bc

RECEPTIONIST GIRL

book_age18+
9.6K
FOLLOW
94.3K
READ
contract marriage
sweet
office/work place
like
intro-logo
Blurb

Setelah gagal dengan cinta pertamanya, Juan Ivander Collins mencoba menjalin hubungan dengan wanita lain. Sikap arogannya pada pasangan membuat ia sering ditinggalkan. Belum lagi, Ivan sering membandingkan wanita yang menjadi kekasihnya dengan cinta pertamanya. Padahal jika di kantor, Ivan sosok yang ramah dan bijaksana.

Jihan Mentari harus membayar mahal atas jasa sang Tante dalam membesarkannya selama ini. Dengan merelakan kekasih hatinya yang bernama Arga, untuk Elina sepupunya.

Sayang, Jihan salah memilih Ivan untuk melancarkan perannya.

Hingga Jihan dan Ivan berada dalam posisi yang sama sekali mereka tak pernah inginkan.

chap-preview
Free preview
PART 1 - MALAM ROMANTIS.
Senja baru beranjak ketika seorang gadis berparas ayu dan manis tengah membuka ponsel di dalam sebuah kamar. Ia bahkan masih berselimut handuk setelah keluar dari kamar mandi. Jemarinya membuka chat yang baru muncul. Aku jemput setengah jam lagi ya. Senyum mengulum di bibirnya yang tipis. Membayangkan makan malam romantis bersama sang kekasih. Jihan Mentari, seorang gadis berusia dua puluh dua tahun. Sedang merasakan masa-masa jatuh cinta pada lelaki bernama Arga Husein. Jihan lekas membalas chat dengan cepat. Oke, aku bersiap-siap. Ponsel ia letakkan di atas meja rias. Beranjak ke lemari untuk memilih baju yang pantas ia kenakan malam ini. Gerakannya terhenti ketika mendengar pintu di ketuk. “Masuk,” teriaknya. Ketika pintu terbuka dan menampilkan wajah yang ia kenal, senyum Jihan mengembang. “Mbak Elin? Masuk mbak.” Sepupu satu-satunya tersenyum saat memasuki kamar. “Kamu mau pergi?” Elina melihat jejeran baju yang sengaja Jihan taruh di atas ranjang. “Hmm, menurut Mbak, aku bagus pakai baju yang mana ya?” Jihan menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. “Memangnya mau acara kemana?” Dengan malu-malu dan menunduk Jihan berkata. “Mas Arga mau ajak aku dinner Mbak.” Jihan menyelipkan sedikit rambutnya ke belakang telinga. “Oh.” Elina menjawab singkat sambil berusaha meredam rasa tak nyaman di dalam hati. “Dinner ke mana?” Jihan mengangkat wajah polosnya. “Belum tahu sih. Kata Mas Arga, rahasia.” “Oh.” Kembali hanya itu yang keluar dari mulut Elina. Elina mengenal Arga, sahabat sejak jaman SMA nya. Tapi siapa sangka Arga justru menyukai sepupunya, Jihan. Elina salah menilai sikap Arga. Ia mengira Arga menyukai Jihan, karena lelaki itu tidak memiliki adik, dan Elina juga salah menaruh rasa pada Arga. Ia cukup menyimpan dalam diam rasa cintanya pada Arga. Ditambah Arga dengan bijak meminta izin pada Elina ketika ia akan mendekati Jihan. Andai saat itu Elina punya penyakit jantung, mungkin ia akan mati mendadak mendengar curahan hati lelaki yang menjadi cinta pertamanya. “Aku menyukai Jihan. Gak apa kan kalau aku dekat dan berharap Jihan menjadi teman hidupku?” Elina sadar, ia sudah lama kehilangan Arga, jauh sebelum lelaki itu berterus terang tentang perasaannya terhadap Jihan. Elina saja yang selama ini salah menilai. “Bagaimana kalau aku pake baju yang ini Mbak?” Tanpa Elina sadari, Jihan sudah mengenakan gaun selutut berwarna cream dengan lengan pendek dan berbahan dasar brukat. Jihan biarkan rambutnya yang melewati bahu terurai dengan menyematkan bando di atas kepala. Sungguh terlihat manis sekali. “Aku cantik gak Mbak?” Pertanyaan Jihan sederhana, tapi tidak untuk hati Elina. Jihan memang cantik, pantas Arga jatuh cinta padanya. “Mbak, aku cantik gak? Kok aku gak pede ya?” Kembali Jihan bertanya, ketika dilihatnya Elina terdiam. “Cantik kok. Kamu cantik banget.” Elina memasang senyum tulus. Sungguh berbeda dengan suasana hatinya kini. Tidak, Elina menyayangi Jihan. Ia sudah rela melepas cintanya pada Arga. Ia bahagia melihat Jihan bahagia. Sudah sepantasnya Jihan bahagia. Gadis ini sudah banyak menderita. Semenjak ditinggal pergi ibunya dulu. Jihan sebenarnya anak yang pintar. Sayang kedua orang tua Elina tidak memiliki uang, ketika Jihan meminta melanjutkan sekolah setelah SMA. Jadilah Jihan bekerja sebagai seorang receptionist hingga kini, di saat Elina bahkan sudah bisa memiliki gelar sarjana. Bunyi ponsel terdengar. “Ck, gimana sih Mas Arga. Katanya setengah jam lagi. Kok tahu-tahu sudah di depan.” Jihan memperlihat kan nama pemanggil yang terlihat di ponselnya. “Oh, Arga sudah datang? Lekas kalau gitu. Gak enak kalau dia menunggu.” Jihan segera meraih tas tangannya. Mengekor Elina yang sudah terlebih dahulu ke ruang tamu. Jihan tersenyum pada Arga yang duduk bersama Om dan Tante di ruang tamu. “Mas,” sapa Jihan tersenyum kikuk pada Arga yang menatapnya dengan penuh cinta. “Arga, jangan pulang malam-malam ya.” Elina mengulas senyum pada sahabatnya. “Memangnya kalian mau kemana?” Kini yang bertanya Tante Ranti dengan wajah yang pura-pura tersenyum. Padahal hatinya dongkol setengah mati. “Cuma mau makan malam Tante,” jawab Arga. “Baiklah, hati-hati dijalan. Ingat jangan ngebut dan jangan pulang malam.” Yudis mengingatkan lelaki yang akan membawa pergi keponakan satu-satunya. “Kami permisi, Om. Tante.” Arga bangkit dan beranjak pergi bersama Jihan. “Pergi-pergi mulu! Ketahuan di rumah banyak kerjaan!” Gerutuan dari Ranti terdengar. “Nanti biar aku yang bereskan Ma.” Ranti mendelik ketika mendengar ucapan Elena. “Kamu ya, selalu saja membela anak itu. Sama seperti papamu. Semakin dibela semakin dimanja, semakin kurang ajar!” Seolah tak puas, Ranti bangkit menuju kamarnya. Ia masuk dan menutup pintu kamar dengan kencang sekali. ** Sementara itu di sebuah gedung pencakar langit. Seorang lelaki dengan tubuh tinggi besar dan berperawakan campuran, juga memiliki mata hitam kebiru-biruan tengah memandang lawan bicaranya, di tengah-tengah suasana meeting. “No,no. Saya gak setuju kalau margin di up hingga dua puluh persen.” Lelaki yang tidak lain adalah Juan Ivander Collins sedang berusaha menego dengan salah satu manager dibagian marketing. “Naikkan saja sepuluh persen,” putusnya. “Tapi pak, ini salah satu trik supaya kita menaikkan omset. Perusahaan lain kesulitan impor mesin-mesin dari luar, hanya perusahaan kita yang bisa. Ini satu-satunya kesempatan untuk kita ....” “Mencekik customer yang sudah lama menjalin hubungan dengan kita begitu?” Geram rasanya Ivan dengan karyawannya yang satu ini. Margin memang penting untuk kelangsungan perusahaan, tapi tidak dengan membuat susah perusahaan kecil yang sudah menjalin kerja sama dengan perusahaan mereka selama ini. Ivan bangkit dan menumpukan kedua telapak tangan ke atas meja. Menatap manajernya. “Dengar Santoso. Saya tahu sekarang sedang susah meng-impor barang dari luar. Tapi tidak juga dengan mencekik customer.” “Tapi pak,” “Cukup!” Suara Ivan menggema. Mengejutkan semua meeting yang hadir. “Saya suda putuskan, naikkan saja sepuluh persen. Gak ada tapi-tapian.” Belum juga ia berbicara lagi, ponselnya berbunyi. Ivan berdecak. Siapa juga yang mengganggunya sekarang! Awas jika tidak penting! Walau begitu, ia tetap meraih ponsel tersebut. Cecil? Wanita yang baru saja menelponnya adalah sahabat kekasihnya. Ada apa dia mengganggu meetingku? Seperti kurang kerjaan saja! Baru saja Ivan ingin meletakkan ponselnya, ketika masuk gambar yang membuatnya berang. Lihatlah, kekasihmu sedang selingkuh! Tampak gambar seorang wanita sedang makan malam dengan seorang lelaki dengan suasana romantis. Brengsekk!! Ivan segera bergerak ke arah pintu. “Pak, bagaimana meetingnya?” Santoso berteriak. Dengan menahan geram, Ivan berbalik. “Tunda hingga waktu yang aku tentukan.” Lalu dengan menahan emosi, lelaki itu berjalan cepat ke arah parkiran. Tidak mengindahkan sapaan dari para karyawannya. Yang Ivan inginkan saat ini bukan membalas sapa siapapun yang tersenyum ke arahnya, ia justru ingin sekali menghajar lelaki yang telah lancang membawa kekasihnya tanpa permisi. Seorang supir bergerak cepat membuka pintu mobil untuk majikannya yang terlihat geram menahan emosi. “Ke restoran Bistro Baron. Cepat pak!” titah Ivan dengan menahan amarah. Baru kali ini rasanya ia sungguh emosi pada Gladys. Bagaimana bisa kekasihnya mendua. Ia pikir kekasihnya bercanda ketika minta rehat dalam hubungan mereka. Demi Tuhan, rehat dalam arti kata intropeksi diri karena kerap berbeda pendapat. Tapi bukan juga selingkuh seperti ini. Siallll!!! Ivan mengepalkan tangannya. Ia tidak akan biarkan gadis itu mempermainkan dirinya, setelah selama ini ia selalu mengikuti semua kemauan gadis itu. ** “Restoran Bistro Baron?” Jihan tak percaya Arga akan membawanya kemari. Arga tersenyum melihat aura tak percaya yang terlihat di wajah Jihan. “Kamu suka?” Wajah Jihan malam ini cantik sekali di mata Arga. Gadis ini sudah membuatnya jatuh cinta sejak ia mengenal Jihan saat masih SMP dulu. Beruntung gadis ini tidak pernah sekalipun dekat dengan lelaki lain, jadi saat Arga menyatakan perasaannya Jihan langsung menerima. Dan malam ini Arga akan melamarnya di tempat ini. “Kamu mau pesan apa?” Arga memandang penuh cinta pada kekasihnya. Kening Jihan melipat. “Samain aja sama kamu, aku gak ngerti tulisannya, nanti malah pesan yang gak enak repot lagi.” Melihat harga menunya saja, Jihan sudah pusing. Semua mahal sekali. Kenapa sih Arga tumbenan amat ngajak ke restoran mewah gini. Pasti mahal deh makanan di sini. Tapi, suasananya romantis banget. Kayak gini kali ya dinner kayak artis-artis di tivi. Pandangan Jihan menjelajah sekitar area restoran. Tak memperhatikan lelaki di depannya yang merogoh kantung celana dan mengeluarkan sebuah kotak berwarna merah, yang sudah lelaki itu siapkan sejak di rumah tadi. Yah, Arga berniat melamar kekasihnya malam ini. Semacam sebuah kejutan. “Jihan,” sapanya pelan. Tatapan Jihan awalnya mengarah pada sepasang kekasih yang berlainan meja. Yang wanita cantik sekali, dengan gaun merah menyala dan terlihat anggun. Juga pasangannya terlihat tampan. Ia merasa rendah diri, dengan penampilannya malam ini. Ia mencoba mengingat-ingat. Perasaan kenal wajah sang wanita, tapi ia lupa dimana pernah melihatnya. Mendengar sapaan di depannya, wajah Jihan tertoleh. Dahinya mengernyit melihat apa yang kini ada di hadapannya. Arga tengah membuka kotak perhiasan berbentuk hati, dan berisi sebuah cincin. “Will you merry me?” Jihan serasa tak percaya dengan apa yang terpampang di depannya. Matanya berkaca demi melihat kesungguhan Arga. Lelaki tampan yang sangat ia cintai, dan juga mencintainya. Tentu bahagia jika akhirnya ia dan Arga serius ke arah yang lebih sakral. Hingga, saat Jihan ingin membuka suara, terdengar bentakan dibelakang tubuhnya. “Brengsekkk!!!!”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
186.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.1K
bc

My Secret Little Wife

read
84.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook