bc

Second Chance for Mafia Brothers

book_age18+
1.4K
FOLLOW
11.7K
READ
reincarnation/transmigration
prince
drama
bxg
brilliant
another world
superpower
rebirth/reborn
brothers
like
intro-logo
Blurb

Zhang Hongli dan Zhang Haoran dua bersaudara sekaligus mafia yang paling ditakuti di negaranya. Hongli adalah bos mafia yang dingin dan terkenal dengan kecerdasannya. Sementara Haoran berkepribadian ramah, mudah bergaul, tapi membunuh adalah hobinya. Suatu hari nasib buruk menimpa mereka, keduanya meninggal akibat ledakan mobil.

Siapa sangka dua mafia itu diberi kesempatan kedua hidup kembali di dunia yang berbeda. Mereka diperintahkan oleh Dewa untuk berbuat kebajikan tanpa menjadi penguasa di dunia itu. Di sana jiwa mereka memasuki tubuh dua pangeran yang semasa hidupnya hanya berbuat hal tercela. Nama dan wajah keduanya sama persis dengan Hongli dan Haoran.

Di sana beberapa keturunan Kaisar memiliki kekuatan elemen termasuk mereka dan sayangnya kekuatan keduanya ber-level rendah.

Selain itu, Hongli dan Haoran telah memiliki istri. Istri Hongli bernama Hu Yueer dan istri Haoran bernama Liu Niyi. Keduanya selalu terhina di istana karena dianggap buruk rupa dan cacat.

Mampukah kedua mafia bersaudara melaksanakan kebajikan di dunia tersebut?

Cover by HM Design

chap-preview
Free preview
CHAPTER 1 : AWAL MULA
Suara tembakan terdengar memenuhi sebuah gudang yang sangat luas. Kelompok mafia Naga Hitam geram karena wilayahnya diusik oleh kelompok Macan Hitam. Bos Naga Hitam, Zhang Hongli tidak segan-segan ikut turun dalam pembasmian kelompok Macan Hitam. Hongli memegang pistol berjenis Glock 20 yang memuat 15 peluru. Senjata ini termasuk mematikan karena tiap pelurunya mampu dilontarkan hingga mencapai kecepatan 1600 kaki per detik. Apalagi kemampuan akurasinya yang sangat mumpuni. Pria tampan bak dewa itu tampak santai melawan kelompok Macan Hitam. Pembawaannya yang dingin dan otaknya yang cerdas membuat Hongli sangat ditakuti oleh kelompok lainnya. Begitu juga dengan sang adik, Zhang Haoran yang menembak di bagian kepala musuh-musuhnya dengan bibir melengkung ke atas, ya pria itu tersenyum puas. Haoran, pria tampan yang terkesan ramah, namun dia mafia yang haus darah, membunuh adalah hobi baginya. Semua anggota Macan Hitam beserta ketuanya telah berhasil dimusnahkan oleh kelompok Naga Hitam. Darah berceceran di dalam gudang tersebut. Begitu pula tercium bau amis darah yang menguat. Anak buah Hongli juga ada yang gugur ataupun terluka, tapi itulah risiko pertarungan besar diantara dua kelompok mafia. Tidak berapa lama Hongli, Haoran, dan anak buah mereka meninggalkan tempat itu. "Mereka benar-benar bodoh terang-terangan ingin melawan kita." Sebuah seringai tampak di bibir Haoran, matanya fokus menatap jalan, saat ini dia sedang mengemudi. Hongli hanya diam mendengar perkataan sang adik, seperti biasa wajahnya tampak dingin. Sejujurnya ada firasat buruk menyelimuti hatinya, namun pria 35 tahun itu segera menepisnya. "Ge, ada yang diganggu preman!" seru Haoran menyadarkan Hongli dari lamunan. Hongli dan Haoran melihat seorang nenek dan gadis kecil kemungkinan cucunya dipalak oleh preman. Sepertinya keduanya sedang berjualan di pinggir jalan. Hongli dan Haoran turun dari mobil dan berjalan menuju mereka. Preman-preman yang mengganggu nenek dan gadis kecil itu menatap remeh Hongli dan Haoran. Preman itu tak tahu bahwa keduanya adalah mafia yang paling ditakuti. "Mau apa kalian?! Jangan ganggu urusan kami?!" Sebenarnya preman-preman itu sudah biasa memalak semua pedagang yang berjualan di pinggir jalan daerah tersebut. "Haoran," ucap Hongli. "Siap, Ge." Haoran yang mengerti maksud sang kakak memasang kuda-kuda untuk menghajar sekitar lima preman tersebut. Dengan pukulan dan tendangan dari Haoran mereka ambruk. Ada juga salah satu preman yang ingin menyerang Hongli, tapi Hongli menghindar dengan gesit dan menendang preman itu hingga terpental sekitar tujuh meter. Haoran membuat preman-preman itu tidak sadarkan diri. Ingin sekali Haoran membunuhnya, tapi keinginan seorang Haoran harus tertahan karena di sana banyak pedagang lain yang memperhatikan mereka. Hongli dan Haoran menatap nenek dan gadis kecil tersebut. Keduanya tak takut melihat dua mafia bersaudara. Nenek itu malah tersenyum tulus. "Terima kasih ya, Nak. Ayo sayang bilang terima kasih sama dua paman ini." "Terima kasih, Paman." Gadis kecil yang mungkin masih berusia delapan tahun itu tersenyum manis pada Hongli dan Haoran. Haoran ingin mencubit pipi gadis kecil yang diketahui bernama Meilin itu, tapi dicegah oleh Hongli mengingat tangan mereka sangat kotor setelah melakukan pembunuhan masal kelompok Macan Hitam. Tiba-tiba salah satu preman yang terkapar karena pukulan Haoran mengambil pisau dari sakunya dan bermaksud menusuk Hongli dari belakang. "Awas, Nak!" pekik sang nenek yang melihat. Tentu preman yang berharap akan menusuk Hongli hanya tinggal angan-angannya saja. Yang ada sekarang pisau itu telah terjatuh dari tangannya. Ia kembali terkapar dengan tangan kanannya diinjak oleh Hongli. "Kalau kalian masih berulah di daerah ini saya tidak akan segan-segan untuk membunuh kalian! Camkan itu!" Hongli menatap tajam pria di bawah kakinya. Tatapan yang menusuk sampai ulu hati itu menyadarkan sang preman jika yang ia lawan sekarang adalah bos mafia kelompok Naga Hitam yang sangat ditakuti di negara itu. Betapa bodohnya ia tidak menyadari sejak awal. Setelah kaki Hongli berpindah dari tangannya. Preman yang tangannya sudah patah tersebut memilih melarikan diri meninggalkan rekan-rekannya yang masih terkapar tidak sadarkan diri. "Jualan kalian saya akan beli semua. Tidak baik berjualan di sini apalagi sudah larut. Kami akan mengantar kalian pulang." Hongli berkata dengan nada datar dan dingin seperti biasa. Menurutnya tidak baik seorang nenek dan gadis kecil berjualan di tempat seperti ini. Harusnya tengah malam begini mereka beristirahat di rumah bukan berdagang di jalan. "Terima kasih, Paman." Meilin memeluk kaki Hongli. Pria dewasa itu hanya diam tidak membalas, mengusap kepala gadis kecil itu pun tidak. Bagi Hongli dirinya yang berlumur dosa tak pantas dipeluk oleh gadis kecil yang masih bersih seperti Meilin. Meilin dan sang nenek diantar sampai rumah yang memasuki gang sempit. Hongli dan Haoran menatap miris rumah nenek dan cucunya itu. Di saat orang kotor seperti mereka memiliki rumah yang bisa disebut mansion mewah. Nenek dan cucunya yang memiliki hati bersih hanya tinggal di tempat satu petak yang beralaskan tanah. "Nek, ini dariku." Haoran mengeluarkan semua uang di dompetnya. Begitu pun dengan Hongli. "Tidak perlu, Nak." "Tidak apa-apa. Ini bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan kalian dan juga bisa menjadi modal usaha." Hongli menambah dengan jam tangan mahalnya, Haoran pun mengikuti. "Kalian orang yang sangat baik. Nenek tidak bisa membalasnya, tapi Nenek akan selalu mendoakan kalian agar diberi kebahagiaan." "Meilin juga akan mendoakan dua paman tampan agar lebih bahagia dan semakin tampan." Ucapan itu terlontar dari bibir sang gadis kecil. Haoran tergelak mendengarnya. Hongli hanya diam, tapi tatapannya berubah lembut menatap Meilin dan neneknya. "Kamu ini masih kecil sudah tahu yang tampan." Sang nenek mengusap kepala cucunya. "Tentu, Nek." Meilin tersenyum semeringah lalu memeluk kaki Hongli dan Haoran bergantian. Kedua pria dewasa itu pun akhirnya berpamitan. Di dalam mobil Hongli dan Haoran mengingat nenek dan cucunya itu. "Kita dibilang orang baik sama mereka, didoakan pula." Haoran tersenyum tipis, rasanya tidak pernah ada yang mengatakan bahwa mereka orang baik. Kalau yang mendoakan mungkin dulu mendiang ibu dan bapak mereka selalu mendoakan dua bersaudara itu. Sang ibu telah meninggal ketika Hongli berusia 5 tahun dan Haoran 2 tahun. Sedangkan sang ayah meninggal dua tahun kemudian. Akhirnya keduanya diasuh oleh paman mereka yang memang terkenal di dunia bawah. Sedari kecil Hongli dan Haoran diajarkan untuk menjadi mafia, bahkan keduanya sudah mulai membunuh di usia belasan tahun. Kadang ada perasaan lelah hidup seperti ini, tapi hanya cara ini yang membuat mereka bertahan hidup sampai sekarang. "Sedikit aneh mereka tidak takut dengan kita." Hongli mulai bersuara. Dua mafia itu memang memiliki sisi baik, sering membantu orang-orang yang menurutnya lemah contohnya memberi sumbangan pada panti asuhan dan panti jompo atau menolong seperti yang dilakukan pada Meilin dan neneknya, tapi orang yang mereka bantu tetap akan takut kepada keduanya. Meilin dan neneknya sedikit berbeda, mereka melihat kekejaman keduanya kepada para preman, tapi sama sekali tidak ada ketakutan di mata mereka. Haoran mengangguk dan menyetujui ucapan sang kakak. Tidak berapa lama terdengar bunyi sesuatu di mobil mereka. Mata keduanya terbelalak. Mereka berusaha segera melompat dari dalam mobil. Namun sayang, mobil itu meledak dan terbakar sebelum mereka berhasil keluar. Tentu tubuh kedua pria itu pun ikut terbakar, tak tersisa, tak membekas, tak diketahui. Inilah akhir kehidupan dua mafia yang paling ditakuti. *** Hongli dan Haoran duduk di kursi tunggu, mereka sedang menunggu dipanggil, untuk memastikan keduanya bisa masuk Surga atau akan berakhir di Neraka. Bukankah itu sudah sangat jelas, mereka nantinya akan merasakan panasnya api Neraka. Keduanya melihat sekeliling begitu banyak orang—maksudnya arwah yang menunggu di sana semua terlihat pucat, tanpa kesadaran yang berarti. "Dage, aku merasa kita belum mati, wajah kita masih tetap glowing tidak kayak mereka yang seperti mayat hidup," bisik Haoran. Bukannya Hongli tidak menyadari hal itu, dia sangat menyadarinya jika dirinya dan sang adik tidak seperti jiwa-jiwa yang lain. "Dage!" pekik Haoran ketika melihat dua arwah yang menarik pandangannya. Haoran menunjuk dua arwah tersebut. "Jangan berisik!" seru Hongli, meski hanya dia sepertinya yang merasa terganggu dengan pekikan sang adik. Arwah yang lain tampak tak akan menoleh, sekalipun sang adik membuat kegaduhan. Hongli menatap dua arwah yang ditunjuk oleh Haoran. Dua wajah yang sangat tidak asing. "Siapa mereka? Mengapa wajahnya mirip sekali dengan kita," gumam Hongli. Kedua arwah itu memiliki wajah mirip bahkan tampak sama persis dengan Hongli dan Haoran. Yang berbeda hanya penampilannya. Mereka seperti orang zaman dulu dengan rambut panjang dan pakaian putih. Belum lagi wajah mereka pucat, amat suram. "Ayo Ge, kita tanya," ajak Haoran. Hongli memukul kepala sang adik. "Dasar bodoh! Tidak akan ada yang menjawab pertanyaan kita di sini." Haoran tahu itu, tapi tidak ada salahnya mencoba siapa tahu berhasil. "Zhang Hongli dan Zhang Haoran!" Suara panggilan itu membuat Hongli dan Haoran melangkah memasuki cahaya putih. Hongli dan Haoran menatap heran kepada kedua arwah yang berwajah mirip mereka. Mengapa keduanya mengikuti kami? Apa nama mereka juga Hongli dan Haoran? Kalau begitu siapa sebenarnya yang dipanggil? Keempat arwah itu sudah berdiri di hadapan makhluk yang bisa disebut sebagai Dewa. Beliau menduduki singgasananya. Sang Dewa menatap Hongli dan Haoran penuh selidik, tapi beliau tidak mengatakan apapun. Dewa itu beralih menatap pada kedua arwah yang memiliki wajah sama persis dengan Hongli dan Haoran. "Zhang Hongli dan Zhang Haoran!" ucap sang Dewa. "Iya kami!" Haoran menjawab sendiri sedangkan kakaknya tidak menjawab sama sekali, masih tetap dingin dan datar. Sang Dewa melirik kepada Hongli dan Haoran. "Bukan kalian, tapi mereka," balas Dewa sambil menunjuk kedua arwah berwajah pucat. "Ge, ternyata nama mereka pun sama," bisik Haoran dan seperti biasa tak ditanggapi oleh sang kakak. Hongli memilih mendengar apa saja yang dikatakan Dewa kepada dua arwah pucat berwajah suram tersebut. Sang Dewa menyebutkan kesalahan mereka yang sangat banyak. Hongli tahu sekarang bahwa kedua arwah yang mirip dia dan sang adik adalah seorang pangeran di sebuah negeri. Mereka kasar, angkuh, sering bermain wanita, meski sudah memiliki istri yang sangat setia. Tugas seorang suami yang membimbing istri tidak mereka laksanakan, yang ada keduanya malah menyengsarakan istri masing-masing. Menyiksanya dengan kekuatan elemen yang mereka miliki. Kekuatan elemen? Tanda tanya besar bagi Hongli. Kekuatan seperti apa itu. Belum lagi mereka durhaka kepada sang ibu yang sangat menyayangi keduanya dan mereka berambisi ingin merebut kekuasaan. "Sepertinya banyak sekali dosa mereka, kebaikannya hampir tidak ada," bisik Haoran mulutnya gatal jika tidak bersuara. Lelaki itu sedikit bosan di sana. Hongli mengangguk pelan, tapi jika dipikir dosa dirinya dan sang adik juga tidak kalah banyak. Dari kecil keduanya sudah membunuh orang dan sampai sekarang tak terhitung berapa banyak yang telah mereka bunuh. Belum lagi melakukan perdagangan ilegal, seperti menjual senjata api secara ilegal. Untuk barang haram seperti narkotika, kelompok Naga hitam tidak pernah terlibat. Hongli punya prinsip tidak akan memperdagangkan barang seperti itu. Dewa menyuruh kedua arwah pucat yang mirip Hongli dan Haoran untuk menuju pintu sebelah kiri. Apakah di sana adalah jalan menuju Neraka? Begitulah pikiran kedua mafia itu sekarang. Sang Dewa kembali menatap dua bersaudara di hadapannya. Dua mafia yang sangat bengis dan haus darah. Beliau kemudian berpikir sesuatu karena melihat arwah kedua mafia itu tidak seperti arwah pada biasanya. Mereka terkesan jiwa yang keluar dari tubuh pemiliknya karena koma atau tertidur. Sang Dewa yakin jika keduanya didoakan oleh jelmaan Dewi. "Kalian akan diberi kesempatan untuk hidup," ungkap sang Dewa. Hongli dan Haoran terkejut tentu dalam ekspresi yang berbeda. Hongli yang meski terkejut tetap dengan mode datar, sedangkan Haoran sangat ekspresif. "Bukankah aneh jika kami kembali hidup sedangkan raga kami sudah hangus terbakar." Hongli memberikan pendapatnya. "Kau sangat pintar anak muda. Memang kalian tidak bisa hidup lagi di dunia itu, tapi di dunia tempat tinggal dua pangeran tadi." Sang Dewa menjelaskan. "Apa keuntungan jika kami hidup di sana?" "Tentu jika kalian bisa selalu berbuat kebajikan, tanpa berambisi menjadi penguasa, Surga menanti kalian. Kalau tidak ingin juga tidak masalah, kalian bisa pergi ke pintu sebelah kiri," terang sang Dewa. Hongli dan Haoran menimbang. Bodoh jika mereka tidak mengambil kesempatan ini. Sudah pasti mereka akan terkena panasnya api Neraka. Keduanya sudah pernah merasakan terbakar karena ledakan mobil dan api Neraka tentu berkali lipat lebih panas. Namun, apa mereka bisa selalu berbuat kebajikan di dunia itu. Bagaimana jika mereka tidak berhasil dan kesempatan ini hanya memperberat timbangan dosa keduanya. "Bagaimana?" tanya sang Dewa. Hongli dan Haoran saling lirik. Dua saudara itu bahkan tahu kalau mereka punya jawaban yang sama. "Baiklah, kami bersedia," jawab keduanya bersamaan. "Semoga beruntung." Dewa tersenyum kepada mereka. Perlahan jiwa Hongli dan Haoran menghilang dari tempat itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Kembalinya Sang Legenda

read
21.7K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
8.8K
bc

Time Travel Wedding

read
5.2K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.3K
bc

Romantic Ghost

read
162.3K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.0K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook