bc

Two Blue Hearts

book_age16+
306
FOLLOW
1.5K
READ
friends to lovers
goodgirl
tomboy
band
student
drama
sweet
like
intro-logo
Blurb

My Boy Series:

Ini kisah Bram Oktafino, lelaki normal yang memiliki tinggi badan yang selalu diejek. Padahal dia cukup ganteng, menurut Guntur--sahabat terbaiknya.

Dan ini juga kisah Stella Berliana, gadis angkuh yang ternyata ditaksir oleh Bram dan Guntur. Apa jadinya, jika ia jatuh cinta dengan salah satu dari mereka?

Akankah persahabatan Bram dan Guntur hancur? Atau ... hati siapa yang akan hancur?

chap-preview
Free preview
Prolog
Tampan, manis, bisa bermain gitar. Siapa yang menyangka lelaki itu adalah gay? Orangtuanya juga tidak menyangka kalau putra satu-satunya adalah gay. Mungkin, Troy memang lebih cute dibanding anak lelaki pada umumnya sejak kecil. Tapi, orangtuanya selalu mengira itu adalah hal yang wajar. Mereka malah senang karena putranya sangat menggemaskan. Troy Alexander. Lelaki yang terlihat normal dan cukup populer di sekolahnya, ternyata adalah gay. Tapi, di sekolah, ia menyembunyikan fakta itu rapat-rapat. Ia selalu berusaha bertingkah normal, dan bahkan mencoba terlihat dekat dengan perempuan yang cukup berpengaruh di SMA. Seperti saat ini, ia sedang makan siang bersama Stella di kantin sekolahnya. Semua mata memperhatikan mereka, karena Troy dan Stella adalah sorotan utama SMA Tunas Pradipta; sekolah swasta yang terkenal elit. Stella itu cantik, modis, dan memilik suara yang nyaring. Dia selalu menganggap dirinya sempurna, dan dia tidak suka jika ada yang mendekati apapun yang dirinya suka. Untuk saat ini, dia sedang menyukai Troy. Alasan Stella menyukai Troy adalah karena lelaki itu terkenal baik dan menghormati perempuan. Troy juga bisa bermain gitar. Bukankah lelaki yang bisa bermain gitar itu sangatlah romantis? "Troy, kok lo dari tadi nggak makan?" Troy berdeham canggung. Lalu memandang Stella dengan senyum tipisnya. "Gue sebenernya nggak laper. Lo makan aja, nanti sakit." Stella tersenyum senang. Dia merasa meleleh mendengar ucapan Troy yang cukup manis. "Iya, lo baik banget, Troy," kata Stella lalu kembali memakan mie ayamnya. Troy hanya tersenyum simpul. Lalu dia merasakan ponselnya bergetar di saku celana abu-abunya. Saat melihat siapa yang memanggil, Troy menghela napas dan menjawabnya. "Troy! Lo ngapain makan sama nenek sihir?!" Suara Disa. Gadis itu adalah musuh bebuyutan Stella, sekaligus sahabat baik Troy sejak kecil. Alasan awal mereka bersahabat adalah karena rumah mereka berdekatan. Ya, sangat dekat. Rumah Disa berada tepat di sebelah rumah Troy. "Memangnya kenapa, Dis?" "Gue nggak suka! Buruan pergi dari situ!" "Nggak bisa, itu nggak sopan." "Oh, ayolah, Tuan yang baik hati. Demi gue, please...." Troy selalu lemah setiap Disa mengucap mantra itu. "Okay. Tapi, jangan berisik lagi." "Yey! Cepetan! Gue tunggu di lapangan, okay?" "Iya." Setelah mematikan sambungan dengan Disa, Troy kembali melihat perempuan di hadapannya, yang sedang menatapnya penuh penasaran. "Siapa itu, Troy?" "Erm ... adik gue." "Lo bukannya anak tunggal? Dan gue denger lo bilang 'Dis'. Itu Disa, ya?" tanya Stella curiga dengan mata menyipit. Oh, Troy memang tidak pandai berbohong. Troy akhirnya hanya menyengir kecil. "Ya. Dia perlu bantuan gue." Troy bangkit berdiri, "so, catch ya around?" Troy berusaha tersenyum, namun lebih terlihat seperti ringisan. "Stay. Jangan temui dia." Stella berucap tajam, sambil menggenggam garpu dengan kuat. "Dia sahabat gue, Stell. Sorry...." Troy pun berjalan meninggalkan Stella yang sedang merengut kesal dan hampir membanting mangkuk mie ayamnya. Dasar gadis pemarah. "Disa, Disa, Disa. Cuma Disa yang lo pikirin, Troy." *** Troy tersenyum saat melihat perempuan berkuncir satu sedang panas-panasan di lapangan, menggiring bola basket. "Lo nggak takut tambah item, Dis? Dasar kuli." Disa langsung melepaskan bola basket di tangannya, dan berlari ke arah Troy. Mata Troy melebar saat Disa meloncat dan memeluk lehernya. "What happened?" tanya Troy bingung. Disa biasanya memeluk Troy setiap sedang sedih. Dan apa kali ini, dia sedang sedih? "Makasih,Troy." Disa mengucapkannya dengan lirih dan pelan. "Untuk apa?" "Lo lebih milih gue, daripada cewek tercantik di sekolah." Troy terkekeh pelan. "Sure, lo sahabat terbaik gue, Dis. Tentu aja gue milih lo." Disa melepas pelukannya, lalu tersenyum miris. "Sahabat, ya?" Troy mengernyit. "Yeah, why?" "Nothing." Lagi-lagi Disa membohongi dirinya sendiri. Selalu terasa sakit setiap Troy menyebutnya sahabat. Walau pada kenyataannya, mereka memang hanyalah sahabat. "Mau main basket sama gue?" Disa mengernyit mendengar pertanyaan Troy. "Lo nggak takut item?" "Sedikit, tapi biarin, lah." Troy pun berjalan mengambil bola basket dan melemparnya ke Disa, "Ayo, manis. Main sama Abang," goda Troy lalu terkekeh pelan. "Ew! Lo menggelikan." Disa tertawa lalu menggiring bola basket sambil menghampiri Troy. "Lo suka Stella?" "Nope." Troy menggeleng singkat dan berusaha merebut bola di tangan Disa. Tapi, perempuan tomboy itu sangat lihai menghindar dan mempertahankan bola di tangannya. "Good. Lo nggak boleh suka sama Stella." "Kenapa? Karena dia musuh lo?" tanya Troy geli, mengingat Disa dan Stella pernah jambak-jambakan di kamar mandi saat kelas sebelas. "Bukan hanya itu," jawab Disa pelan. Nyaris tak terdengar. "Terus? Karena apa lagi?" "Karena ... lo jelek. Nggak pantes lo sama dia!" Disa tertawa puas lalu meloncat untuk memasukkan bola ke ring. "Yey!" Troy hanya diam dan memperhatikan Disa yang sedang berjoget tidak jelas karena berhasil memasukkan bola. Gadis itu aneh, dan Troy bingung karena dia hanya merasa nyaman jika bersama gadis itu. Dia tidak merasa canggung ataupun risi. Hanya gadis itu yang mengisi hari-harinya sejak kecil. Troy kurang pandai bergaul dulu, dan jika sekarang ia terlihat ramah, itu semua berkat Disa. Ia yang memaksa Troy untuk lebih sering tersenyum. Kata Disa, senyum itu ibadah. Dan semakin lama, Troy mulai terbiasa untuk selalu tersenyum. Pada siapa pun. Itulah yang membuat reputasi Troy di SMA menjadi membaik. Ia dikenal ramah, hangat, dan tidak sombong. Bahkan, banyak murid perempuan yang salah sangka saat melihat senyum Troy. Apa kata anak zaman sekarang? Oh, baper. Persahabatan Troy dengn Disa sangatlah erat. Tapi, Disa pasti akan berubah jika tahu Troy adalah gay. Pasti Disa malu dan marah pada sahabatnya itu. Sebenarnya, itulah hal yang paling Troy takutkan. Makanya, Troy terus menyimpan rahasia itu dari Disa. Ia tidak mau kehilangan satu-satunya sahabat yang ia punya. "Dis, gue haus," ucap Troy sambil menyeka keringat di dahinya. "Ah, payah lo. Gue ada air minum, mau?" "Boleh, deh. Gratis, 'kan?" Troy tersenyum miring, membuat Disa memutar bola matanya. "Harganya jadi gocap, khusus buat lo." "Astaga, malah lebih mahal!" Troy tertawa bersama Disa sambil berjalan ke pinggir lapangan; tepat di mana tas kecil Disa berada. Mereka duduk sambil meluruskan kaki, lalu Disa langsung melempar sebotol air mineral untuk Troy. "Thanks!" ucap Troy tersenyum lebar. Diam-diam, Disa memperhatikan Troy yang sedang minum. Troy sangat manis saat berkeringat seperti sekarang. Tanpa izin, Disa menghapus keringat di dahi Troy dengan sapu tangan biru mudanya. Troy sempat terkejut, tapi ia memilih diam dan membiarkan Disa menghapus keringatnya. Bagi Troy, Disa itu seperti bunglon. Kadang sangat tomboy dan galak, tapi jika bersamanya, Disa akan sangat baik dan lembut. Yah, kadang-kadang. Troy menyipitkan matanya saat melihat Nico dan teman-temannya sedang bermain basket. "Dis, lihat Nico, deh. Keren, ya?" gumam Troy tidak sadar. "Apa? Nico? Dih, keren apanya sih? Rambutnya gondrong begitu kayak tarzan." "What?" Troy tertawa, "Bukannya cowok gondrong itu keren?" "Nope, gue nggak suka. Rasanya aneh aja, karena rambut gue nanti jadi saingan sama dia." Troy merasa senang melihat ekspresi jijik Disa yang begitu lucu. Ia pun mengacak rambut Disa dengan gemas. "Tapi, menurut gue, dia keren. Serius." Troy menjilat bibirnya, dia sudah lama memperhatikan Nico. Sejak pertama bertemu dengan Nico, jantung Troy selalu berdebar tidak jelas. Apa Troy menyukai Nico? "Nico pernah ngajak gue jalan." Troy menoleh pada Disa. "Serius? Terus?" "Gue tolak, lah. Dia terkenal b******k, Troy. Gue takut." Troy tersenyum kecil lalu sedikit bergeser mendekat pada Disa. "Good. Gue nggak mau lo dalam bahaya." Disa menyandarkan kepalanya di bahu Troy dengan santai. "Cuma lo cowok yang baik dan bikin gue nyaman, Troy. Lo nggak b******k, itu nilai lebih lo," ujar Disa dengan senyum kecil yang begitu tulus. Jujur, berada di dekat Troy adalah hal yang paling bisa membuat Disa tenang. Ia akan sangat bahagia jika Troy bisa membalas perasaannya. Gue nggak b******k, tapi gay, Dis. Mungkin itu kekurangan gue....

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

CRAZY OF YOU UNCLE [INDONESIA][COMPLETE]

read
3.2M
bc

Chandani's Last Love

read
1.4M
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.9K
bc

Everything

read
278.0K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
75.9K
bc

Naughty December 21+

read
512.4K
bc

ARETA (Squel HBD 21 Years of Age and Overs)

read
58.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook