendiri. Aroma lobby ini selalu membuatku tersenyum, aroma citrus yang tidak pernah berubah, dan sensasi sejuk setiap pintu kaca gedung terbuka lebar. Langit-langit tinggi, dipenuhi marmer coklat di seluruh dinding dan lantai begitupun lukisan besar ditengah lobby membuat Gedung ini terlihat semakin mewah. Aku duduk di lobby sambil memesan kopi menunggu Ibu Mariana sekertaris ayah yang sudah bersama ayah belasan tahun untuk menjemputku. “Mirah?” panggilnya dari belakang “Tante Ana!”, tawaku riang sembari memeluknya, kami memang sudah cukup dekat, setiap kami memiliki acara, ayah tidak pernah lupa mengundang tante Ana dan Keluarga. Ayah sudah memperlakukan Tante Ana seperti adik nya sendiri. Setelah membayar pesananku kami berjalan menuju meja ayah kami sembari ngobrol mengungkapkan rasa rindu. Kami jalan melewati ruang-ruang kantor berdinding kaca, di salah satu ruang terbesar milik lantai ini, mata ku terpaku pada seseorang, Peyton, Boxed Beard-nya yang penuh dan sangat rapi tidak mudah untuk dilupakan. “kenapa dia ada disini tante?” sambil mengarahkan tatapan ku ke Peyton dari kejauhan. “Mr. Peyton?” tanya nya “Iya, manusia itu, kenapa ada diruang kantor ayah yang lama?” “kamu tidak tau?, dia kan membeli saham perusahaan ayah mu 55%, dia pemiliki saham mayoritas sekarang” “maksudnya ayah sudah sudah bukan pemilik The Zander Group Inc.?” tanyaku penasaran. “40% masih milik ayahmu, tapi jelas ayahmu bukan pengambil keputusan utama sekarang” tante Ana mencoba menjelaskan. “Bagaimana mungkin?” tanyaku ulang. “itu pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh Ayah mu Mirah, ayo Ayahmu menunggumu, dan dia masih ada meeting jam 2 nanti, jadi bergegaslah” sembari menarik tangan ku ke sudut gedung. Tante Ana mengetuk pelan, dan ada suara yang menyuruh masuk dari dalam. Aku masuk perlahan, tanpa mengucapkan apa-apa, dan ayah sepertinya sengaja untuk tidak menatap wajah ku, dan tetap melanjutkan pekerjaaannya. “Ayah, bantu aku menjelaskan tentang apa yang sedang terjadi” aku membuka pembicaraan. Ayah terdiam sejenak, lalu memalingkan wajah nya pada ku. “Bagaimana pendapat mu mengenai ruang kantor ayah yang baru, Mirah?” tanya nya “Jauh lebih kecil dari yang sebelumnya ayah, setahu aku dulu ruangan ini digunakan sebagai Gudang menyimpan aset perusahaan yang tidak terpakai, tumpukan komputer dan laptop biasa nya memenuhi ruang ini. Bagaimana ayah bisa memilih ruang ini untuk ruang kerja ayah yang baru?” “Ayah sudah tidak memiliki authority seperti dulu Mirah, ayah mu sekarang bukan ayah mu yang dulu” suara ayah mulai bergetar, dan pikiranku semakin bingung mengenai apa yang terjadi. “Ayah, aku tidak pernah peduli mengenai ayah yang dulu atau sekarang, bahkan jika ayah harus turun ke jalan, ayah tetap seseorang yang paling aku sayang, tolong ayah jelaskan apa yang terjadi, aku benar-benar bingung saat ini,” Tubuh ayah gemetar menahan air mata, aku mendekatinya, dan memeluk nya, aku tidak sanggup melihat ayah seperti ini, ayah ku tidak pernah tampil sebegini lemah, bahkan ketika kematian Ibu, hal yang paling menyakitkan untuk kami semua. “Ayahmu membuat kesalahan besar di masa lalu sayang, sekarang kamu harus ikut membayarnya, maafkan ayah” suara nya semakin kecil, aku bisa merasakan hati nya begitu teriris mengatakan ini. Dengan terus menerus mengatakan kata maaf. “Ayah tolong, berhenti meminta maaf, jelaskan ada apa ini?” tanya ku tegas. “Ayah memiliki hutang kepada Ayah Peyton, sangat besar, bukan hanya material, akan tetapi hutang budi, atau mungkin bahkan nyawa” kata terakhir itu semakin membuat tubuh ayah gemetar. “Dan sekarang sepertinya, Peyton datang untuk membalaskan sakit hati nya kepada kita” lanjut ayah menjelaskan. “Ayah bisa kau jelaskan dengan detail kenapa, kita bisa terjebak dengan hutang ini?” “Mirah, ayah tidak punya banyak waktu, jam 2 ayah ada meeting penting, ayah akan menceritakan kepada mu jika ayah sudah siap, dan jika ayah memiliki waktu untuk menceritakan” lalu ayah bergegas memakai jas nya dan meminta tante Ana menemaninya ke ruang meeting. Ayah menoleh sebentar kepada ku sembari jemari nya memang knop pintu “Jika kamu ingin membantu ayah dan perusahaan ini, menikahlah dengan Pey, ini bukan hanya tentang kita Mirah, tapi orang-orang yang sudah lama bekerja dengan kita, semua karyawan di kantor ini, 300 orang lebih menggantungkan nasib nya kepada kita, apa kamu bersedia berkorban untuk mereka, Nak?, pikirkan, kamu tidak perlu menjawab sekarang” itu adalah kata-kata terakhir ayah, sebelum dia menutup ruangannya, dan meninggalkan aku sendiri diruang sempit ini.   Kata-kata ayah terus menerus berputar di kepala ku, sepanjang perjalanan pulang kata-katanya terus terngiang jelas. Semakin jelas membawa ingatan ku kepada kata-kata ibu, yang selalu dia ulang-ulang kepada ku ketika aku kecil dulu. “ingat Mirah, ingat selalu, kebaikan tidak akan pernah berkhianat, sebagaimana menyakitkan itu, kebaikan mu akan berbalik menolong mu, dan tidak ada kebaikan yang lebih besar dan mulia daripada mengutamakan kebaikan untuk orang banyak, ingat pesan ibu mu ini Nak”  kata-kata ibu dan ayah terus berputar di kepala ku, membuat ku benar-benar kesulitan untuk dapat memejamkan mata. Mobil ayah masuk keperkarangan, menderu pelan, jam 11.30 malam, ayah tidak biasa pulang jam selarut ini. Aku bisa mendengar kaki nya menaiki tangga perlahan dan masuk ke dalam kamarnya. “ayah…” aku masuk ke kamar ayah tanpa mengetuk pintu.  “Ya mirah” sembari menunjukkan senyum Lelah nya. “Aku setuju, toh pengorbanan adalah hal yang selalu ayah dan ibu ajarkan kepada ku. Semoga dengan ini aku bisa membantu banyak orang”; ayah tidak berkata apa-apa, dia langsung memelukku, memakukan wajah nya pada Pundak ku, pelukannya begitu erat, diikuti getar pilu, ayah kembali menangis, kali ini lebih kencang. 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

Penjara Hati Sang CEO

read
7.1M
bc

Pengganti

read
301.7K
bc

GAIRAH CEO KEJAM

read
2.3M
bc

A Secret Proposal

read
376.3K
bc

A Piece of Pain || Indonesia

read
87.3K
bc

YUNA

read
3.0M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook