bc

Dilema Istri Pengganti

book_age16+
8.8K
FOLLOW
94.9K
READ
alpha
family
friends to lovers
dominant
goodgirl
CEO
drama
sweet
bxg
city
like
intro-logo
Blurb

Ketulusan cinta Aksa Pradipta—25 tahun, diuji oleh calon istrinya sendiri. Tepat sehari sebelum resepsi pernikahan, Diva Arnetta—23 tahun, pergi meninggalkannya ke Amerika karena ingin meraih impiannya menjadi artis go internasional. Dari sana, masalah mulai bermunculan.

Ketika sang ibu—Nayla, terkena serangan jantung akibat batalnya pernikahan. Aksa diminta menikahi adik angkatnya sendiri sebagai istri pengganti pengantin wanita yang pergi. Dia adalah Emily Walther—20 tahun. Gadis keturunan Jerman asli yang diadopsi keluarga Pradipta sejak usia 9 tahun.

Karena ingin membalas budi kebaikan keluarga Pradipta, Emily menerima permintaan ibu angkatnya untuk menikah dengan Aksa. Sementara Aksa menerima permintaan itu karena tidak ingin membuat ibunya terluka lagi.

Belasan tahun tinggal bersama sebelum pernikahan itu terjadi, Emily sangat mengenal sifat Aksa luar dalam. Pria itu tidak pernah menyukai kehadirannya, bahkan ketika diangkat anak oleh keluarganya.

Selama 1 tahun pernikahan Aksa dan Emily. Tidak pernah sekali pun Aksa mengakui bahwa Emily adalah istrinya. Bahkan tidak jarang pria itu membawa wanita lain masuk rumah dalam keadaan mabuk. Aksa seakan melampiaskan semua kebenciannya yang tidak tersampaikan untuk Diva kepada Emily.

chap-preview
Free preview
Tidak Ada Cinta
“Saya ngasih kamu keringanan dalam urusan kerjaan rumah, jatah bulanan kamu juga besar, hidup kamu sekarang udah enak. Jadi, jangan salahin saya, dong, kalau misalnya saya pengen minta keuntungan juga. Saya ini pria, mana mungkin bisa hamil. Saya nerima kamu karena risi dengerin omongan mama soal cucu. Setelah anak itu lahir, silakan kamu pergi dari kehidupan saya,” ujar Aksa seraya menyeruput secangkir kopi s**u hangat dengan santai. Dia seakan tidak peduli bagaimana reaksi Emily mendengar kalimat pedasnya. Sikap tenang yang diambil Aksa ketika membicarakan kekuasaan dirinya di rumah, selalu berhasil membungkam mulut Emily dalam sesaat. “Kau harusnya punya catatan dalam otakmu itu. Saya gak mungkin mau nikah sama kamu.” “Aku inget, Sa! Tapi, walau kamu bilang gak cinta dan membenci keberadaanku, tolonglah kamu hargai aku di rumah ini. Jangan seenaknya bawa perempuan pinggir jalan masuk rumah dan berbuat semaumu! Coba bilang aku harus ngapain? Aku bukan istri yang sekedar buat pajangan yang gak punya hati!” protes Emily terhadap Aksa. Tanpa bisa tertahan emosinya meluap setiap kali dia mencoba bertahan. Ingatan ketika dirinya merasa menjadi wanita yang dibeli seperti barang bekas di rumahnya selalu menusuk tajam. Jika bukan karena hutang budi terhadap keluarga Ulrich Walther, dia juga tidak ingin berada dalam posisi ini. Satu tahun sudah dia menjalani rumah tangga dengan Aksa Pradipta, pria berusia dua puluh lima tahun yang telah sukses di usia muda. Bisnis dari keturunan Ulrich Walther dalam bidang teknik dan elektronika menjadi keuntungan sekaligus jurang bagi Emily. Satu sisi, Emily bisa bernapas lega karena bisa membalas kebaikan Tuan Karl Ulrich Walther yang telah berbaik hati mengadopsinya dari panti asuhan di Jerman dua puluh tahun lalu. Namun, di sisi lain. Perlakuan cucunya yang bernama Aksa terlalu menyakitkan seperti pisau. Setiap hari Emily disuguhkan pemandangan mengerikan. Aksa selalu saja membawa perempuan dari kelab malam ke salah satu kamar rumah mereka. Sungguh, ingin sekali Emily bersikap tegas. Memaki pria itu dengan semua amarahnya atau menuntut perpisahan di antara mereka. Namun, itu hanya akan berakhir sia-sia. Aksa begitu pandai berperan seperti pangeran berkuda putih atau sejenis malaikat tanpa sayap. Dia bersikap manis di depan ayah dan ibu kandungnya seolah rumah tangga mereka baik-baik saja. Emily tidak bisa menolak ketika perlakuan spesial dari mertuanya yang ingin menimang cucu dalam waktu dekat. “Hati? Udah saya peringati dari awal, ‘kan? Jangan pernah bawa perasaan di hubungan kita. Kalau kamu udah terlanjur bawa perasaan gak berguna itu, jangan minta tanggung jawab ke saya. Karena saya gak akan peduli,” jawab Aksa. Pria itu beranjak dari kursinya dan meraih gawai beserta kunci mobil di atas meja. “Satu lagi,” kata Aksa. “Orang miskin juga tau, sofa itu tempat duduk. Bukan buat tidur. Kecuali kamu emang mau numbalin badan ke nyamuk tidur di sana semaleman!” Emily meraih bantal dari sofa di dekatnya dan melempar itu ke arah Aksa dengan kesal. Namun, lemparannya gagal karena Aksa sudah lebih dulu ke luar rumah. “Si Kurang Ajar itu ... ah!” Emily memaki tak berguna. Dia merasa bagai orang bodoh yang dimanfaatkan seenaknya oleh Aksa. Aksa sengaja menelepon tengah malam buta agar membukakan pintu untuknya pulang. Namun, setelah Emily menunggu selama satu jam. Aksa tidak kunjung memunculkan batang hidungnya hingga dia tertidur di sofa. Tampaknya, Emily memang harus bertindak. Supaya Aksa tidak mempermainkannya lagi seperti semalam. *** Langkah cepat Emily menyusuri jalanan Berger Strabe, jalanan terpanjang di Frankfurt, Jerman. Tempat cocok baginya untuk mencari ketenangan dengan membeli makanan dan buku-buku bekas yang biasa dia baca. Namun, hari ini ketenangan itu tidak dia dapat. Emily kesal, pikirannya seolah terkuras habis setelah Ayesha sahabatnya, memberitahu bahwa dia melihat Aksa tengah bersama seorang gadis di MyZeil, sebuah tempat perbelanjaan yang cukup ternama di Jerman. Pria itu seolah tiada henti menguji kesabaran Emily dengan perilaku mengesalkannya. Emily sadar, dia pasti tetap dipandang rendah oleh Aksa. Bagi pria itu, seorang Emily Walther adalah anak jalanan yang tidak pantas menyandang nama keluarga Walther. Bahkan sejak Tuan Karl meninggal sepuluh tahun lalu, Emily kecil yang tinggal di Jerman, kemudian diboyong ke Indonesia oleh orang tua kandung Aksa. Emily merasa hidupnya didorong langsung ke dasar jurang setelah bertemu Aksa. Walau orang tua angkat Emily begitu baik. Namun, perlakuan Aksa berbeda. Aksa selalu membencinya setiap saat, tetap menganggap Emily sebagai orang asing di keluarga mereka. Hingga usia sembilan belas tahun, Emily terpaksa menikah dengan Aksa karena calon mempelai pria itu tidak datang sehari sebelum pernikahan. Aksa yang merasa dikhianati, menjadi sosok dingin terhadap wanita. Parahnya, Emily yang menjadi pelampiasan pria itu. “Aku gak boleh diem aja. Ini semua buat mama yang udah ngasih kepercayaan ke aku. Kalau aku dan Aksa berpisah, gimana sama mama nantinya?” Emily membulatkan tekad. Dia tidak mungkin lupa janjinya kepada Nayla---ibu angkat sekaligus mertuanya di Jakarta. Bahwa dia akan mengubah Aksa menjadi sosok Aksa yang dulu. Ketika sampai di area depan MyZeil. Langkah lebar Emily memburu sebuah mobil dengan plat nomor yang familier baginya. Dia memasang badan di hadapan mobil tersebut sebelum pergi dari sana. “Stop!” Napas Emily terengah-engah. Peluh telah membasahi kaos putih miliknya karena berlarian sejak tadi. Aksa pun tampak keluar dari dalam mobil bersama wanitanya. “Kenapa kamu ada di sini? Ngebuntutin saya?” tanya Aksa bernada sinis. “Kenapa? Harusnya pertanyaan itu buat kamu, Sa. Nyadar gak sih, sama apa yang kamu lakuin selama ini? Kamu gak mikirin gimana perasaan mama kalau liat anaknya begini?” Emily mengembalikan pertanyaan Aksa lebih tajam. “Mau ngadu ke mama soal ini? Silakan! Kamu tau sendiri risikonya apa,” jawab Aksa tenang. “Kenapa dia terlihat marah? Apa dia istrimu?” tanya gadis cantik berambut kecokelatan di samping Aksa sebelum Emily menjawab. “Bukan. Dia hanyalah orang lain yang menumpang di rumahku.” Emily spontan melayangkan tamparan keras di pipi Aksa mendengar kalimat itu. Orang lain?’ Air mata Emily mulai menumpuk, pecah sesaat kemudian saat dia merasa tidak sanggup menahan emosi. “Kenapa, Sa? Apa segitu besar rasa benci dalam diri kamu buat aku? Selama sepuluh tahun nerima penolakan kamu. Itu karena aku sadar diri! Aku cuma anak buangan yang dipungut sama kakek. Tapi sekarang kenyataannya beda, Sa! Kita berdua udah nikah!” tegas Emily. Berkali-kali dia menyeka basah air mata di pipi, berharap air itu akan menyusut. Namun, pada akhirnya tidak bisa. Emily terisak di hadapan Aksa dan gadis itu. Membiarkan semua mata tertuju padanya tanpa ada malu. Dia terlanjur menumpahkan semuanya, bahwa sekuat apa pun wanita. Mereka adalah makhluk yang paling rapuh. “Buat saya itu enggak ada bedanya. Kamu tetaplah Emily si anak jalanan. Kalau bukan karena mama, lebih baik saya gak menikah sama sekali.” Aksa menjawab datar. Emily mengambil napas sebelum bicara. “Kalau begitu. Aku bakal mewujudkan keinginan kamu, Sa. Kamu mau bebas, ‘kan? Oke! Aku bakal bilang ke mama kalau kita udah sepakat buat pisah!” kata Emily lebih tegas. “Bener kata kamu. Aku cuma anak jalanan yang gak punya orang tua. Jadi seharusnya gak ada urusan juga kalau misalnya mama jatuh sakit dan meninggal karena perceraian kita. Dia mamamu, bukan mamaku!” Emily menyeka kembali air mata terakhir yang meluncur di pipinya. Dia mengambil napas sejenak meneguhkan hati berkata demikian di depan Aksa. Tanpa menoleh lagi ke belakang, Emily berlari cepat meninggalkan MyZeil, dan mereka yang telah berani melukai hatinya sampai sedalam ini.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.7K
bc

Pengganti

read
301.7K
bc

Dependencia

read
186.2K
bc

A Piece of Pain || Indonesia

read
87.3K
bc

Hello Wife

read
1.4M
bc

My Husband My Step Brother

read
54.8K
bc

Accidentally Married

read
102.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook