bc

A Lady Temptation (Bahasa Indonesia)

book_age0+
1.7K
FOLLOW
18.5K
READ
drama
twisted
sweet
bxg
EXO
like
intro-logo
Blurb

Kehidupan Helena Whitney tampak sempurna.

Memiliki kedua orang tua yang menyayanginya dan kedua adik perempuan yang memujanya.

Namun, itu berhenti ketika Helena berusia 17 tahun dan mengetahui bahwa dirinya hanyalah seorang anak angkat.

Walau begitu, Helena tetap menyayangi kedua adik dan orang tuanya. Ia pun mulai berdamai dengan ayah kandungnya dan mulai berpikir untuk hidup dengannya.

Tetapi semua niatnya tidak bisa semudah itu ia lakukan ketika ayah angkatnya meninggal tanpa memiliki seorang anak laki-laki untuk menjadi pewarisnya. Gelar Earl of Griffin yang dimiliki ayahnya tentu saja harus diwariskan kepada sepupu jauhnya, Bramwell Granville.

Helena bisa saja pergi tanpa memedulikan keluarga angkatnya, tetapi ia tidak bisa dengan kondisi ibunya yang sakit-sakitan, adik tertuanya yang terancam tidak bisa melakukan debut dan adik bungsunya yang memiliki fisik lemah.

Satu-satunya jalan yang Helena pikirkan adalah agar sang Earl, bersedia menikahi Veronica. Dan dengan begitu, Helena bisa tinggal bersama ayah kandungnya tanpa perlu mencemaskan keluarga angkatnya.

chap-preview
Free preview
Chapter 01
    Helena sudah mematung untuk beberapa lama. Ia tidak merasa. Semuanya terasa kebas. Waktu seolah berhenti dengan meninggalkan perasaan sesak di dadanya. Ia bahkan sudah tidak mengingat berapa lama dirinya berdiri di sini. Menatap nanar kepada nisan makam yang menjulang di depannya.     Seandainya saja ia bisa menangis karena rasa sedih yang menyelimuti hatinya, ia pasti akan merasa lebih baik. Tapi keadaan tidak berpihak padanya jika ia melakukan hal itu. Ia adalah Helena Whitney, dan seorang Whitney tidak sepantasnya terlihat rapuh, terutama ketika kedua adiknya dan ibunya yang kini menggantungkan diri kepada dirinya.     Helena mengerjap. Benar-benar merasakan kesakitan di dalam hatinya dan hanya bisa –untuk kesekian kalinya– menatap makam itu dengan nanar. Sang ayah terlalu cepat meninggalkan dunia fana ini. Meninggalkan dirinya yang mau tidak mau, mengemban tanggung jawab atas estatnya, kedua adiknya –dan sekali lagi– ibu angkatnya.     Ya Tuhan...     Helena pikir, setelah ia berdamai dengan masa lalunya yang menyatakan bahwa ia bukanlah seorang Whitney sejati, ia akan sebebas burung. Berhak menentukkan kehidupannya. Ia bahkan telah merangkai cerita untuk hidup bersama ayah kandungnya yang baru ia temukan belakangan ini.     Dua tahun yang lalu, setelah pertemuan haru dengan Abignale Hurst, Helena telah memantapkan hati untuk hidup bersamanya. Hal itu mungkin saja terwujud jika ia tidak melihat sang ayah batuk dengan hebatnya. Saat itulah, Helena tahu bahwa sang ayah angkat, memendam sakit di dalam tubuh yang terlihat kuat itu. Ada darah dalam sapu tangan yang ia gunakan untuk membekap mulutnya.     Helena mendesak, mendorong, dan memohon kepada sang ayah agar menceritakan sakitnya. Membuat keinginan Helena –yang menginginkan kehidupan bersama sang ayah kandung– mau tidak mau kandas karenanya. Satu tahun setelahnya, sang earl baik hati yang menyayangi dirinya layaknya ia adalah putri kandungnya, akhirnya bertemu dengan sang malaikat maut.     Helena lalu merasakan remasan di jari jemarinya. Menunduk ke bawah, ia melihat tubuh ringkih Emmy yang tampak bergetar. Musim gugur sebentar lagi berakhir dan hampir memasuki musim dingin. Angin yang bertiup pun semakin dingin dan jika saja Emmy, dengan kekeraskepalaannya tidak memaksa ikut, Helena pasti tidak akan mengijinkannya mengunjungi makam sang ayah untuk yang terakhir kali di musim ini.     "Ayo kita pulang," ujar Helena pelan.     Emmy mengangguk. Dengan patuh menurut ketika Helena membawanya menuju kereta yang menunggu mereka. Melihat tubuh Emmy yang masih bergetar, ia menyelimuti Emmy, membawanya ke dalam pelukannya. Berusaha meredakan sedikit rasa dingin yang Emmy rasakan.      Ya Tuhan, bagaimana dirinya bisa begitu ceroboh dan membiarkan Emmy berada di antara rayuan angin musim gugur yang menggigit. Tetapi dalam keluarganya, satu-satunya yang bisa menakhlukan hatinya hanyalah Emmy seorang. Emily-nya yang cantik, baik, dan rapuh.      "Bagaimana perasaanmu?" bisik Helena sementara kereta meluncur menuju mansion Griffin.     Emmy tersenyum. Semakin menelusupkan dirinya ke dalam pelukan kakaknya yang hangat. "Aku sudah baik-baik saja," bisiknya pelan. Helena memejamkan matanya. Berharap bahwa di musim dingin yang akan datang, Emmy tidak lantas terkena serangan lagi. Sepanjang lima belas tahun hidupnya, nyawa Emmy telah beberapa kali hampir melayang. Keadaannya sering kali kritis saat berada di musim dingin. Dan Helena sangat membenci musim dingin yang menyebabkan Emily kesakitan.         Helena kemudian mengernyit, menyadari bahwa keadaan Emmy tidak berangsur baik bahkan setelah satu jam setelahnya, mereka sampai di mansion Griffin. Helena sudah memberikan teh hangat dan sup bagi Emmy hingga akhirnya Helena menyadari bahwa suhu tubuh Emmy berada di bawah ukuran normal.     Dengan panik, ia berlari menuju sayap kiri mansionnya. Menggedor pintu kamar Veronica yang jarang ia kunjungi.      "Ada apa?" teriaknya Vero marah. Iris biru Vero dan netra hazel milik Helena bertemu. Dengan cepat Vero dapat membaca kekhawatiran di dalamnya. Adiknya, Veronica seakan tertampar dan seperti angin, mereka berdua melesat ke kamar Emmy.     Vero kemudian memeriksa denyut nadi Emmy, menemukan denyut lemah yang mengkhawatirkan di sana.     "Sudah kubilang dia tidak boleh terlalu lelah!" desisnya penuh dengan rasa marah.     "Maafkan aku," bisik Helena. "Aku sudah memanggil Dokter Thrusbone," tambahnya.     Veronica mengerang. Berlari menuju lemari besar di kamar Emmy, mengeluarkan banyak selimut dan kemudian meminta para pelayan menghangatkannya.     "Cepatlah!" teriak Vero lagi yang membuat para pelayan berjengit kaget.     Helena lalu mengikuti pelayan, dengan tidak sabar menunggu selimut itu menghangat dan mengantarkannya ke kamar Emmy.     "Kemari," perintah Vero.        Mereka lalu membuka baju Emmy. Membebaskannya dari korset sehingga ia hanya menggunakan baju dalam. Kemudian, mereka menyelimuti Emmy.     "Buka bajumu," kembali Vero memerintah sementara ia juga melakukan hal yang sama. Ketika mereka bertiga akhirnya hanya menggunkan baju dalaman, Helena mengikuti Vero yang masuk ke dalam selimut. Memeluk Emmy dengan erat di sisi kanan sementara Vero berada di sisi kirinya.     "Kau harus bertahan, Emmy," bisik Helena pelan.     Dengan perlahan, Helena bisa merasakan rasa hangat dari tubuhnya menjalar ke tubuh Emmy. Memberikan sedikit rona merah muda di kulit Emmy yang pucat. Helena lalu melirik kepada Vero yang masih diam dan menatap kosong kepadanya. Vero tidak lagi menjadi adiknya yang manis dan memujanya. Ia menjadi dingin dan menjadi lebih dingin lagi setelah kematian sang ayah.     Beberapa saat kemudian, Vero akhirnya bangun bersamaan dengan ketukan pintu yang mengabarkan kedatangan Dokter Thrusbone.     "Aku akan kembali ke kamarku," ujar Vero dan ia memakai jubah tidur milik Emmy. Helena tidak berkata apa-apa, lebih memilih memakai kembali gaunnya tanpa memedulikan korsetnya yang jatuh di lantai dan bersiap menemui Dokter Thrusbone. Dokter Thrusbone adalah sahabat ayahnya. Seorang laki-laki berusia lima puluh tahun yang ramah dan sudah mengenal lama keluarga Whitney.     "Bagaimana keadaannya," tanya Helena ketika ia melihat sang dokter selesai memeriksa keadaan Emmy. Ia juga bercerita mengenai apa yang mereka lakukan tadi. Dokter Thrusbone menghela napas panjang, mengulas senyum tipis dan menepuk punggung tangan Helena pelan. "Kalian melakukan hal yang benar," ujarnya. "Aku akan segera mengirimkan ramuan untuk menjaga agar tubuh Emmy selalu hangat. Ramuan itu juga bisa kalian gunakan untuk menghadapi musim dingin. Sementara itu, setiap dua jam kau harus membangunkannya dan memberikan teh hangat serta sup hangat kepadanya."     Helena mencatat di dalam hati. Memerintahkan pelayan rumah tangganya menyiapkan sup dalam jumlah yang banyak.     "Tadi adalah inisiatif Vero," ujar Helena. Ia merasa wajib memberi tahu hal tersebut kepada Dokter Thrusbone. Walaupun hubungannya dengan Vero tidak baik, tetapi ia masih memiliki ingatannya bagaimana Vero mengagumi sang dokter ketika kecil dan belajar ilmu kedokteran kepadanya kemudian.     Vero tahu bahwa untuk menjadi seorang dokter ia harus bersekolah dan itu artinya meninggalkan mansion ini, dan seperti Helena, Vero merasa bahwa ia harus tetap berada di kawasan Earldom Griffin untuk saat ini.     Hal itu tentu saja menyakiti Vero. Helena tahu itu, tetapi ia juga tidak bisa berbuat apapun. Keadaan memang tidak berpihak kepada mereka.     "Hm, sampaikan kepadanya bahwa tindakannya sudah benar." Helena mengangguk patuh.     "Aku akan menemui ibumu sebelum pergi," ujar Dokter Thrusbone lagi. Ibunya memang baik-baik saja untuk saat ini.     Tetapi ia tidak boleh tertekan atau kelelahan. Kondisinya lebih kuat daripada Emmy, tetapi tetap saja bahwa usia ibunya yang sudah tua membuat Helena merasa tidak aman.     "Dan, Ellen,” tukas sang dokter lagi, “Aku bertemu dengan Earl yang baru tadi." Perkataan Dokter Thrusbone seperti petir di siang hari bagi Helena. Ya Tuhan! Bagaimana ia bisa lupa mengenai kedatangan sepupu jauhnya tersebut?     "Kau tahu, kau harus sedikit memikirkan dirimu sedikit," pesan pria tua itu lagi. "Nah, aku akan pergi sekarang," lanjut Dokter Thrusbone kemudian pergi meninggalkan Helena. Menghela napas panjang. Helena beralih ke Emmy. Membangunkannya dan menyuapinya makan seperti apa yang diperintahkan kepadanya sebelumnya.     "Bagaimana perasaanmu?"     Emmy mengulas senyum lemah. Matanya berbinar lemah, namun tetap terlihat cantik dan memesona dengan caranya sendiri. "Aku bermimpi bertemu Papa."     Hati Helena bergetar mendengarnya. Mulutnya membuka untuk kemudian menutup tanpa suara. Ia tidak ingin kehilangan lagi. Ia tahu bahwa jika sesuatu terjadi kepada Emmy, maka ia akan hancur.      "Papa berkata, dia akan marah jika aku merengek ikut dengannya," tambah Emmy. "Ellen, apakah aku membuatmu repot?"     Helena tersentak, menggeleng dengan cepat dan memeluk Emmy. "Jika kau pergi kepada Papa, aku akan sangat marah kepadamu," bisik Helena. "Kau harus bertahan, mengikuti season dan berdansa bersama pangeran," ujarnya lagi      "Apakah sangat menyenangkan?" tanya Emmy antusias. Helena mengangguk. "Kau bisa memakai gaun-gaun indah, musik yang indah menjadi latar dan para gentleman yang aku yakin, akan terpesona kepadamu."      "Tapi aku tidak secantik dirimu, Ellen," ujar Emmy muram. Helena menggeleng, "Aku tidak bisa menundukkan pangeran, tetapi aku yakin, kau pasti bisa melakukannya," ujar Helena lagi. Mereka lalu melanjutkan percakapan. Emmy dengan rasa penasarannya menginginkan gambaran mengenai sang pangeran yang saat ini berusia dua puluh lima tahun. Helena hanya bisa menjabarkannya, berharap bahwa sosok sang pangeran tidak banyak berubah enam tahun belakangan ini. Karena, dirinya sudah tidak lagi mengikuti pesta dansa setelah ia tahu bahwa dirinya bukanlah anak kandung dari keluarga Whitney. Tidak akan ada yang mempermasalahkannya, tentu saja. Sikap antipati dari diri Helena lah yang menyebabkan dia lalu menghindari para Ton.        Mereka lalu mengakhiri obrolannya ketika sudah saatnya bagi Emmy untuk beristirahat. Sementara Helena melenggang ke ruangan kerja ayahnya dan melihat setumpuk berkas yang menantinya.     Sejak dua tahun yang lalu memang Helena lah yang mengurus estat Griffin dan ia harap, dengan datangnya Earl of Griffin yang baru, dirinya bisa lebih memfokuskan diri untuk merawat Emmy dan ibunya. Namun dengan kedatangan Earl yang baru, ia juga khawatir atas keberlangsungan kehidupan keluarga angkatnya. Bisa saja sang Earl akan mengusir mereka. Sementara waktu musim dingin adalah yang terburuk untuk berpindah ke estat kecil yang mereka miliki di Avebury.     Helena sudah memikirkan segalanya. Kemungkinan bahwa Vero tidak akan bisa memulai debutnya bahkan melukai Helena. Karena itulah, ia hanya bisa berharap bahwa Vero, bisa menjerat sang Earl. Dengan begitu pula, kehidupan mereka akan terjamin.     Helena tersenyum kecut. Diskusi mereka mengenai menikahi sang earl jelas membuat Vero berkali-kali lipat membencinya. Namun pada akhirnya, Vero hanya diam dan memilih mengurung diri di kamarnya.     Helena lalu tersentak ketika mendengar suara ketukan dari pintu ruang kerjanya. Ia sudah memberitahu kepada para pelayan untuk tidak mengganggunya. Helena akhirnya mengabaikan ketukan itu dan yang membuatnya semakin marah, ketika ia melihat pintu ganda itu terbuka sebelum ia mempersilakan –siapa pun itu– untuk masuk.     Cahaya temaram dari penerangan di lorong tidak terlalu membantu Helena sehingga ia hanya bisa melihat siluet badan yang tinggi dan ramping.     "Apakah kau terlalu sibuk untuk menyapa sepupumu, My Lady?" desis sebuah suara berat dan dalam.     Helena mengernyit. Membiarkan sosok tinggi itu mendekatinya dan membuatnya semakin jelas bagi Helena.     "Bagaimana kabarmu, Sepupu?" ujar sosok itu lagi dengan membungkukkan badannya. Ajaibnya, gerakannya terlihat luwes seolah dirinya diciptakan untuk menunduk di depan Helena. Ketika sosok itu mengangkat wajahnya, Helena melihat senyum simpul yang penuh dengan manipulasi dan kesombongan. Detik itu juga, Helena tahu bahwa ia tidak akan menyukai sepupu jauhnya tersebut.   ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

MANTAN TERINDAH

read
6.9K
bc

CUTE PUMPKIN & THE BADBOY ( INDONESIA )

read
112.3K
bc

Beautiful Madness (Indonesia)

read
221.3K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.1K
bc

Romantic Ghost

read
162.3K
bc

ARETA (Squel HBD 21 Years of Age and Overs)

read
58.2K
bc

Bridesmaid on Duty

read
162.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook