bc

CEO and Anxiety Disorder

book_age12+
1.7K
FOLLOW
12.9K
READ
possessive
dominant
CEO
sweet
bxg
city
office/work place
illness
love at the first sight
like
intro-logo
Blurb

Kalila dipertemukan dengan seorang CEO dalam keadaan yang tidak terduga. Saking tidak terduganya, tahu-tahu Kalila sudah resmi menjadi seorang istri dari CEO. CEO "tidak waras" bernama Damar yang menjadikan dirinya sebagai bayaran atas insiden tidak terduga waktu itu. Benar-benar "tidak waras", bukan?

Dengan kerendahan hati, Kalila menjalani rutinitasnya sebagai seorang istri. Selama itu pula, Kalila menghadapi perangai Damar yang cukup ganjil di matanya. Pria itu cenderung posesif, overprotektif, dan bahkan terkadang bertingkah abusive. Dalam momen tertentu, Damar menjelma menjadi sesosok yang menakutkan bagi Kalila. Namun, atas semua itu, Kalila berusaha mencari tahu. Mengapa suaminya seperti itu?

Sampai di satu titik, Kalila mendapati masa lalu kelam seorang Damar. Saking kelamnya masa lalu itu, membuat Kalila merasa tidak menyangka. Di balik sosok yang bertopengkan wajah datar dan cenderung keras itu, ternyata menyimpan segudang rasa sakit di masa lalu.

chap-preview
Free preview
Prologue
Seringaian tercetak sempurna. Mata pria itu menurun ke kemejanya yang menghitam sebab tinta yang tumpah ruah. Kemudian, matanya beralih ke seorang gadis yang masih memasang ekspresi shock tak tertahankan. Damar rasanya ingin tertawa sepuas-puasnya. Namun, ia harus menjaga wibawanya dan bersikap layaknya seorang CEO muda ternama yang disegani dan ditakuti. "M-maaf, saya nggak sengaja!" Setelah lama mematung, Kalila si gadis berkerudung coklat tua itu berseru panik. Bergegas ia mengambil tisu dan mengusapkannya ke kemeja Damar. Tentu, hal tersebut mencipta kesia-siaan semata. Tinta sudah menyerap dalam ke kemeja Damar. Bahkan terasa tembus menyentuh kulit bagian perutnya. "Sekali lagi maafkan saya. Ya Allah, serius, saya nggak sengaja!" Tak sadar telah melakukan suatu kesia-siaan, Kalila terus-menerus mengusap kemeja Damar dengan tisu. Tak berapa lama, Damar menghentikan kegiatan gadis itu dengan mencengkram kuat pergelangan tangannya. Lantas Kalila mendongak dan tertegun ketika matanya berhadapan dekat dengan wajah tegas nan rupawan milik Damar. "Hentikan. Sia-sia," bisik Damar. Dilepaskannya cengkeraman itu dan beralih ia mendekati sesosok pria. "Rudi, belikan aku kemeja baru. Yang sama persis," ucapnya pada Rudi—sang bawahan—yang tentulah terdengar jelas oleh Kalila. Gadis itu menunduk dalam, merasa sangat bersalah. Damar melepas satu per satu kancing kemejanya. Setelahnya ia serahkan kemeja itu dan dibawa pergi oleh Rudi. Tak merasa risih dengan keadaannya yang shirtless, Damar pun melangkah mendekati Kalila yang menunduk. Baru akan mengucapkan sepatah dua patah kata untuk gadis itu, tiba-tiba terdengar seruan dari anak-anak yayasan. "Ih, Om Damar kok nggak pake baju sih?" "Nggak kedinginan apa, Om? Lagi hujan loh." "Gila! Badan Om Damar bagus banget! Berotott!" "Pasti rajin olahraga, iyakan, Om?" Kalila mendelik mendengar ucapan anak-anak. Gadis itu mengangkat kepala beberapa detik dan menunduk cepat kemudian. Tak bisa dimungkiri, jantungnya berdetak gila-gilaan di dalam sana. Inginnya pergi dari hadapan Damar, tetapi rasanya tidak etis. Mengingat bahwa ialah sosok di balik Damar yang rela shirtless itu. "Dingin," ucap Damar dengan pembawaan santai. Memberi sinyal kode untuk Kalila. "B-biar saya ambilkan selimut dulu ya, P-pak." Kalila bergegas mengambil selimut dan diiringi oleh anak-anak yang tak henti melayangkan pertanyaan pada gadis itu. Tak ayal membuat Damar menyemburkan kekehan. Berusaha untuk tidak tertawa lepas. "Cute," gumam Damar sembari melangkah ke ruang tengah dan kembali duduk santai di sofa. Tak berapa lama, Kalila pun datang membawa selimut tebal. Tampaknya gadis itu masih tak berani menatap Damar. Bukan hanya karena kejadian tinta yang tumpah, tetapi juga karena keadaan Damar yang shirtless. "Ma-maaf, cuma ada selimut ini. Silakan dipakai sambil nunggu kemeja baru-" "Selimutkan," potong Damar cepat. Lantas membuat Kalila secara refleks mendongak. Wajahnya seketika memerah dan kembali ia menuduk dalam. "Ma-maksud Bapak?" Damar mendengus menahan tawa. Ia raih selimut dari genggaman Kalila lalu ia selimutkan ke seluruh tubuhnya. "Lupakan," gumamnya dalam. Pria itu lalu melihat ke sekitar yayasan. Menyapu bersih keadaan yayasan yang akan ia beri sedikit suntikkan dana. Damar mengusap ujung dagunya. Kemudian, ia pun menatap Kalila terang-terangan. "Kalila, tolong jelaskan pekerjaanmu di yayasan ini," ucapnya. Seketika itu membuat Kalila tersedak. "G-gimana, Pak? Saya?" Kalila menunjuk dirinya sendiri. "Saya nggak akan ngulang kalimat yang sama." Kalila menelan salivanya susah payah. Dengan bingung dan bercampur gugup, gadis itu pun mulai menjelaskan posisinya di yayasan. Merupakan seorang pengajar anak-anak yang sebisa mungkin menjadi penyuntik semangat dan ilmu untuk masa depan yang lebih cerah. Rata-rata, para anak di yayasan ini adalah anak yang "terbuang". Sedari kecil tidak memiliki orang tua dan tak pernah merasakan bagaimana didikan orang tua. Itu sebabnya, selain menjadi pengajar, sebisa mungkin Kalila menempatkan dirinya sebagai orang tua angkat untuk anak-anak. Damar mengulas senyum tipis setelah mendengar penjelasan singkat dari Kalila. Saking tipisnya senyum itu, Kalila bahkan tidak menyadari bahwa pria itu tersenyum. Di matanya, Damar merupakan sesosok yang aneh dan tak tertebak. Jujur, ia merasa terintimidasi sejak kehadiran sosok itu di yayasan. Entah kenapa. Auranya beda aja gitu. "Hm, pengajar sekaligus orang tua angkat. Menarik," gumam Damar yang mencipta raut bingung dari Kalila. "Saya akan berikan dana sesuai keinginan yayasan. Berapa pun jumlahnya, akan saya sanggupi," ucapnya kemudian. Seketika itu mencipta raut berbinar dari Kalila. "Alhamdulillah. Terima kasih, Pak. Seperti yang mungkin sudah disepakati, kami memerlukan dana 100 juta," ucap Kalila penuh semangat. "100 juta?" Damar mengerutkan dahinya heran. Pasalnya, ia tidak terlalu tahu-menahu terkait nominal dana yang akan disumbangkan. Bersamaan dengan itu, Rudi pun datang membawa kemeja yang Damar pesankan. "Bahkan kemeja ini pun harganya lebih dari itu," ucapnya sembari mengeluarkan kemeja putih itu dari dalam kotak. Dipasangnya kemudian kemeja itu dengan santai dan tak merasa risih sama sekali. Sementara itu, Kalila diam tertegun. Batinnya selalu mendengungkan kalimat yang sama berkali-kali. Kemeja harganya lebih dari itu? Kemeja yang harganya lebih dari— "Astaga!" Kalila histeris sembari membekap mulutnya tidak menyangka. Matanya mendelik, menatap Damar yang kini sudah memakai kemeja dengan sempurna. "Ja-ja-jadi kemeja tadi itu harganya ra-ratusan juta!?" ucapnya tergugu-gugu. Damar menyeringai. Pria itu lantas berdiri dan mendekat selangkah di hadapan Kalila. Jarak mereka terpaut beberapa jengkal saja. Membuat Kalila menciut dan hanya bisa menunduk. Matanya bertubrukan dengan sepatu pantofel mengkilat milik Damar. Seketika bulu kuduknya merinding membayangkan betapa fantastisnya harga sepatu itu. Bertambah merinding lagi ketika membayangkan jumlah harga outfit yang ada di badan Damar saat ini. CEO gila, batinnya. "200 juta," ucap Damar tiba-tiba. "Harga kemeja yang kamu tumpahkan tinta itu." Kalila hanya bisa menelan ludahnya susah payah. "Jadi, bilang maaf aja nggak cukup, Nona," bisik Damar dengan suaranya yang dalam. "Rasanya saya mau batalin sumbang dana ke yayasan ini," timpalnya tersenyum miring. "Astaghfirullah. Jangan, Pak. Serius, saya nggak sengaja," ucap Kalila memelas. "Ini pure kecerobohan saya. Nggak ada hubungannya sama yayasan. Please, jangan batalin." Mata Kalila sudah mulai berkaca-kaca. Tentu, gadis itu merasa sangat bersalah. Atas kecerobohannya membuat yayasan batal diberi sumbangan dana oleh korporasi. Prambudi Corp. merupakan satu-satunya harapan. Kalau Prambudi Corp. batal memberi dana, sudah dipastikan tak ada lagi para dermawan yang mau menyuntikkan dana demi keberlangsungan yayasan. Kalila jadi teringat atas perjuangan Ibunda Tari dalam mempertahankan yayasan yang sudah lama terbangun. Teringat pula akan kebaikan sosok itu padanya. Seketika itu membuat bulir air mata mulai meluruh membasahi pipi. Sementara itu, Damar menunduk, menyejajarkan wajahnya dengan wajah milik Kalila. Sedikit terkejut ia mendapati Kalila yang mulai menangis. Namun, sebisa mungkin ia mempertahankan ekspresi angkuhnya. "Kesalahan nggak bisa dibayar secara gratis, Nona," ucapnya dengan jemawa. "Harus ada yang dipertaruhkan di sini." Kalila tertegun. Gadis itu seperti tidak melihat sosok Damar yang ia temui ketika malam kemarin. Sosok yang ini jauh lebih angkuh dan berkuasa. Tiba-tiba, tebersit pikiran konyol bahwa Damar memiliki kepribadian ganda. Namun, dengan cepat gadis itu tepis ketika menyadari sesuatu. Menyadari bahwa orang bisa saja berubah jika menyangkut tentang harta. Tragedi ini sudah jelas terkait dengan hal itu. Bayangkan, kemeja seharga 200 juta tertumpah tinta sebegitu banyaknya. Dengan cara apa Kalila harus mengganti kerugian itu coba? Kalila mulai mengusap dengan kasar kedua pipinya yang membasah. Matanya mulai bertubrukan dengan mata sehitam jelaga milik Damar. Mata yang begitu tajam dan menusuk. Akan tetapi, rasanya begitu kosong. Entah cuma perasaan Kalila saja atau ada hal yang lain. "Jadilah istriku. Itu bayarannya." Damar menyungging senyum. Pria itu kemudian beralih menatap Rudi. "Tolong, siapkan dana 500 juta untuk yayasan. Siapkan juga pesta pernikahanku dengan Kalila untuk pekan depan." "Baik, Pak." "A-APA?!"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Bastard My Boss

read
2.7M
bc

MOVE ON

read
94.6K
bc

Skylove (Indonesia)

read
108.8K
bc

Perfect Marriage Partner

read
809.4K
bc

I Love You, Sir! (Indonesia)

read
259.8K
bc

Secret Marriage

read
942.2K
bc

I Love You Dad

read
282.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook