bc

Dream Come True

book_age16+
539
FOLLOW
2.8K
READ
goodgirl
powerful
drama
twisted
office/work place
small town
first love
friendship
actress
waitress
like
intro-logo
Blurb

Tentang Fitri Safitri, gadis kampung dengan sejuta mimpi. Tumbuh di keluarga sederhana, tak membuatnya malu untuk bercita-cita tinggi. Justru itu yang menjadi penyemangat terbesarnya untuk berhasil mewujudkan mimpi-mimpinya, agar ia bisa mengangkat derajat keluarganya, merubah kehidupan keluarganya menjadi lebih baik.

Sebagaimana seorang pendaki gunung harus melewati berbagai macam rintangan agar bisa sampai menuju puncak, impiannya. Begitu pula dengan Fitri. Untuk menggapai segala cita-cita dan juga cinta, ia harus melewati berbagai macam rintangan yang penuh liku untuk dapat menggapai impiannya. Sanggupkah Fitri melewati semua rintangan penuh liku itu? Akankah Fitri berhasil meraih cita-cita dan juga cintanya?

“Tuhan begitu baik kepadaku. Setelah aku berhasil melalui rintangan yang penuh liku, cita-cita dan juga cinta yang selama ini aku impikan, kini berubah menjadi kenyataan.”

~ Fitri Safitri

“Ketika dua rasa datang di waktu yang bersamaan, yang mana yang harus aku pilih?”

~Dewa

“Diterima kemudian ditolak tak membuatku lantas menyerah. Aku akan terus berjuang untuk kembali mendapatkanmu, hingga kita berdua bisa bersanding di pelaminan.”

~Rendi

Perjuangan mereka penuh liku! Maukah kalian menjadi saksi perjalanan panjang mereka? Let’s r******w!

cover by Lanamedia

chap-preview
Free preview
Part 1
Senin, 1 Juni 2006 Fitri Safitri, anak berusia enam tahun itu terlihat begitu semangat dan antusias dalam menjalani hari Senin ini, hari di mana ia akan mulai belajar di sekolah dasar tak jauh dari rumahnya. Di mulai dari bangun pagi, kemudian memasukkan buku tulis, pensil dan peralatan lainnya ke dalam tas sekolahnya, ia lakukan seorang diri, tanpa ingin dibantu oleh ibu dan bapaknya, saking semangat dan antusiasnya. Fitri tinggal di kampung, daerah pelosok di ujung kota yang keberadaannya sangat terpencil. Ia merupakan anak pertama dan memiliki dua saudara. Satu laki-laki bernama Dion yang berusia empat tahun, kemudian adik bungsunya, balita yang lucu dan menggemaskan yang bernama Ayu, berusia dua tahun. Sejak berusia empat tahun, Fitri ingin sekali tampil di tv. Bisa dilihat oleh banyak orang, dan seperti yang diceritakan Kakeknya saat ia bertanya "Kek, kenapa olang-olang itu seling sekali masuk di tv? Emangnya nggak kelja ya kayak Bapak sama Ibu?" Jawaban dari Kakeknya membuatnya semakin penasaran. "Mereka yang tampil di tv itu sedang bekerja ,Fit, artis namanya. Sama seperti Ibu dan Bapak kamu. Bedanya kalau Ibu dan Bapak kamu bekerja di pasar, kalau mereka di tv, bisa dikenal oleh banyak orang dan punya banyak uang. Tapi semuanya sama saja pekerjaan untuk menghasilkan uang, di mana pun tempatnya, entah pasar, sawah, tampil di tv, dan yang lainnya sama saja, yang penting halal." "Oh, jadi kalau altis kita bisa dikenal oleh banyak olang, telus punya banyak uang ya, Kek? Kalau gitu Fitli mau jadi altis. Fitli ingin punya banyak uang, agal ibu dan bapak nggak usah capek kelja lagi." "Nggak juga sih, Fit, tergantung rezeki mereka. Ada yang berhasil dan sukses, kemudian punya banyak uang, ada juga yang kurang beruntung, jadi mereka hanya sedikit mendapatkan uang. Tapi kalau bersungguh-sungguh dan berdoa in syaa Allah bisa sukses, apa pun itu pekerjaannya." Sejak saat itu, Fitri ingin menjadi artis. Bisa dikenal banyak orang, dan punya banyak uang. Ia kasihan melihat Ibu dan Bapaknya yang sering kelelahan karena seharian bekerja di pasar. Terkadang ia dan keluarganya pun hanya makan nasi, garam, dan kerupuk jika dagangan Ibu dan Bapaknya tidak laku. Ia ingin mengubah nasib keluarganya. Ia ingin kehidupannya dan keluarganya menjadi lebih baik. Setelah mempersiapkan apa saja yang akan ia bawa, Fitri melangkahkan kakinya menuju ruang makan, untuk sarapan bersama keluarganya. Di hari pertamanya ini masuk sekolah, Fitri tak ingin datang telat, bahkan kalau bisa ia ingin datang paling pertama ke kelasnya. Semangat sekali bukan? Kata Kakeknya, apa pun cita-citanya kelak, pendidikan harus nomor satu. Agar ia menjadi anak yang pintar, tak mudah untuk ditipu, dan di bohongi banyak orang. Itulah mengapa ia sangat semangat dan antusias untuk pergi sekolah. "Semangat sekali kamu, Nak, jam enam pagi udah rapi pakai seragam," puji Imelda, Ibunya Fitri, sambil menatap hangat sang putri yang kini sudah duduk rapi di ruang makan, dengan seragam sekolah yang sudah melekat di tubuhnya. "Hehe, iya, Bu. Fitri ingin berangkat pagi-pagi ke sekolah. Ibu mau antar Fitri kan ke sekolah?" "Tentu, Nak. Sebentar lagi Kakekmu akan datang untuk menemani Adik-Adikmu selagi Ibu mengantarkan kamu pergi ke sekolah. Ayo di makan, supaya nanti semangat belajarnya." "Fitri, mau Bapak antar juga tidak, Nak?" tanya Galuh, Bapaknya Fitri. "Nggak usah, Pak. Fitri berangkat bareng Ibu aja. Lebih baik Bapak berangkat ke pasar saja untuk berjualan." "Kamu memang anak yang pengertian, Nak," puji sang Ibu, sambil tersenyum manis ke arah Fitri. Kemudian suasana hening, karena semuanya fokus terhadap kegiatan makannya. Setelah semuanya selesai menghabiskan sarapan paginya, juga Kakeknya yang sudah datang sejak lima menit yang lalu untuk bermain dengan Adik-Adiknya, Fitri dan Ibunya memutuskan untuk segera pergi menuju sekolah. "Fitri pamit ke sekolah ya, Pak, Kek," pamit Fitri, kemudian menyalami tangan Bapak dan Kakeknya. "Belajar yang rajin ya, Nak, semoga kelak kamu jadi anak yang sukses, sesuai dengan apa yang kamu cita-citakan," ucap sang Kakek, kemudian mendoakan Fitri, yang diaminkan oleh Fitri, juga Bapak dan Ibunya. "Aamiin, Kek, assalamu’alaikum" "Wa’alaikumussalam" ***** Tak membutuhkan banyak waktu untuk Fitri dan Ibunya sampai di sekolah dasar negeri itu, cukup berjalan sepuluh menit dari rumahnya, mereka berdua pun sampai di gerbang sekolah. Terlihat di sekitarnya, banyak murid baru seperti dirinya bersama Ibunya sedang berjalan menuju ruang kelas satu. Fitri pun mengikuti mereka, dan pamit masuk ke dalam kelas kepada Ibunya, ketika dilihatnya seorang guru berjalan menuju ruang kelasnya. "Fitri masuk kelas ya, Bu, doain Fitri supaya jadi anak pinter," ucap Fitri, sambil tersenyum manis menatap sang Ibu. "Pasti, Nak, tanpa kamu minta pun Ibu akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kamu," ucap haru Imelda, Ibunya Fitri, seraya memeluk sang putri. "Selamat pagi, Anak-anak" sapa Ibu guru di depan murid-muridnya yang sudah duduk rapi di bangku dan meja yang telah disediakan. "Selamat pagi, Bu guru," ucap murid-murid kompak. "Perkenalkan nama Ibu, Ibu Maryam. Ibu yang akan mengajari kalian, sekaligus menjadi wali kelas kalian nantinya." "Sebelum mulai belajar kita perkenalan dulu ya dari kalian, biar kita makin akrab, dan Ibu bisa lebih dekat dengan kalian. Ketika ibu panggil nama kalian satu per satu menurut absen yang Ibu pegang sekarang, yang tersebut namanya berdiri dari bangku kemudian memperkenalkan diri, berikut hobi dan cita-cita ya. Mengerti?" "Mengerti, Bu." "Baik, kita mulai ya. Aji." Aji, laki-laki yang duduk di bangku paling depan itu, berdiri dari bangkunya ketika namanya disebut, untuk memperkenalkan diri. "Saya Aji Pangestu, hobi saya bermain sepak bola, cita-cita saya ingin menjadi pemain sepak bola nasional." "Aamiin, Ibu doakan ya semoga cita-cita kamu terkabul. Selanjutnya, Bagas." "........" "Aamiin. Sekarang, Fitri." Kini giliran Fitri untuk memperkenalkan dirinya. "Saya Fitri Safitri, hobi saya membantu Ibu memasak, cita-cita saya ingin menjadi artis terkenal." "Cita-cita kok artis, yang keren dong kayak aku, jadi dokter. Lagian anak kampungan dan miskin kayak kamu nggak usah tinggi-tinggi deh punya cita-cita, jadi pedagang di pasar seperti Ibu dan Bapak kamu aja udah syukur kali. Kalo aku dan Aji, wajarlah kalau ingin jadi orang hebat, kita kan memang orang kaya, mau jadi apa pun juga bias," ejek salah satu temannya yang duduk di bangku paling depan, tepat satu meja sebelah kanannya meja Aji, yang sepertinya tak suka terhadap Fitri. Fitri yang mendengar ejekan itu hanya bisa menghela nafas, Fitri yang memang juga suka menonton televisi berpikir bahwa temannya yang julid ini pasti suka menonton film yang menampilkan orang-orang kaya yang suka menganggap remeh orang-orang miskin. Omongannya sangat pedas seperti tokoh jahat yang ada di film itu. Dari apa yang Fitri saksikan di film, tokoh baik yang selalu tertindas akan berakhir bahagia pada akhirnya karena selalu berjuang, berusaha, dan berdoa siang dan malam tanpa kenal lelah, dan tokoh jahat akan menderita pada akhirnya karena karma yang mereka lakukan dulu terhadap orang-orang yang mereka tindas. Seperti adegan film, Fitri percaya bahwa orang baik akan berakhir bahagia, jika selalu berjuang, berdoa dan berusaha dengan sungguh-sungguh, ia pun pasti akan mendapatkan semua yang ia cita-citakan, tentunya degan izin Sang Maha Kuasa. Dan untuk menghadapi mereka-mereka yang hanya memandangnya sebelah mata, ia cukup tersenyum, dan membiarkan waktu yang akan membuktikan kepada mereka semua, bahwa ia bisa mewujudkan cita-citanya selama ini, cita-cita yang selalu mereka bilang mustahil untuk dapat Fitri raih. "Clara, kamu tidak boleh berbicara seperti itu. Semua orang berhak memiliki cita-cita tinggi. Lagi pula kita tidak tahu takdir kita kedepannya. Bisa jadi semua perkataan kamu itu salah, kamu yang katanya orang kaya, tidak bisa menggapai cita-cita kamu sebagai dokter, dan Fitri yang kamu bilang orang miskin, justru bisa mewujudkan cita-citanya menjadi artis terkenal. Takdir Tuhan tidak ada yang bisa menebaknya. Kita hanya harus berusaha, berdoa, juga berjuang dengan sungguh-sungguh agar kita dapat mewujudkan semua cita-cita kita. Jika Allah sudah berkehendak, apa pun yang menurut kita tidak mungkin, mustahil, bisa menjadi mungkin, Anak-anak," ucap sang guru mengingatkan Clara, juga murid-muridnya yang lain. "Kita lanjutkan ya perkenalannya, sekarang, Gita." Kring.. kring.. Bunyi bel yang ditunggu-tunggu oleh para murid pun akhirnya terdengar tepat pukul sembilan lewat tiga puluh menit, menunjukkan bahwa waktu istirahat telah tiba. Semua murid dari berbagai kelas pun tampak antusias untuk pergi ke luar kelas, entah menuju kantin untuk mengisi perut mereka, ke lapangan untuk bermain sepak bola atau olahraga lainnya bersama teman-teman, atau ke taman untuk sekedar duduk-duduk menikmati semilir angin dari pohon-pohon yang rindang di berbagai sudutnya. Ketika kebanyakan temannya lebih memilih untuk menghabiskan waktu istirahatnya di kantin atau lapangan, Fitri justru memilih untuk menghabiskan waktu istirahatnya di taman. Tempat yang lumayan sepi tapi justru membuat orang-orang yang duduk di sana merasakan nyaman dan tenang karena suasana dan keindahannya. Fitri mendudukkan dirinya di sebuah kursi panjang, di bawah pohon beringin yang terkenal angker dan menyeramkan, namun justru menyejukkan karena daunnya yang rindang, dan dapat melindunginya dari terik panas sinar matahari. "Ucapan Clara barusan, jangan dimasukkan ke hati ya. Anggap saja angin lalu," ucap seseorang yang kini duduk di samping Fitri. Lama termenung di sana, membuat Fitri tak menyadari kalau ada seseorang yang ikut duduk di sampingnya. Untung bukan hantu, hehe. "Astaghfirullah, aku kira kamu-" "Hantu?" "Maaf, soalnya aku kaget tiba-tiba ada yang ngomong di sebelahku. Apalagi sekarang aku duduk di bawah pohon beringin, aku kira ada hantu yang gangguin aku. Kamu beneran manusia kan?" "Manusia lah, mana ada hantu di siang bolong." "Hehe, maaf. Kamu ngomong apa tadi?" "Ucapan Clara barusan, jangan dimasukkan ke hati. Anggap saja angin lalu," ulang anak laki-laki seuisianya, yang duduk di sebelahnya. Ya, seseorang itu adalah anak laki-laki. “Ohh, iya. Aku nggak masukkin ke hati kok. Udah biasa digituin sama orang. Tapi emang salah ya kalau orang miskin kayak aku punya cita-cita ingin jadi artis?" "Nggak kok, semua orang berhak punya cita-cita tinggi, seperti yang Ibu guru tadi bilang. Yang penting kita harus selalu berusaha dan berdoa supaya cita-cita kita terwujud." "Aku punya dua roti cokelat. Aku sendiri lho yang buat, diajarin sama mamah sih, tapi tetep aja hasil tangan aku, kan mamah cuma ngomandoin doang hehe. Kamu mau?" ucap anak laki-laki itu, menawarkan roti cokelat untuk Fitri. "Mau, makasih ya. Namaku Fitri, nama kamu siapa? Di kelas aku nggak merhatiin perkenalan dari yang lain, jadi maaf aku nggak tau nama kamu." "Aku tau kok kalau kamu nggak merhatiin yang lain, orang kamu kerjaannya melamun terus tadi di kelas. Aku nggak mau kasih tahu namaku ya ke kamu. Kamu harus cari tau sendiri pokoknya." "Yah, kok gitu sih. Ya sudah, sebelum aku berhasil tau nama asli kamu, aku panggil kamu tuan roti cokelat ya?" "Tuan roti coklat? Lucu juga," ulang laki-laki itu, menyebutkan nama panggilan yang Fitri buat untuknya, kemudian tertawa bersama Fitri, menertawakan betapa lucunya nama panggilan itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

A Million Pieces || Indonesia

read
82.2K
bc

Mrs. Rivera

read
45.3K
bc

GADIS PELAYAN TUAN MUDA

read
464.5K
bc

Om Bule Suamiku

read
8.8M
bc

See Me!!

read
87.9K
bc

A Piece of Pain || Indonesia

read
87.3K
bc

Partner in Bed 21+ (Indonesia)

read
2.0M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook