bc

Me and Brian

book_age18+
2.6K
FOLLOW
29.3K
READ
brave
dare to love and hate
brilliant
genius
enimies to lovers
multiple personality
like
intro-logo
Blurb

Jessi terpesona pada detik pertama melihat Brian, pemilik rumah sakit tempat dia bekerja. Tetapi pemikirannya langsung berubah pada lima menit pertemuan mereka selanjutnya.

Jessi bergidik jijik ketika Brian menciumnya, sejak detik itu Jessi memutuskan untuk menulis nama Brian dalam catatan hitam miliknya. Catatan yang berisi nama lelaki yang tidak akan pernah ia jadikan pasangan dalam hidup.

Namun, apa jadinya ketika Brian sudah ketagihan oleh ciuman pertama mereka?

chap-preview
Free preview
Prolog
Ada banyak alasan kenapa hari senin menjadi hari paling dimusuhi oleh masyarakat dunia. Mulai dari hari senin merupakan hari tersibuk sepanjang sepekan, atau karena hari senin merupakan hari untuk menentukan target baru. Namun bagi Jessica, gadis berambut coklat gelap hasil tangan-tangan terampil di salon kesayangannya, hari senin terlalu horor baginya. Menurut gadis yang akrab disapa Jessi itu, pembagian waktu sangat tidak adil, karena dia harus menghabiskan enam hari untuk bertemu minggu, tetapi hanya butuh dua puluh empat jam saja, ia sudah kehilangan hari minggu dan bertemu senin. Belum lagi, hampir setiap pagi senin ia akan bangun kesiangan. Karena kebiasaannya yang selalu lupa diri ketika membunuh waktu di hari minggu. Seperti pagi ini, Jessi kesiangan lagi untuk kesekian kalinya. Sambil merutuk dalam hati, ia berlari melewati selasar rumah sakit. Beberapa orang sempat ditabraknya, tetapi Jessi tidak peduli. Baginya saat ini, sampai tepat waktu adalah hal terpenting sebelum kepala depertemennya mengamuk dan mencecarnya habis-habisan. Hall Brian’s Hospital sudah dipenuhi oleh hampir seluruh dokter dan karyawan dari semua departemen waktu Jessi baru saja membuka pintu dengan napas tersenggal-senggal. “Jessica Nichole Pranata.” Jessi masih mengatur napas ketika namanya disebut. Membuatnya tidak langsung menyahut karena lebih memilih untuk menunggu napasnya kembali normal. Baru setelah dirasa cukup bisa mengeluarkan suara tanpa kendala, Jessi berkata, “Saya di sini.” Jessi merasa aneh disaat suasana tiba-tiba berubah senyap. Padahal dia yakin kalau tadi ia masih bisa mendengar suara kasak kusuk  begitu memasuki hall. Penasaran dengan apa yang terjadi, Jessi mengedarkan pandangannya, kemudian menyadari kalau di salah memasuki pintu. Seharusnya ia masuk melewati pintu bagian belakang karena sudah sangat terlambat, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Jessi melangkah melewati pintu bagian depan, dekat ke podium tempat Brian, pemilik Brian’s Hospital sedang berbicara. Jessi mengumpat pelan, menundukkan kepalanya dalam-dalam. Merasa jengkel saat semua mata tertuju kepadanya. Benar-benar hari senin dan kesialan yang selalu menyertainya. “Jessica, Dokter Jessica?” Namanya kembali disebut, kali ini terdengar nada geli dalam suara itu. Jessi menoleh, mencari sumber suara, kemudian tercengang. Sungguh-sungguh menganga sebelum dengan alis bertaut, dia menatap mengamati. Lelaki itu terlihat menawan. Tidak, sangat amat menawan. Rambutnya hitam legam, senada dengan kedua matanya yang menatap tajam bagai elang. Hidungnya mancung sangat serasi dengan rahangnya yang terlihat begitu kokoh. Dan bibirnya, Jessi berlama-lama memandangi bibir yang terlihat merah menggoda itu. Sungguh ketampanan tanpa cela, mengingat tubuh lelaki yang berdiri menatap kepada Jessi itu sangat tinggi dan tegap. “Dokter Jessi?” Lelaki itu kembali memanggilnya, membuat Jessi tersenyum lebar karena betapa indahnya nama Jessi ketika lelaki itu yang mengucapkan. “Ya, Hubby?” jawabnya tanpa sadar. Mendengar jawaban Jessi, ruangan yang tadi hening kembali ramai karena suara bisik-bisik orang-orang yang hadir. Sementara Jessi masih belum menyadari kebodohannya, Brian, lelaki yang sedang berdiri sambil mengulum senyum itu menatap Jessi sambil geleng-geleng kepala. “Are you okay, Wife?” Akhirnya Brian mengikuti Jessi, memanggil wanita itu seolah Jessi adalah istrinya. “Ya.” Jessi menyahut, kemudian berteriak kencang, “Kenapa kau memanggilku seperti itu?” Brian tidak menjawab, pria itu melanjutkan menyampaikan beberapa kata yang membuat ruangan kembali sunyi. Sementara Jessi masih seperti orang hilang akal berdiri di depan, tidak begitu jauh dari posisi Brian. Brian mengakhiri pidatonya beberapa menit setelah itu. Salamnya disambut tepuk tangan yang meriah. Semua orang mengira kalau Brian sudah selesai berbicara, tetapi ketika pria itu kembali mendekatkan bibirnya ke mikrofon yang tersedia, semua orang kembali mendadak bisu. “Wife, just follow me,” kata Brian sambil menatap Jessi geli.   * Halo, Semuanya :) Terima kasih sudah membaca cerita aku, sebelum pergi boleh love dulu ya :) Karena love kalian membuat aku semangat buat nulis dan bekarya lagi.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Ensnared by Love

read
103.8K
bc

A Piece of Pain || Indonesia

read
87.4K
bc

Dependencia

read
186.3K
bc

CUTE PUMPKIN & THE BADBOY ( INDONESIA )

read
112.3K
bc

The crazy handsome

read
465.3K
bc

Accidentally Married

read
102.7K
bc

DIA, SI PREMAN KAMPUSKU ( INDONESIA )

read
470.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook