bc

Bad Boy's Little Wife

book_age16+
1.5K
FOLLOW
14.3K
READ
one-night stand
love after marriage
pregnant
badboy
hollywood
drama
tragedy
comedy
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

[DEWASA] "Lo hamil?" ulangnya.

Jawabannya, gerakan kepala naik turun.

Karena sebuah insiden saat reuni, Brendon Aryaputra si cowok nakal harus meninggalkan kehidupan bebasnya dan menikahi Indira Yudayana, gadis mungil berusia 17 tahun.

Kehidupan keluarga kecil mereka dipenuhi lika-liku, terlebih mereka adalah dua insan tak saling mengenal yang dipaksakan tinggal satu atap.

Menikah muda karena terpaksa, akankah bertahan hingga usia tua?

chap-preview
Free preview
Chapter 1 - 2
CHAPTER 1                 "Kak Brendon!" panggil seorang gadis berseragam baju putih dan rok panjang abu-abu—SMA—dengan suara pelan, namun karena tak banyak bunyi-bunyian lain di sana seruannya terdengar sampai di telinga yang terpanggil.                 Pemilik nama, seorang pemuda berpakaian serba hitam dengan tas ia sampirkan ke sebelah bahu yang tengah berjalan bersama dua orang temannya menoleh. Bertemu mata dengan gadis yang menyerukan namanya, ia menatap tajam sementara lawannya menundukkan kepala.                 "Siapa, Bren? Fans lu? Bocah SMA?" tanya teman di samping kanannya tertawa pelan, menyikut tangan teman yang lain.                 "Bacot lu! Sana! Duluan ke kelas! Gue ada urusan bentaran!"                 Tanpa menunggu jawaban dari kedua orang itu, Brendon berbalik seratus delapan puluh derajat dan menghampiri siswi SMA tersebut yang belum mendongakkan kepala. Rambut hitam panjangnya yang tak terikat serta lusuh menutupi sebagian wajahnya.                 Langkah si pemuda berhenti tepat di hadapan sosok yang hanya setinggi dadanya, tatapannya semakin tajam dengan kening mengkerut. "Mau apa lu, huh? Bukannya gue udah bilang jangan temuin gue lagi setelah malam itu?"                 Si gadis bergeming cukup lama.                 "Kok lo diem? Mau lo apa, sih? Mau nganu lagi? Gue bukan tipe hiper, ya! Itu kali pertama gue! Lagian gue gak sengaja waktu itu! Udah lupain napa, sih! Udah lebih tiga minggu—"                 Menghentikan kalimatnya, mata pemuda itu melingkar sempurna.                 "Jangan bilang—" Kalimatnya menggantung lagi karena suara isak tangis terdengar dari gadis di hadapannya. Cukup keras untuk membuat mereka menjadi sorotan beberapa pasang mata yang ada di sana.                 Brendon mengambil tangan si gadis, menggenggam pergelangannya dan menariknya paksa untuk menjauhi khalayak ramai. Di lokasi sepi, taman di belakang bangunan besar itu, dengan kasar sang pemuda menghadapkannya ke arahnya.                 "Lo hamil?" Tak ada jawaban, insan lawan bicaranya masih menunduk menangis tersedu. "Jawab gue!" Wajah Brendon memanik, ia menangkup dua pipi gadis itu dan mengangkat wajahnya agar berhadapan dengannya. Mata biru yang berair serta pipi yang basah hadir di raut rasa sakitnya. "Lo hamil?" ulangnya.                 Jawabannya, gerakan kepala naik turun.                 "s**t!" Brendon melepas tangkupan tangannya, kemudian mondar-mandir beberapa kali. Gadis itu memperhatikannya bersama air muka dan isakan sedih yang tersisa.                 Berhenti, Brendon menghadap ia lagi dan memegang kedua bahunya.                 "Lo bohong!" Mata cokelatnya menatap kesal. "Mana buktinya, hah?!"                 Ia menggeleng, dari saku seragamnya ia keluarkan benda kecil seperti termometer. Di sana, garis dua bewarna merah terpampang. Testpack dengan tanda positif.                 Brendon tertawa sarkasme.                 "Lo bohong! Lo pasti sering main sama cowok lain! Itu bukan anak gue, tapi anak om-om club! Lo maunya gue tanggung jawab soalnya gue ganteng 'kan?!" Brendon meneriaki, ia mengambil testpack itu dan membuangnya asal.                 Tangisannya semakin membesar, ia bersikeras menggeleng.                 "Jujur lo sama gue!" Nada suara Brendon membentak, gadis itu makin ciut. Bahkan ia terduduk di tanah rerumputan karena kakinya tak sanggup lagi menopang tubuhnya.                 Menjatuhkan air mata serta menggeleng.                 "Gue gak mau tanggung jawab, oke? Mending, buat nahan malu, lo aborsi aja tu anak!"                 Brendon berbalik, siap melangkah pergi tetapi tangan sang siswi memeluk kakinya erat. Menahannya.                 Pria muda itu mendengkus. "Lepas terus lo pergi. Atau gue pake kekerasan!" Ia membuat opsi tanpa menoleh pada gadis yang menangis sambil merengkuh kakinya.                 Tak ada reaksi apa pun.                 Brendon berdecak, ia menoleh. "Gue bilang le—"                 Bruk!                 Gadis itu ambruk sebelum pukulan pria itu melayang, terbaring tak sadarkan diri di atas tanah berumput. Brendon memandang tercengang ke arahnya.                 "Sialan!"                 Tanpa pikir panjang, Brendon mengangkat tubuh siswi mungil itu dengan gaya bridal. Menuju mobilnya yang ada di parkiran, ia mendudukkan si gadis yang tak sadarkan diri di bangku penumpang di sampingnya. Lalu, menjalankan mobil dengan kecepatan sedang.                 Sekilas, netra cokelatnya memandang spion yang memperlihatkan wajah manis yang basah karena air mata itu sambil mengingat kejadian lampau, kali pertama mereka bertemu.         CHAPTER 2                 "Gila, gila, gila!" Teman yang baru masuk di samping Brendon di mobil, bangku penumpang, berucap menatap sepaket botol minum kaca yang ada di tengah-tengah mereka. "Ya kali lu, Bren! Bawa miras ke reuni! Dihajar Bapak BP, tar!"                 "Sans, Dallon! Lo lupa sama ruang rahasia kita, huh? Aman di sono, mah!"                 Dallon tertawa pelan, kemudian menatap serius. "Tapi lo yakin kagak bakal digrebek?"                 "Ya gak bakal, lah! Percaya, deh, sama gue!" Brendon lalu menatap kiri dan kanan seakan mencari-cari sesuatu. "Si Mike mana, nih?"                 Dallon menggedikan bahu. Namun melihat bayangan seseorang di luar ia angkat suara, "Panjang umur, tu dia orangnya!"                 "Sorry gue telat!" Pintu belakang terbuka, Mike masuk dan duduk di bangku belakang. "Lama nungguinnya?"                 "Iya, ampe kambing gue ternak tujuh turunan!" jawab Brendon asal, kemudian menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.                 Mike mengerutkan kening. "Lo punya peternakan kambing, Bren? Ngapa lo gak bilang-bilang?" Pemuda itu tertawa-tawa. "Kapan-kapan lo ajak gue ke sana, ya! Gue suka kambing, Bren! Gue juga koleksi banyak boneka kambing, yang paling gue suka boneka kambing dapet hadiah beli novel Marimar!"                 Dallon tertawa. Sementara Brendon mendengkus, pemuda itu mengambil salah satu botol dan menyerahkannya ke temannya yang ada di belakang dengan tangan kiri sementara tangan kanannya sibuk memegang setir mobil.                 "Eh, tu apa?" Mike bertanya bingung.                 "s**u kambing!" Dallon mengulum bibir menahan tawa.                 "Wah, seriusan?" Mike menyomot itu dari tangan Brendon yang kemudian keduanya mengendalikan setir kembali. Ia memperhatikan botol hitam tersebut. "Eh, seriusan ini s**u kambing? Kok mirip botol alkohol?"                 Dengan tatapan jahil, Brendon menatap Dallon yang tertawa tanpa suara.                 Mike melepas penutup botol, kemudian mencium isinya.                 "Ah, bo'ong lo, Bren! Ini mah alkohol! Baunya ama warnanya aja alkohol, bukan s**u kambing!" Kemudian, ia meminumnya seteguk. "Tuh, kan! Rasanya aja rasa alkohol!"                 "Abisin sana! Abisin!" kata Brendon sambil tertawa bersama Dallon.                 Mobil berhenti di samping bangunan besar, sebuah lapangan yang merupakan parkiran. Seorang pria tua menghampiri kendaraan roda empat itu dan Brendon membuka jendela ketika si tukang parkir berdiri di sana.                 "Pak, tolong bawain ini ke tempat biasa!" Brendon tersenyum, ia mengambil sepaket minuman keras itu dan menyerahkan ke sang pria bersama beberapa lembar lima puluh ribuan.                 "Siap, Den!" Ia pun pergi.                 Brendon dan Dallon menatap ke belakang, mereka menatap temannya yang kelihatan lemas dan tak sadar diri sementara botol kosong tergeletak di samping kakinya.                 "Mabok duluan ni anak!" Brendon geleng-geleng kepala. Ia menoleh ke Dallon. "Kita langsung ke sana aja atau mau main-main dulu di dalem?"                 "Kek gak tau gue aja lo, Bren! Ya jelas gue mau main ke dalem dulu, lah! Kali aja … ada siapa kek, cakep-cakep gitu. Adek kelas kalo bisa, mah!"                 Brendon memutar bola matanya. "Jones!" Ia membuka pintu mobil dan keluar.                 "Woi, sendirinya!" Dallon meneriaki dengan nada tak terima. "Eh, Bren, ni gimana si Mike ini?" pekiknya.                 Brendon yang cukup jauh mobil menjawab tanpa menoleh, "Udah, biarin aja!"                 "Bren, tungguin gue!" Dallon membuka pintu dan keluar mobil. Ia sedikit berlari untuk menyusul Brendon hingga kini langkah mereka bersamaan.                 Kedua pria itu menjadi pusat perhatian di kala ada di teras gedung utama yang ada banyak orang di sana, terutama para gadis, padahal gaya keduanya berantakan dan terkesan biasa saja karena memakai kaos oblong hitam serta celana jeans biasa.                 Begitupun, ketika mereka berada di dalam gedung mewah yang kebanyakan perempuan memakai gaun sementara pria memakai jas kasual.                 "Bening bat, Bren! Wuih!" Dallon di sampingnya memberitahu sambil menatap sekitaran. "Moga gelar jones gue ilang, dah! Gue ke sana, yak?"                 "Suka-suka elu!" Brendon berjalan lebih dahulu meninggalkan Dallon.                 "Ya udah." Dallon tertawa pelan dan berjalan melawan arah.                 Brendon berhenti di depan menara kue, beberapa gadis mengagumi postur tubuhnya di balik kaos oblong dengan bisik-bisik kegirangan. Pria itu baru ingin mengambil salah satu kue ketika tangan lain mendahuluinya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

SEXRETARY

read
2.1M
bc

Sekretarisku Canduku

read
6.6M
bc

I Love You Dad

read
282.8K
bc

Nafsu Sang CEO [BAHASA INDONESIA/ON GOING]

read
885.0K
bc

Guru BK Itu Suamiku (Bahasa Indonesia)

read
2.5M
bc

LAUT DALAM 21+

read
289.2K
bc

Married By Accident

read
224.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook