bc

ZALINA

book_age18+
756
FOLLOW
8.4K
READ
possessive
sex
others
family
goodgirl
drama
mxb
another world
Writing Academy
prostitute
like
intro-logo
Blurb

Zalina sosok gadis yang tangguh untuk menjaga dirinya sendiri di tengah pekerjaannya sebagai penari dan penyanyi di sebuah klub malam, tak sedikit orang yang merendahkan kehidupan nya itu. bahkan di saat dirinya harus menahan hasrat cinta yang terlarang nya dan kembali menjadi sosok Zalina yang manis kembali, ia pun harus membuktikan bahwa cinta yang dirasakan nya bukanlah cinta yang akan membuatnya menderita.

“Ketika semua orang memanggilku dengan sebutan Wanita seksi yang selalu menggoda, di balik itu kemiskinanlah yang membuat ku seperti ini.. IM NOT SEXXY BIT*h, Aku hanya wanita biasa, Aku tidak suka menggoda, dan tidak liar seperti yang kalian pikirkan” ~ Zalina

“Tidak kau tidak seperti itu, kau wanita baik yang mampu membuatku ingin menaklukan hatimu,” Sahut lelaki berparas tampan tersebut.

chap-preview
Free preview
Zalina ~ Part 1
Zalina (Part 1) 2019 Roma, Italia Berawal dari Negara Italia, Negara dimana aku dilahirkan. Negara yang sangat indah untuk ku, Negara yang memberiku makna akan kehidupan yang sangat berarti untuk kehidupanku. Perkenalkan Nama ku Zalina, orang-orang selalu memanggilku Ina. Tapi beberapa orang selalu memanggilku dengan sebutan gadis pembawa keberuntungan, bagaimana tidak... Mereka memaksa ku menjadi wanita penghibur, aku bernyanyi, menari dan memberikan kedipan di mataku seraya menggoda mereka para tamu malam itu dan tentunya klub malam itu meraup untung yang sangat banyak dari kecantikan parasku. Lelah, ya Aku memang sangat lelah... Namun bagaimana lagi, ini adalah pekerjaan ku satu-satunya. Jika saja dulu Ayah dan ibu tidak berpisah, ibu ku tidak membawa seluruh harta Ayah, mungkin kami tidak akan menderita. Dan katanya, Selama bertahun-tahun, Italia telah menjadi ibukotanya para w*************a. Terutama yang berasal dari Nigeria, karena perdagangan itu legal di negara itu dan digolongkan sebagai salah satu industri terbesar di sana. Namun, masih ada beberapa pembatasan kecil untuk mengekang perdagangan dan mengendalikan praktisi. Seorang wanita yang ingin menjadi bagian dari industri ini harus berusia di atas 18 tahun, mendaftar pada serikat pekerja dan melakukan pemeriksaan kesehatan wajib pada setiap bulannya. Siapa pun yang ketahuan melakukan hubungan seks atau iklan yang sama akan dikenakan hukuman penjara atau pembayaran denda tetapi beberapa wanita penghibur seperti ku telah menemukan sedikit cara pintar untuk tetap eksis dalam bisnis ini. Mereka mengeluarkan salah satu dari klien tersebut yang menangkap kupon pink kecil yang menjanjikan akan mengembalikannya untuk segala bentuk denda, entahlah mengapa seperti itu. Oh Iya, bagi mereka aku adalah dewi.. Ratu di Club itu. Di usiaku yang masih menginjak 23 tahun, aku harus tetap bekerja menjadi penghibur. Demi siapa? Demi Ayah ku! Ayah ku yang telah berkorban untuk menghidupiku di tengah-tengah sakit nya yang cukup parah itu, aku menyayanginya dengan segenap jiwaku dan tentunya Ayah tak tahu bagaimana pekerjaan yang selalu aku jalani dari dulu hingga saat ini. Malam itu, aku memilih untuk tidak pergi bekerja. Adik ku sakit dan aku pikir ayah pasti akan merasa kerepotan oleh keadaan adik ku saat ini, ia muntah dan tidak mau makan sama sekali. Nama adik ku adalah Raline, ia adik ku satu-satunya. Usianya masih sangat belia, 16 Tahun. Selama ini aku bekerja keras untuk dia juga, aku sangat mencintainya dan menyayanginya. Dia selalu bertanya, "Kakak, kerja Apa kakak ini?" Dan aku selalu menjawab, "Kakak bernyanyi," Ya walaupun memang hanya bernyanyi dan menari tetap saja pandangan orang untuk ku sangatlah jelek. Tin.. Tin.. Suara klakson mobil membuyarkan lamunan ku, saat ini adik ku Raline sedang tertidur di atas pangkuan ku. "Raline, bangunlah! Sepertinya ada tamu di depan?" Ucapku sembari membangunkan Raline, Raline menggeliat dan tetap ingin tidur di pangkuanku. Dia memang sangat manja dan aku senang memanjakan adik ku satu-satunya, "Ah kakak, Aline gak mau bangun! Pangkuan kakak itu seperti ibu... " Keluh adik ku saat itu, namun suara klakson mobil itu semakin mengganggu ku. Apalagi Ayah sedang tidur di dalam kamar, "Aline, nanti Ayah bangun! Tolong lah!" Pintaku pada Aline, Aline pun segera beranjak dan duduk dengan bibir yang mengerucut. "Baiklah! Terserah kau!" Tanpa aku hiraukan Aline, aku berjalan menuju halaman rumahku. Sosok Morin hadir di halaman rumah ku, ia adalah Papi di tempat ku bekerja. Ia baik sekali, namun aku harus selalu bekerja untuk nya. Baginya, aku adalah tambang emas untuk Bar miliknya itu. "Ina! Mengapa kau tak datang ke Bar?" Tanya nya dengan tatapan yang sangat kesal. "Ayah ku sakit Papi, adik ku juga!" Sahut ku sembari berjalan menuju tempatnya berdiri. "Mereka yang sakit kan?" Tanya Morin. "Mm, Iya Papi!" Sahutku sembari tetap menghampirinya. "Ya sudah bersiaplah, jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Sebentar lagi banyak para tamu yang ingin mendengar suara mu!" Ajaknya, aku tetap menggelengkan kepala ku. Morin semakin memaksa dan memaksa, Morin tetap ingin aku ikut dengan nya dan di sisi lain bagaimana dengan Adik ku, jangankan di tinggalkan untuk pergi kerja. Untuk sekedar melihat yang datang saja bibir nya sampai maju lima centimeter, "Cepatlah ada orang yang ingin mengajak mu berbincang!" Seru Morin kembali. "Berbincang? Oke, tapi tidak ada yang boleh memintaku untuk tidur dengan nya? Aku bukan ... " Morin mengangguk, "Its Okay honey!" Aku terpaksa mengiyakan permintaan Morin, sembari berjalan menuju rumah, perasaan dan hatiku benar-benar was-was saat akan meminta ijin untuk tetap bekerja di saat Aline sakit seperti ini. "Aline, kakak harus tetap bekerja! Kamu tidur ya," "Bisakah kakak berhenti dari Bar itu?" "Kakak hanya menyanyi sayang!" "Iya, bernyanyi tetapi memakai pakaian yang super seksi. Apa kakak tidak malu? Bukan hanya wanita yang melihat, tapi para lelaki hidung belang pun menikmatinya!" Protes nya membuatku sakit, andai saja kau tahu bagaimana pedihnya hatiku saat aku menikmati uang hasil kerja ku sembari tetap menahan kantuk. Aku ingin seperti orang-orang yang bekerja dan hidup normal, tapi bagaimana aku akan seperti itu. Sekolah pun hanya sampai sekolah dasar, untuk sekedar berhitung jumlah uang pun selalu dibantu oleh Morin. "Pergi sajalah, aku sudah tahu alasan mu! Aku harus bekerja apa Aline, aku tidak memiliki dasar sekolah yang baik! Makanya kau tidak boleh seperti ku, kau harus pintar! Iya kan kak?" Protes nya kembali, aku memilih untuk tidak mendengarkan celotehannya dan tetap melangkah untuk pergi. "Katakan pada Ayah, aku harus pergi bekerja." Ucap ku kembali. "Baiklah.. Terserah kau saja!" Sahut nya ketus, ia pergi ke dalam kamarnya tanpa menatap wajahku. Aku tahu dia kecewa, aku tahu dia ingin aku hidup dengan normal, tapi bagaimana lagi? Aku membutuhkan uang, uang untuk nya dan uang untuk ayah. Apalagi pengobatan ayah ku yang semakin mahal membuatku menahan perasaan apapun, andai saja dia tahu bagaimana sulitnya jadi aku. Mungkin dia tidak akan protes sejauh itu dan mungkin dia akan mengerti bagaimana risau nya diriku, untuk pulang saja selalu banyak hambatan dan aku hanya harus menyiapkan hati yang sangat lapang untuk tetap bisa bertahan. "Kakak," Panggil Aline kembali, Aku menoleh. "Kalau ayah mencari mu bagaimana?" Tanya nya. "Tidak! Ayah tidur dan dia akan terbangun di saat aku pulang!" Sahutku, "Ingat Aline jangan memberitahu ayah mengenai pekerjaan ku!" Aku tersenyum dan Aline tetap masuk tanpa membalas senyuman ku, sebenarnya Ayah akan marah jika mengetahui jika aku bekerja di malam hari. Namun, balik lagi dengan keluhan awal ku. "Mau kerja dimana aku ini, Ijasah tak punya bahkan untuk sekedar menjadi tukang cuci piring saja aku tidak diterima!!" Malam ini memang malam yang sangat ramai, di Bar sudah ada seseorang tamu yang ingin melihat ku bernyanyi dan menari. Dia rela menunggu ku walaupun aku sangat lama, dia juga bilang akan memberiku tips yang sangat lumayan. Aku segera bersiap, berdandan dengan rapih dan cantik. Aku memakai mini gaun berwarna merah, ukuran gaun ku sangatlah pendek hingga membuat paha mulus ku terlihat nyata oleh semua tamu. "Hari ini dia meminta mu bernyanyi dan menari di sebuah room!" Ucap Morin sembari memegang kedua bahu ku, di depan kaca aku melihat tatapan Morin seakan ingin meyakinkan ku. "Papi, aku tidak mau dia merenggut milik ku yang masih utuh! Walaupun pekerjaan ku seperti ini, tetap saja aku tidak mau menjual diriku demi uang!" Kata ku meyakinkan Morin, "Aku cuma menjual suaraku juga tarian ku! Jika melebihi itu, aku akan berhenti dari pekerjaan ini!" Ujar ku sedikit mengancam, Morin tersenyum sangat lebar. "Iya Zalina sayang! Papi tau!" Aku mengangguk serta tersenyum saat Morin kembali meyakinkan diriku, "Kamu jangan nakal ya! Rebut hatinya dengan suara emas mu, agar dia mau kembali kesini untuk memberikan uang kepada ku dan kepada mu!" Tutur Morin, aku pun mengiyakan dan segera melangkahkan kaki ku untuk datang menemui nya di dalam sebuah ruangan. "Room 34 ya!" Bisik Morin di telinga ku. DEG! Jantung ku berdegup kencang, bahkan ritme nya semakin kencang kala aku melewati room nomer 31. Aku pun menghentikan langkah kaki ku, di sana aku berpikir bagaimana jika tamu itu nakal dan ingin menyentuh ku! Dan bagaimana jika tamu ku itu seorang kakek tua berhidung belang, no tidak!! ; aku tidak mau! Batin ku seakan menolah itu. "Zalina... " Panggil Morin saat melihat langkah ku terhenti. Aku menoleh lalu menjawab nya, "Iya Papi?" Tanya ku berwajah risau. "Mengapa langkah mu terhenti, cepatlah dia menunggu mu sedari tadi." Ucapnya kembali. "Mm, iya Papi!" Sahut ku, aku segera melanjutkan langkah ku. Jantung ku seolah ingin lepas dari tempatnya, "Ya Tuhan, Ayah, Aline maafkan aku!" Hanya itu yang mampu aku ucapkan, aku takut akan semua nya. "Bagaimana ini? Bagaimana jika dia menyiksa ku, memperkosa ku dan membuatku tak berdaya?" Pertanyaan-pertanyaan dari rasa takut ku pun hadir di dalam benak ku, ini kali pertama aku menemui seorang tamu di dalam Room sendirian karena biasanya teman ku menjadi partner ku dalam bernyanyi dan menari. Ting! Aku menekan tombol hijau yang menempel di dinding ruangan itu, cukup lama aku menunggu. Namun akhirnya, dia membukakan pintu ruangan itu untuk ku. "Halo, " Sapa nya, lelaki tampan berusia 30 tahun berdiri di hadapan ku. Dia lelaki yang berparas menawan, bentuk tubuhnya bak seorang model papan atas. Dia tersenyum ramah padaku, dia juga terlihat menatap ku lekat. "Mm, Halo.. " Sahut ku saat aku mendengar dia menyapaku. "Tuan Xavier Alessio sudah menunggu Anda di dalam!" Ucapnya memberitahu ku, aku terkejut dan aku mengira dia lah sosok tamu yang sudah menyewa ku untuk menemani nya. "Maaf Tuan, kalau boleh tahu apakah Anda menemani Tuan anda di dalam nanti?" Tanya Ku. "Oh tidak Nona, ini saya mau keluar agar tidak mengganggu privasi anda dan Tuan Xavier." Aku terpekik mendengar ucapannya, rasa takut pun hadir kembali. Aku mendekatkan bibir ku di telinga nya, "Apa dia lelaki tua berperut buncit? Atau dia lelaki yang berhidung belang? Atau lelaki yang memiliki dahi berkerut?" Pertanyaan ku di balas senyuman yang sangat lebar dan sepertinya dia sedang menahan rasa ingin tawanya. Aku mengatupkan kedua tangan ku, "Tuan Aku mohon! Siapa dia? Lelaki itu sudah tua ya? Mengapa dia membooking ku untuk beberapa jam ke depan? Apakah dia kaya?" Tanya ku menyerocos kembali, dia kembali tersenyum dan kembali memberikan tatapan miris kepadaku. "Masuklah Nona, Tuan ku sudah menunggu dirimu!" Ucapnya pelan. "Mmm, Jujur saja aku takut!" Keluh ku, "Takut? Takut kenapa?" Tanya nya sembari memicingkan sebelah matanya. dia lelaki yang baik dan menawan, saya yakin anda pun akan menyukainya." Jawab nya lebih tegas dari sebelumnya, "Silahkan Nona?" Ucapnya pelan sembari memintaku untuk masuk kedalam, aku pun melangkahkan kaki ku untuk masuk kedalam ruangan itu. Musik yang ia putar adalah musik klasik nan romantis karya dari Ludwig Van Beethoven itu terdengar sangat merdu, namun sepertinya suara detak jantungku lebih kencang. Aku melihat sekeliling ruangan gelap yang hanya disinari lampu kelap kelip itu, aku mencari sosok Tuan Xavier. Namun, sepertinya dia tak ada di sana. "Dimana Tuan itu?" Tanya ku dalam hati, mungkin saat ini jika cahaya membentang di wajahku, hanya wajah kikuk lah yang akan terlihat olehnya. "Ehem!" Ia berdehem cukup keras, aku menoleh. Ternyata dia sudah berdiri di belakang ku, cukup terlihat jelas oleh ku senyuman di wajahnya. Orang itu adalah orang yang beberapa bulan lalu menolongku, dia lelaki tampan yang selama ini selalu aku impikan. Aku pun tak sempat mengucapkan terimakasih kepadanya dan saat ini, dia mengulurkan tangannya. Lalu berucap, "Aku Xavier!" sembari tersenyum, ia menjabat tanganku. "Mm, aku Zalina.." "Sudah tau!" Jawabnya singkat, mungkin jika aku lihat lelaki ini berusia di atas tiga puluh tahun. Namun, wajahnya terlihat masih berseri dan tubuhnya terlihat sangat atletis hingga membuat nya terlihat lebih muda. "Dari mana kau tahu nama ku?" Tanya ku sembari tetap berdiri di hadapannya. "Dari senyuman mu!" Jawabnya kembali, aku menggelengkan kepalaku dengan pelan. "Bernyanyi lah! Tak usah menari! Aku menyewa mu untuk bernyanyi di hadapanku!" Titahnya pada ku, entah mengapa aku merasa canggung. "Ayolah! Cepat!" Matanya menatap lekat seakan memaksa ku bernyanyi, "Aku ingin kau bernyanyi dengan sangat merdu!" Titahnya kembali, ia memutarkan lagu dan aku cukup tau lagu tersebut. Lalu aku bernyanyi dengan perasaan yang sangat canggung di hadapannya, tehnik bernyanyi ku cukup membuatnya tak henti membuka serta menutup matanya berulang. "The whispers in the morning Of lovers sleeping tight Are rolling by like thunder now As I look in your eyes I hold on to your body And feel each move you make Your voice is warm and tender A love that I could not forsake 'Cause I'm your lady And you are my man Whenever you reach for me I'll do all that I can Lost is how I'm feeling lying in your arms When the world outside's too much to take That all ends when I'm with you" Prok Prok Prok... Ia menepuk kan kedua tangannya, "Good Job!" "Thanks You!" Jawab ku singkat. "Kamu itu suaranya bagus loh," Pujinya untuk ku, "Kenapa gak rekaman aja! Celine dion juga kalah sama kamu loh!" Sambung nya kembali. "Mm, makasih!" "Minumlah!" Ia menyodorkan segelas wine untukku, terlihat jelas bahwa dirinya adalah seorang lelaki yang kaya raya. Mengapa seperti itu, dia memesan wine yang paling mahal di dalam bar tempat ku bekerja. Dia terus memaksa ku untuk meminum wine itu, "Ayo! Come On, kau tidak akan mabuk walau kau meminum satu gelas penuh ini!" Ucapnya . Aku menggelengkan kepalaku dengan pelan, "Tidak Tuan Xavier, pesankan saja aku air putih atau Orange Juice!" Pintaku. Dia tetap memaksa dan memaksa ku untuk minum air Wine itu, "Minumlah sedikit!" Ucapnya terus menerus, Aku menggelengkan kepalanya. "Tidak Tuan, Maaf!" Ucapku kembali. "Baiklah, bernyanyi lah kembali." Pintanya sembari memutarkan lagu yang ia sukai, aku pun segera bernyanyi dan bernyanyi hingga membuatnya jatuh terlena dengan suara ku apalagi, dia sudah sangat banyak meminum Wine hingga membuatnya sedikit mabuk. "Jaga diriku Tuhan, sebenarnya aku sangat takut!" Gumam ku dalam hati, walaupun aku sedang fokus bernyanyi tetapi tetap saja hatiku merasa sangat takut

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

See Me!!

read
87.9K
bc

Romantic Ghost

read
162.2K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.1K
bc

Bad Prince

read
508.6K
bc

Mendadak Jadi Istri CEO

read
1.6M
bc

HOT AND DANGEROUS BILLIONAIRE

read
570.1K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook