bc

Storm Rider, Next Generation

book_age18+
1.0K
FOLLOW
12.7K
READ
possessive
kidnap
family
dominant
brave
drama
comedy
humorous
chubby
cruel
like
intro-logo
Blurb

WARNING! 21+

Series three!

Popy Aira Basri gadis berusia 22 tahun itu jatuh cinta pada pandangan pertama kepada seorang pemuda yang sangat tidak menyukainya. Usaha demi usaha telah dia lakukan, terus mencoba menarik perhatian dari sang pujaan hati. Tak pernah putus asa dan pantang menyerah dalam mengejar cintanya.

Slash

"Ben, ini buat Ben, Poko bikin sendiri loh, khusus buat Ben!"

Sret

Bruk

"Eh! Eh! Kenapa dibuang di tempat sampah!?" Gadis lima belas tahun itu cemberut ke arah pemuda yang berusia dua puluh dua tahun.

Slash

"Ben, Poko mau bilang kalau...kalau Poko suka sama Ben...."

Slash

"Ambil barang-barang sialanmu ini dan pergi dari sini, kau menjijikan." Ujar seorang pria tampan berparas bule.

"Tapi...tapi itu buat Ben--hik!"

"Popi Aira Basri!!" teriak lelaki berusia dua puluh sembilan tahun itu ke arah seorang gadis dua puluh dua tahun berambut merah bata.

Slash

"Momok hanya punya satu anak perempuan! Momok hanya punya satu anak perempuan! Aaaaaaa! Poko! Poko! Ran! Ran! Poko!" Moti, perempuan empat puluh delapan tahun itu menjerit histeris ke arah sang suami.

Slash

"Anak lelakimu membawa lari anak gadisku!"

chap-preview
Free preview
Chapter 1
"Poko! Bangun sayang, katanya hari ini kamu mau kuliah!" teriak seorang wanita berumur tujuh puluhan di balik pintu bertuliskan 'Poko Basri'. Selama satu menit, tak ada sahutan dari sang empunya kamar. Tak menyerah, wanita itu mengetok pintu kamar sang cucu kesayangannya. Tok tok tok "Poko, hari ini katanya kamu mau kuliah, itu Liham udah tunggu di bawah." Laras, wanita yang kini berusia senja itu masih berdiri di depan pintu kamar sang cucu perempuan. "Sss...huuufff..." nafas gusar Laras disertai gelengan kepalanya. Laras berjalan turun ke ruang makan menemui keluarganya yang sedang sarapan. Terlihat enam anggota keluarga Basri sedang sarapan. "Mama Laras, itu Poko nggak turun?" tanya perempuan empat puluh delapan tahun itu. Laras menggeleng. "Nggak nyahut-nyahut dari tadi mama Laras panggil, oh pinggangku..." jawab Laras sambil memegang pinggang sakitnya. "Biarkan sajalah ma, Popy kan ada niat untuk kuliah tahun ini, jadi biarkan dia tidur dulu." Ucap Iqbal. Laras melirik suaminya kesal. "Hari ini kan dia kuliah pertama pa, nanti juga katanya lapor dibagian administrasi, kalau telat kan dia bisa dimarahi administrasi," balas Laras. "Tono, bawakan ponsel saya!" Iqbal memanggil pelayan rumah Basri. Terdengar sahutan dari yang punya nama dari jauh. Randra sedang mengoleskan selai stoberi pada irisan roti dan memberikannya kepada sang istri. Lalu lelaki lima puluh tahun itu melirik ke arah sang putra bungsu, seakan mengerti maksud sang ayah, Liham Mochtar Basri, pemuda 17 tahun itu bangkit dari kursi dan berjalan naik ke arah pintu kamar sang kakak. Tono datang membawa ponsel milik Iqbal. Lalu beberapa detik kemudian lelaki tua itu terlihat menelepon seseorang. Tak berapa lama kemudian sambungan telepon di angkat. "Halo, selamat pagi tuan Basri, ada yang bisa saya bantu?" tanya orang diseberang. "Selamat pagi pak rektor, saya ingin meminta bantuan anda," jawab Iqbal. "Oh tentu saja boleh, apa yang bisa saya bantu?" tanya orang diseberang. "Begini, cucu saya, Popy Aira Basri akan terlambat ke kampus fakultas Ekonomi bisnis nanti, kebetulan saya tidak memiliki nomor dekan di fakultas itu, jadi apakah boleh pak Syaiful berkenan mengijinkan cucu saya datang terlambat?" jawab Iqbal dengan santai disusul permintaannya. "Oh tentu saja boleh tuan, terlambat satu minggupun tak apa, saya akan segera menelepon dekan di fakultas itu." Sahut orang diseberang. Setelah berbicara beberapa kalimat singkat, Iqbal menutup ponselnya dan melanjutkan sarapan. Glek Laras melirik ke arah suaminya itu. "Kenapa nggak dari tadi papa bilang kalau papa kenal dengan rektornya," ucap Laras. "Basri mendonasikan lima milyar per semester di universitas itu," Randra bersuara sambil mengambil s**u kaleng ke arah sang istri. Laras dan Moti manggut-manggut. Tak  lama kemudian Liham turun dari arah kamar Popy. "Sudah Ayah, kak Poko marah-marah nggak jelas ke aku," Liham menelan napas kesal ke dalam paru-parunya. Randra hanya menggangguk singkat, sedangkan Moti geleng-geleng kepala. Mau marah juga tidak bisa, mau tidak marah juga tidak bisa. Anak sulungnya itu adalah anak yang paling disayang oleh keluarga Basri. Randra dan kedua orang tuanya sangat menyayangi Popy, gadis 22 tahun itu sebelumnya menolak kuliah awal karena memfokuskan dirinya dalam mengejar sang pujaan hati. Empat tahun ia menganggur dari kuliah, tahun ini dia sangat bersemangat untuk mendaftarkan diri di fakultas ekonomi, dia akan mengambil jurusan manajemen bisnis. Tak tahu apa yang membuatnya berubah pikiran. Ia akan masuk kuliah dengan Liham, sang adik bungsu. Tak Tak Tak "Nenek Laras nenek Laras!" Popy turun dari tangga dan langsung duduk di kursi makan. "Hm?" sahut Laras. "Kok nenek Laras nggak bangunin Poko sih?" tanya Popy sambil minum s**u. Laras menarik napas dan menghembuskannya. "Kamu sendiri nggak bangun-bangun, udah dari tadi nenek Laras bangunin." Jawab Laras. "Oh..." Popy manggut-manggut. Liham memutarkan bola matanya. "Kirain kak Poko udah nggak mau kuliah lagi." "Eh enak aja, yah Poko mau kuliah lah." Ujar Popy. "Lagian kenapa sih Poko mau kuliah di manajemen bisnis? Itukan jurusan yang paling susah, bunda aja nggak kepikiran mau kuliah disitu." Ujar Moti, perempuan 48 tahun  itu. Popy menoleh ke arah ibunya sambil tersenyum malu-malu. "Ben, kuliah disitu waktu ngambil master, jadi Poko mau juga kuliah disitu," Moti dan keluarga Basri lainnya hanya bisa menelan pahit ludah mereka. Semenjak 14 tahun lalu, Popy memberitahu mereka bahwa dia menyukai seorang pemuda yang bernama Alexander Benjamin Ruiz, putra tunggal Mali Anna Darlan dan juga Silvio Juandores Ruiz. Awalnya Laras dan yang lainnya biasa-biasa saja, mereka tak mengambil hati ucapan Popy, tetapi setelah Mali dan suaminya pindah ke Indonesia sejak tujuh tahun lalu, Popy lebih bersemangat dalam mengejar Ben yang lebih tua tujuh tahun darinya. Beberapa tahun telah berlalu namun usaha sang cucu untuk mengejar pujaan hati belum membuahkan hasil. Randra, sang ayah hanya bisa menahan kesal yang di tujukan pada sang pujaan hati dari putrinya. "Lelaki sialan, membiarkan putriku berlari mengejarnya seperti b***k, tunggu saja nanti." Batin Randra dongkol. Randra sendiri kurang menyukai Ben, sebab putrinya telah mengejar lelaki itu, tapi Ben sendiri tak pernah sudi  melihat usaha sang putri dalam mengejarnya. Randra ingin sekali menjauhkan Popy dari Ben, kalau saja lelaki itu bukan anak dari teman istrinya dan juga orang yang disukai oleh putrinya. "Ben juga kuliah disitu yah," Moti manggut-manggut. Popy tersenyum cerah. "Iya bun, Ben kuliah disitu." "Jadi setelah kuliah Poko mau kemana?" tanya Moti. "Ke kantornya Ben." Jawab Popy singkat. Mendengar jawaban sang kakak, Alan, Bilal dan Liham hanya geleng-geleng kepala. "Tidak ada kapok-kapoknya ditolak terus." Batin Bilal, pemuda 19 tahun itu hanya bisa lepas tangan melihat usaha sang kakak gagal terus mengejar pujaan hatinya. "Dimana urat malu kak Poko? Ck!" decak Liham dalam hati. ♡♡♡ "Ham, kelas kita dimana?" "Satu A, di sebelah situ." Jawab Liham atas pertanyaan Popy. Popy manggut-manggut. Mereka sedang berjalan memasuki kelas mereka, hari ini adalah hari pertama mereka kuliah, Popy terlihat bersemangat dari rumah. Dia bahkan berjingkrak-jingkrak mencium sang bunda ketika akan berangkat dari rumah. Setelah masuk kelas mereka, Popy mengedarkan pandangannya ke segala arah, lalu ia tersenyum cerah. "Duduk disitu saja," ujar Popy sambil menunjuk kursi kelas yang berada di bagian belakang. Liham menggeleng, "duduk di depan saja, di belakang terlalu jauh." "Di belakang aja supaya Poko bisa teleponan sama Ben nantinya." Popy berjalan duduk di bangku yang dia tuju. Liham, sang adik hanya bisa menelan kasar ludahnya. "Kepala batu." Batin Liham kesal. Dia berjalan ke arah sang kakak, niatnya ingin duduk tapi seorang gadis mendahuluinya. "Eh?!" Liham menaikan sebelah alisnya. "Maaf saya duluan," ucap gadis berparas bule itu.  Liham memperhatikan wajah dari gadis didepannya ini, wajah tirus, rambut pirang, hidung mancung, manik mata coklat tua dan yang pastinya gadis itu terlihat sedikit...tinggi jika diingatnya tadi. "Oh, kamu..." Popy menoleh ke arah kanannya. Gadis itu tersenyum, "Casilda Möch." Gadis bernama Casilda itu menjulurkan tangannya ke arah Popy. "Popy Aira Basri," balas Popy antusias. Casilda tersenyum ke arah Popy. "Ham, duduk di sebelah kiri Poko aja, ayo sini!" ajak Popy. Liham berjalan duduk ke arah yang dituju Popy. "Ini..." Casilda menaikan sebelah alisnya ke arah Liham. "Dia adikku, Liham. Ayo berkenalan," ujar Popy. Casilda tersenyum ke arah Liham. ♡♡♡ "Sampai disini meeting kita, besok akan dilanjutkan lagi." Ucap seorang pria mengakhiri pertemuan bisnis di ruang meeting. Peserta rapat mengangguk lalu mereka berdiri dari tempat duduk mereka. Pemuda itu berjalan keluar dari ruang pertemuan dan berbicara dengan seorang lelaki paruh baya. "Jam berapa pertemuan saya dan tuan Farikin?" tanya pria itu. "Setelah makan siang anda akan bertemu dengan beliau, ada pesan--," jawaban lelaki paruh baya itu terhenti. "Ben!" Tak Tak Tak Terdengar suara seorang gadis memanggil seseorang, gadis itu berlari semangat ke arah pria yang disebut Ben itu. "Ben, ayo makan siang bareng Poko," ajak gadis itu. Pria yang bernama Ben itu tak menggubris ajakan gadis disebelahnya, ia terus memfokuskan pandangannya ke arah lelaki didepannya. "Dimana kami akan bertemu?" tanya pria bernama Ben. Lelaki paruh baya di depannya melirik ke arah gadis yang ada di samping tuannya. Menelan susah air ludahnya sambil menjawab, "Di restoran Farikin's seafood." Pria bernama Ben itu mengangguk lalu berjalan lurus ke arah lift eksekutifnya. "Eh?! Ben, ayo makan, jangan tinggalin Poko!" seru gadis itu berlari-lari kecil mengejar pria itu. Melihat tingkah dari gadis itu, lelaki paruh baya itu hanya bisa mengusap keringat dingin dari dahinya. "Tidak pernah kapok." Gumamnya. Tak Tak Tak "Ben, kita makan aja yah di kantin? Gimana? Poko nggak bawa makan siang, soalnya Poko dari kampus, eh Ben, Ben tahu nggak, Poko kuliah di fakultas ekonomi ngambil jurusan manajemen bisnis loh, sama kaya Ben. Ben seneng kan?" celoteh gadis itu sambil memasuki lift bersama Ben. Beberapa detik kemudian sebelum pintu lift tertutup, pria bernama Ben itu keluar dari lift eksekutif dengan wajah datar. "Eh! Eh! Ben!" seru gadis itu ketika pintu lift yang dia naiki tertutup tanpa ada pria yang diajaknya tadi. "Menyebalkan." Gumam pria itu datar, lalu dia menggunakan lift lain. Karyawan lain yang melihat pemandangan itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala mereka. "Tidak ada kapok-kapoknya yah nona muda Basri itu," ujar karyawan A. "Heran aku, kok bisa yah nona Basri ngejar-ngejar tuan Ruiz sampai nggak ada malunya," terdengar cibiran karyawan wanita B. "Nggak tahu juga, tebal muka," sambung karyawan A. "Ehm, jangan bergosip." Ujar seorang lelaki. "Hak! Pak Indro, maaf." Kedua karyawan itu memasuki lift segera. Lelaki paruh baya itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Sungguh disayangkan sekali ketika setiap kali dia melihat nona muda Basri terus mengejar tuannya, entah apa yang terjadi dengan nona muda Basri itu, setiap hari ada saja kesempatan yang ia sisakan untuk bertemu dengan pemilik perusahaan ini, meskipun itu adalah pertemuan singkat. Para karyawan di perusahaan ini sudah tak asing lagi mengenali nona muda Basri, mereka hanya bisa menutup mata dan telinga ketika melihat sifat tak menyerah dari nona muda itu. Mereka sendiri tidak bisa apa-apa terhadap nona muda Basri, sebab, keluarganya merupakan keluarga terpandang disini. ♡♡♡ Ting "Ck! Ben mana sih, kok ninggalin Poko." Gadis itu menunggu di depan lift selama beberapa menit, namun orang yang ditunggunya itu tidak muncul. Setelah setengah jam, Popy menarik napas gusar. "Gagal makan siang lagi dengan Ben." Ujar Popy, lalu ia berjalan menaiki lift dan turun ke lantai dasar. Berjalan melalui resepsionis yang menyapanya namun tak ia dengar. "Nona muda..." "Huff..." Popy berjalan keluar dari perusahaan yang bertuliskan Ruiz Food Company dengan wajah lesu. "Padahal kan Poko udah bela belain bolos kuliah pertama cuma buat makan siang bareng Ben." Resepsionis itu ingin memberi tahu bahwa sang bos telah pergi setengah jam yang lalu. Pria yang bernama Ben itu telah meninggalkan perusahaannya 30 menit yang lalu menuju sebuah restoran. ♡♡♡ Popy berjalan memasuki sebuah gerbang rumah mewah 3 lantai. "Siang mang Jojong," sapa Popy. Yang disapa menoleh. "Eh non Popy, cari cari non Bushra yah?" tanya seorang pekerja bernama Ujang. Popy menggangguk. "Bushra ada?" "Wah, non Bushra lagi kuliah non, nanti mungkin sebentar lagi pulang, nona masuk saja, ada tuan Gaishan di dalam." Jawab Jojong. Popy manggut-manggut lalu ia berjalan masuk ke rumah mewah itu. "Assalamualaikum." Popy memberi salam. "Eh non Popy, duduk dulu non, non Popy sudah makan? Kalau belum saya siapkan makan siangnya yah?" tanya pembantu rumah tangga yang melihat Popy. Popy mengangguk. "Iya mbok Atik, Poko laper, belum makan siang." "Baik non." Sahut Atik bergegas menyiapkan makanan. Popy masuk ke ruang keluarga dan melihat sepupunya sedang nonton tv. "Ha'a! Shan nonton film apa tuh?! Eh kok nggak pake baju!" "Astagfirullahaladzim!" kaget pemuda berusia 22 tahun ketika mendengar suara Popy. Lalu dia berbalik ke arah Popy. "Poko ngagetin aja ah." Ujar pemuda bernama Shan. "Itu apa? Hii Shan suka nonton film gini yah? Poko bilangin tante Gea nanti." Ujar Popy ke arah Shan. "Tante Gea! Tante Gea-hmmpp!" Pemuda itu kelagapan setengah mati. Ia menutup mulut sang sepupu dengan tangannya. "Sst! Poko, itu cuma iklan, bukan film!" ucap pemuda itu. Popy melirik ke arah tv, terlihat ada seorang wanita sedang memakai bikini sambil mengunyah camilan, rupanya itu sebuah iklan untuk makanan ringan. Popy melepaskan bungkaman Shan. "Lagian ngapain juga Shan mau nonton iklan kaya gitu, nggak ada bajunya lagi," celetuk Popy. Gaishan yang merupakan sang sepupu menarik napas gusar. "Itu kan iklan, iklan diluar negeri kayak gitu." Balas Gaishan. Popy memonyongkan bibirnya. Tak lama kemudian Atik datang dari arah ruang makan. "Non Popy, makanannya sudah siap, silakan non," Popy mengangguk lalu melirik Gaishan. "Makan bareng yuk," ajak Popy. Gaishan menggeleng, "udah dari tadi." "Ya udah, Poko bilangin tante Gea kalau--," "Ok ok, makan bareng." Gaishan menarik tangan Popy menuju ruang makan. "Bushra lagi kuliah, sore baru pulang." Ucap Gaishan. Popy mengangguk. "Poko udah tahu." "Kamu dari mana?" tanya Gaishan. "Kantornya Ben." Jawab Popy lesu sambil makan ayam kecap. Gaishan menaikan sebelah alisnya lalu menggelengkan kepalanya. "Lagian dari wujud mana sih kamu suka sama tuh orang? Gantengnya standar juga, nggak beda jauh dengan mang Jojong." Ucap Gaishan asal. Popy mendelik tajam ke arah Gaishan. "Poko bilangin tante Gea nih kalau--," "Iya iya! Ben-nya kamu itu ganteng, orang yang tertampan di seluruh jagad raya." Potong Gaishan cepat. Popy mengangguk membenarkan, lalu ia tersenyum malu-malu. "Ben itu tampan banget, Poko suka sekali dengan Ben." Ucap Popy. Gaishan mencibir dalam hati. "Manusia gunung es kaya gitu dibilang tampan." ♡♡♡ "Atik, tolong panggilkan Gaishan makan malam," Gea mengambilkan makanan bagi sang suami. Atik menyahut lalu naik ke kamar tuan muda-nya untuk memberi tahu makan malam. Gea menoleh ke arah Bushra. "Sira, kuliah pertama kamu gimana?" "Dosennya galak, ma." Jawab gadis 18 tahun itu. Gea manggut-manggut. "Kalau Ghifan kerjanya gimana?" "Menejernya baik ma, semuanya baik-baik." Jawab Ghifan seadanya. Gea kembali manggut-manggut. Lalu turun seorang pemuda yang berwajah sama dengan Ghifan. Gaishan duduk di sebelah adik lelakinya itu sambil mengambil piring. "Gaishan, kamu nggak kerja kan? Mama tadi tanya mbok Atik." Tanya Gea. Gaishan mengangguk. "Karyawan aku yang ambil alih." Gaishan menyendokan nasi lalu mengambil lauk dan pauk. "Sudah sampai dimana perkembangan perusahaan kamu?" tanya Busran sambil menerima gelas air dari sang istri. "Bagus perkembangannya pa, makin banyak yang ingin berinvestasi di perusahaan Gaishan." Jawab Gaishan. Busran mengangguk. Ia menyendokan nasi ke dalam mulutnya. "Loh, mama nggak panggilin Poko untuk makan juga?" "Uhuk! Uhuk!" Busran tersedak nasi yang dia telan. Ia mendongak ke arah putra sulungnya. "Poko disini? Kenapa kamu tidak bilang?" tanya Busran. "Dari tadi siang, pa." Jawab Gaishan. "Nyariin Bushra, mau curhat katanya." Lanjut Gaishan. Gea menoleh ke arah sang anak. "Kenapa kamu nggak bilang dari tadi." Gea menatap tajam ke arah Gaishan lalu naik ke kamar yang biasa digunakan oleh sang keponakan. ♡♡♡ "Ditolak lagi kak?" tanya Bushra. Popy cemberut. "Ben sibuk. Tadi Poko denger Ben mau ke restoran ada pertemuan bisnis." Bushra menghembuskan napas lelah. "Kak Poko nggak lelah apa ngejar-ngejar dia itu terus?" tanya Bushra. Popy menggeleng. "Terlalu tampan untuk lelah dikejar." "Ppfftt!" Bushra menahan tawa. "Lagian sekali-kali pakai metode yang lain kek." Saran Bushra. Popy menoleh ke arah sepupu. "Apa?" bisik Popy. Lalu Bushra berbisik ke arah Popy. Beberapa saat kemudian mereka berdua tertawa terbahak-bahak. "Hahahahahahaha!" ♡♡♡ Busran yang mendengar tawa putri dan keponakannya melirik ke arah Gea. "Heboh sekali mereka." "Biarkan saja, namanya juga sesama perempuan."  Balas Gea. "Popy itu terus datang ke perusahaan Ruiz dia tidak menyerah sedikitpun." Ucap Busran. Gea mengangguk. "Sama seperti kamu." Balas Gea malu-malu. Busran tersenyum ke arah Gea lalu memeluknya. Cup Kecupan jatuh di bibir sang istri. "Ih, kalau ada yang lihat gimana?" "Masuk kamar yuk!" ajak Busran. Gea mengangguk malu-malu. Lalu Busran menarik tangan istrinya menuju kamar mereka. "Pa, ini tadi ada telepon dari om--," Brak Gaishan menelan kembali kalimatnya. Pintu kamar sang ayah ditutup rapat. "Dengerin dulu lah baru pergi napa," gumam Gaishan dongkol. Lalu ia berbalik ke ruang nonton tempat kedua orang tuanya tadi nonton. Cup Cup Busran asik mencium sang istri. Mereka sangat antusias malam ini, mungkin suasana dan kondisi mendukung mereka. Busran yang paling bersemangat dalam menindih istrinya, dibukanya bajunya perlahan sambil mencium sang istri. Drrt drrt "Bus..." panggil Gea. "Hm?" Busran menyahut sambil mencium sang istri. "Ada yang telepon," ucap Gea. "Nanti saja." Sahut Busran singkat, ia melanjutkan ritualnya lagi. Drrt drrtt Gea melirik ke arah ponsel sang suami, terlihat nama yang telah dikenalinya bertahun-tahun. "Stop, itu kak Ra--hmpph!" Gea dongkol setengah mati. Pasalnya yang menelepon adalah kakak iparnya, orang yang sangat menyeramkan. Drrt drrt Gea meraih ponsel Busran dan memberikannya pada orang di atasnya. "Ck! Siapa sih ganggu saja." Decak Busran kesal, ia menoleh ke arah ponsel itu. "Randra..." gumam Busran. Ia hendak mengangkat panggilan dari sahabat seperjuangannya itu, namun dia teringat sesuatu, matanya membulat. "Popy dimana?" "Masih disini." Jawab Gea. "Halo Ran--," "Dalam sepuluh menit putriku sudah ada di hadapanku." Klik Sambungan telepon diakhiri oleh orang diseberang. Busran menarik napas gusar. "Gaishan!" ♡♡♡

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

CUTE PUMPKIN & THE BADBOY ( INDONESIA )

read
112.3K
bc

Suamiku Bocah SMA

read
2.6M
bc

Guru BK Itu Suamiku (Bahasa Indonesia)

read
2.5M
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.1K
bc

DIA, SI PREMAN KAMPUSKU ( INDONESIA )

read
470.9K
bc

Chain Of The Past ( Indonesia )

read
4.1M
bc

MY ASSISTANT, MY ENEMY (INDONESIA)

read
2.5M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook