bc

Ruby's Heart (Indonesia)

book_age12+
145
FOLLOW
1.0K
READ
goodgirl
student
drama
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Ruby, cewek biasa berumur 17 tahun yang terbiasa sendiri harus rela dirusuhin sama Sev yang sifatnya kaya bocah.

Karena suatu kejadian, ayah Ruby mengizinkannya tinggal bersama Sev! Gila!

Tidak hanya berurusan dengan Sev, dia juga dikejar-kejar oleh Zico [sang adek kelas] yang sifatnya kaya Sev.

Selamat bersenang-senang dengan dua makhluk aneh! haha.

Belum lagi dia harus kuat ketika Kenzo datang. Membuat dia ketakutan setengah mati, walaupun dia sadar Sev akan selalu ada untuknya.

chap-preview
Free preview
01 : He’s Back
Sore itu, aku tengah memandang sungai di bawahku. Air yang mengalir itu aku yakin akan terasa sangat dingin dan menyejukkan. Alirannya juga cukup deras. Suasana sore di jembatan Purplemadd selalu membuatku merasa tenang dan damai. Dari jembatan ini, dapat terlihat langit senja yang cantik. Jarang ada orang yang melewati jembatan ini, sehingga membuatku nyaman berada disini. Aku mengambil kertas kecil yang masih agak baru. Dan terdapat tulisan seseorang yang sudah mengenalku, bahkan ketika aku belum melihat dunia ini. Aku membuka kertas itu, dan membaca isinya. Tersenyum kecut. Hanya itu yang bisa kulakukan.  Di sana, tertulis bahwa seseorang yang kukasihi melebihi siapapun memutuskan untuk meninggalkan aku bersama dengan ayahku yang kejam itu. Dia membawa ikut serta adikku yang sangat kusayangi. Entahlah. Aku seperti tidak punya pegangan untuk menopang hidupku.  "Bu, apa kau sudah tidak menyayangiku?" aku berkata pelan dengan lirih. Kemudian kulipat kertas itu dan kurobek menjadi potongan kecil. Aku kembali menatap sungai yang alirannya cukup deras itu. Potongan kecil kertas itu sudah berterbangan bersama dengan semilir angin yang membuat rambut hitam panjangku berantakan. Membiarkan rambutku menutupi wajah dan mataku yang sudah tidak bisa mengeluarkan air mata lagi. Aku merasa kaku. Aku merasa sangat hina dengan keadaanku saat ini. Aku merasa sudah tidak memiliki apapun di dunia ini. Sudah tidak memilik alasan untuk apa aku terus bertahan di dunia yang terasa asing sekali.  Perlahan kakiku yang jenjang ini merangkak menaiki pagar jembatan yang tingginya sebatas dadaku. Aku merasakan semilir angin yang menyejukkan. Berharap jika angin akan membawa segala kesakitan yang aku alami. Aku menutup mataku, kemudian merentangkan tanganku. Bersiap menerima angin yang menggoda untuk membawaku terjun bebas ke dalam sungai. Aku tersenyum getir, menguatkan hatiku.  "Selamat tinggal ayah, ibu, Beryl.. Aku harap kalian memiliki hidup yang lebih indah.." aku sudah siap dan melemaskan kakiku. Pasrah dengan hembusan angin yang mendorong tubuh ringkihku. Sebentar lagi aku akan bertemu dengan sang Pencipta. Aku sudah bisa merasa lega, karena tidak akan merasakan hal menyakitkan lagi.  Namun aku merasa ada tangan yang melingkar di pinggangku, menarikku sampai aku dan dia-entah siapa- terjatuh ke tanah dengan keras. Aku meringis kesakitan, merasakan pantatku ini mencium bumi dengan keras. Benar-benar menyakitkan!  "Adududuh~" suara berat yang sangat asing terdengar di telingaku. Aku menoleh, dan mendapati seorang pria dengan kaos birunya yang tidak kukenal sedang mengaduh kesakitan, memegang lengannya yang sepertinya terluka. Dia menoleh ke arahku, dan tersenyum.  "Apa yang mau kau lakukan, hah?!" sepertinya senyum tadi adalah khayalanku. Karena kenyataannya adalah dia memarahiku atas tindakan konyolku tadi. Aku menghembuskan napas dan berdiri. Kemudian menepuk-nepuk rok miniku, membersihkan sisa-sisa kotoran yang mungkin saja menempel. Kemudian aku menoleh ke arahnya dan memandangnya tajam.  "Bukan urusanmu." akupun pergi meninggalkannya. *** Malamnya, aku bergelung di kasur kamarku. Membungkus tubuhku dengan selimut putih, serta menutupi wajahku dengan bantal. Mataku tidak bisa terpejam. Masih kudengar suara bising yang dapat kupastikan itu adalah suara ayahku dan teman-temannya yang sedang bermabuk ria dengan alkohol, sembari bermain judi atau apalah itu. Bukan urusanku. Aku memiringkan badanku ke arah dinding berwarna merah muda, warna kesukaanku. Tiba-tiba saja sekelebat keluarga kecil dengan satu anak perempuan terlihat bahagia. Aku menggeleng keras, sadar bahwa itu hanyalah masa lalu.  "Ruby! Belikan beer untuk kami!" aku menggeram ketika suara salah satu orang yang termasuk dalam daftar orang yang ingin kumusnahkan di muka bumi ini memanggilku dengan suaranya yang memekakkan telinga. Aku berdiri dan mengambil jaketku yang terlampir di ujung ranjangku. Kemudian berjalan dengan gontai keluar kamar menuju dimana ayahku berada.  "Belikanlah kami beer. Jangan lupa beli snack." dia berkata sambil melemparkan uang yang jumlahnya cukup untuk membiayai uang sekolahku selama sebulan. Aku mengangguk menanggapi ucapannya dan berjalan melewatinya. Ketika aku melewati salah satu temannya yang memakai kacamata dan berkepala botak, dia menepuk pantatku dengan keras.  "Kau membuatku ingin melakukannya, lady." dia mengedip kepadaku, membuatku ingin menonjok wajahnya yang m***m itu. Sungguh, aku tidak menyukai teman-teman ayah yang kurang ajar ini. Mereka membawa pengaruh buruk bagi ayah. Dan tentunya berdampak pada hubungan ayah dan ibuku.  "Hei! Jangan lakukan hal yang menjijikkan!" ayah berkata dengan menatap pria botak itu. Meskipun ayah sering melakukan k*******n padaku, namun dia tidak membiarkan orang lain menyakitiku. Entahlah, dia seperti orang lain jika sedang mabuk. Tidak mengenalku. Aku melihat ayah sambil berlalu. "Aku pergi dulu." aku berkata sambil menutup pintu dari luar. Udara dingin menyapaku, membuatku langsung merapatkan jaketku yang agak tipis ini. Seharusnya aku memakai yang lebih tebal, ugh.  Setelah membeli beberapa beer dan makanan ringan, aku berjalan pelan menyusuri g**g kecil yang menuntunku menuju rumahku. Di tengah jalan, aku melihat ada seorang pria tengah duduk dengan wajah yang menunduk. Kuperhatikan wajahnya, sama sekali tidak kukenal. Sepertinya dia orang baru disini. Ketika aku sampai tepat di depannya, dapat kulihat wajahnya penuh luka dan ada darah. Serta lengan jaketnya seperti tergores sesuatu yang tajam. Apa dia dikeroyok preman? Aku bergidik ngeri, mengingat daerah ini memang rawan.  "Uhuk.. uhuk.." dia terbatuk sambil memegang dadanya, dan dapat kulihat alis matanya bertaut. Menahan sakit.  Aku menggoyangkan bahunya "Hei, kau tidak apa?" dia sempat melihatku, kemudian matanya terpejam dan dia tetap meringis kesakitan. Aku tidak tega melihat orang yang kesakitan seperti ini.  Kembali aku mengguncang bahunya, dan bertanya "Rumahmu dimana? Ingin kuantar?"  "Tidak, terima kasih." dia memegang dinding dan mencoba untuk berdiri, namun hasilnya dia malahan ambruk dan menimpaku. Bagus sekali, sekarang dia berada di atasku. Membuatku tidak bisa bergerak. Dia menolak tawaranku untuk menolongnya, padahal berdiri saja tidak mampu? Apa kepalanya terbuat dari batu?! Keras kepala sekali!!  "Hei.. Aku tak bisa gerak.." aku mengerang dan mencoba untuk mendorongnya tubuhnya dari atasku. Namun dia benar-benar berat. Oh gosh! Kemudian aku mencoba mendorongnya ke arah samping, dan berhasil! Dalam hitungan detik, kuputar tubuhku menjauhinya sehingga aku dapat duduk. Ketika melirik ke arahnya, dia sama sekali tak bergeming. Aku mengguncang tubuhnya lagi, dan yang kudapatkan adalah dengkuran halus dari bibirnya. Ternyata dia tidur.. Ya ampun, benar-benar merepotkan.  Tanpa berpikir panjang, aku merogoh saku celana dan saku jaket miliknya. Berharap menemukan handphone miliknya, aku malahan menemukan selembar foto seorang wanita paruh baya yang sangat cantik. Mungkin ibunya. Aku menoleh, ternyata anak mami juga dia. Aku kembali merogoh setiap kantung dan saku yang ada di pakaiannya. Nihil, aku tak menemukannya. Terduduk lemas di jalanan aspal, menyentuh keningku. Sekarang masalahnya adalah.. Apa yang harus kulakukan dengan pria ini?  Aku berdiri dan menatapnya yang masih saja tertidur. Bisa saja aku meninggalkannya sendirian disini. Toh aku tak mengenalnya bukan? Untuk apa repot repot segala? Aku memandang wajahnya yang penuh luka itu. Sesekali dia meringis kesakitan. Bahkan dalam tidurnyapun dia kesakitan. Aaaah! Tidak mungkin aku meninggalkannya sendirian disini dalam keadaan luka seperti ini!  Aku berjongkok dan membalikkan badanku, mengambil tangan kanannya dan menaruhnya di bahu kananku. Setelah posisi dia cukup aman untuk kugendong, aku mencoba berdiri. Dan hasilnya, aku bisa membawanya meski dengan tubuh yang agak bungkuk karena tidak kuat menanggung beratnya. Kakinya yang terbalut celana jeans itu terseret, kaki pria ini lebih panjang daripada kakiku. Sungguh, menyebalkan sekali pria ini. Merepotkan.  Sampai di rumah, aku mengendap-endap berjalan di halaman samping rumah. Kamarku memiliki pintu kaca yang biasa kugunakan jika ingin duduk dan menikmati semilir angin. Aku membukanya perlahan, agar tidak menimbulkan suara dan membuat ayah curiga.  Setelah melangkahkan kakiku di lantai kamarku yang dingin, aku menaruh pria itu di kasurku. Kulepaskan sepatu miliknya dan kembali keluar menuju pintu depan agar aku bisa masuk kembali ke dalam rumah. Bersikap seolah-olah baru pulang dari supermarket tadi, membawa belanjaan. Ya ampun! Mana belanjaanku? Pasti tertinggal di tempat pria ini pingsan tadi! Ugh, sungguh s**l. Aku kembali berlari dan mengambil barangku yang tertinggal.   >> keesokan harinya

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Prince Meet The Princess

read
181.7K
bc

CEO Pengganti

read
71.2K
bc

Mrs. Fashionable vs Mr. Farmer

read
421.0K
bc

MOVE ON

read
94.9K
bc

UN Perfect Wedding [Indonesia]

read
75.6K
bc

PEPPERMINT

read
369.6K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook