bc

Powerful Twins (Sinta and Santi)

book_age16+
5.6K
FOLLOW
38.1K
READ
family
goodgirl
brave
sweet
bxg
superpower
special ability
love at the first sight
sisters
like
intro-logo
Blurb

#Special Ability 1

Kisah Sinta dan Santi saudara kembar yang terpisah selama 18 tahun, mempunyai kekuatan fisik melebihi batas normal. Keduanya kembali dipertemukan pada suatu kejadian yang tak terduga.

Sinta Camelia, gadis yang terkenal kasar dan hobi berkelahi. Ia sendiri dijuluki sebagai wanita iblis. Santi Canaria, gadis polos selalu ingin menolong yang lemah, tapi berakhir dianggap sebagai monster karena kekuatan fisik berlebih yang ia miliki.

Bagaimana kisah Sinta dan Santi setelah dipertemukan kembali?

Bagaimana pula kisah cinta keduanya dengan pasangan yang dijodohkan oleh kedua orang tua mereka?

Devan Dirgantara, duda anak satu, seorang dokter yang penyabar.

Raka Purnama, pengacara dingin, tapi bijaksana.

Baca juga :

‐ Special Ability 2 : Unpredictable Lover

-Special Ability 3 : My Unique Wife

Cover by Hm Design

chap-preview
Free preview
1. Kelulusan Santi
Hari ini, hari kelulusan Santi dari SMA, Santi sangat bahagia akhirnya bisa lulus dan nantinya dia akan membantu bundanya bekerja. Dia berniat tidak akan melanjutkan kuliah karena kasihan bundanya harus keluar biaya lagi untuknya melanjutkan sekolah. Takutnya sia-sia karena otaknya termasuk pas-pasan. Santi sejatinya pintar dalam memasak. Dia sangat lihai memadupadankan bumbu-bumbu dengan baik. Impiannya adalah membuka restoran, tapi ia tak tahu apakah itu bisa terwujud atau tidak. Selain ingin mendalami masakan Nusantara, Santi juga ingin mempelajari masakan luar, tapi ia juga tak tahu akan kesampaian atau tidak karena makan masakan luar saja belum pernah. “San, kamu jadi ikut 'kan ke kota, datang ke pertunangannya Bunga sambil rayain kelulusan?” tanya Dhita sahabat Santi. “Jadi. Apalagi pacarnya Bunga yang bayar semuanya. Dia nyediain bus, penginapan, dan bakal traktir kita makan di restoran. Kita cuma tinggal bawa diri," balas Santi. “Iya, enak ya Bunga punya pacar baik, perhatian, mapan, dan nggak pelit. Lah, kita punya pacar aja kagak.” “Mungkin belum waktunya aja, Dhita. Yuk kita pulang siap-siap." Sesampainya di rumah, Santi bersiap-siap, lalu meminta izin kepada sang bunda untuk bisa pergi ke kota dan menginap sehari di sana. Akhirnya Santi dan teman-temannya yang lain sampai ke sebuah losmen di kota. Kekasih Bunga—teman mereka—menyewa seluruh kamar di losmen itu untuk teman sekelas Bunga. Malamnya mereka pergi ke restoran yang sudah disediakan untuk acara pertunangan Bunga. “Itu Bunga sama Brian romantis dan serasi banget ya,” puji Dhita. “Iya semoga hubungan mereka lancar dan bisa lanjut sampai ke pelaminan,” doa Santi. “Aamiin ....” Dhita dan beberapa teman yang duduk di dekat Santi mengamini doa gadis itu. “Ada yang bilang jodoh itu cerminan diri benar kali ya, lihat mereka yang satu cantik yang satu tampan. Kamu enak loh San karena cantik jodohmu pasti tampan. Lah, aku biasa aja jodohnya pasti juga biasa aja,” ucap Dhita. “Aku juga biasa aja, malah kamu lebih cantik. Lagi pula maksud cerminan diri itu kalau kitanya baik, kita bakal dikasih jodoh yang baik juga begitu sebaliknya,” balas Santi. “Oh, tapi benar loh San, kamu tuh cantik sebelas dua belas sama Bunga, coba aja kamu mau dandan sedikit pasti udah banyak yang ngantri.” Santi hanya bisa tertawa mendengar ucapan sahabatnya itu, tampilan Santi memang selalu dianggap kuno oleh teman-temannya. Di desanya sudah jarang anak-anak gadis yang berpenampilan kuno sepertinya karena desa tempat tinggal mereka termasuk desa yang maju, peralatan di sana juga sudah canggih. Sekarang saja dia memakai baju terusan sampai betis model lama yang sedikit memudar. Untunglah rambutnya digerai biasanya Santi sering menguncir dua rambutnya, sedangkan teman yang lain untuk acara ini memilih membeli baju baru. Bukannya gadis itu tidak punya uang untuk membeli baju baru, tapi ia memilih untuk menabungkan uangnya karena impian yang besar yaitu membuka restoran. Acara makan-makan pun dimulai. Restoran ini memang punya kerabat Brian, jadi mereka bisa leluasa makan di sini karena sudah di sewa satu tempat untuk acara pertunangan Bunga dan Brian. “Enak ya, San, makanannya.” “Iya aku jadi ingin coba masak kayak gini.” “Nanti kalau kamu buat kayak gini aku cicipin ya.” “Oke.” *** “Ya ampun mereka pakai baju seksi-seksi banget!” pekik Dhita. Di seberang restoran tempat mereka sekarang berada, ternyata terdapat sebuah klub yang cukup mewah. “Sttt ... suaranya jangan keras-keras," tegur Santi, berusaha menenangkan Dhita yang tampak heboh. “Hehehe ... tapi lihat hampir semua anak cowok kelas kita pada nengok ke sana.” “Cuci mata, Dhit.” Ini bukan Santi yang menjawab, namun Anton yang duduk semeja dengan mereka berdua. “Dasar cowok!” seru Dhita lalu kembali menyantap makanannya. Santi terus menatap klub di seberang jalan karena tiba-tiba perasaannya tak tenang. Kenapa lagi ini? Bukan sekali dua kali Santi merasakan perasaan tidak tenang seperti ini. Sejak kecil dia sudah sering mengalaminya. Seperti akan ada hal buruk yang terjadi, tapi berakhir tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Dhita dan Anton heran melihat Santi yang terus memandang klub itu. “San, kamu pengen pergi ke klub?” tanya Anton. "Aaauuu!" Anton meringis karena tangannya dicubit oleh Dhita. “Dasar bodoh! Kira-kira dong nggak mungkin cewek kayak Santi mau ke klub.” “Ya kali aja. Dia lihat klub gitu banget.” Dhita hanya bisa menggeleng mendengar jawaban Anton. Dia melihat Santi yang sedang melamun, tampak cemas dan sorot matanya mengarah ke klub itu lagi. “Kamu nggak apa-apa, San?” Pertanyaan Dhita membuyarkan lamunan Santi. “Eh, nggak apa-apa kok, Dhit. Cuman rasanya nggak tenang aja.” “Kamu suka kayak gitu dari dulu, tapi habis itu nggak terjadi apa-apa sama kamu, kan?” Dhita dan Santi memang bersahabat sejak lama, jadi Dhita sedikit banyak tahu tentang kebiasaan Santi. “Kamu benar.” “Ya sudah tenang aja nggak usah dipikirin mending lanjut makannya,” bujuk Dhita. “Iya juga, makasih ya Dhit udah mau nenangin aku.” “Yaelah kayak sama siapa aja.” *** Hari sudah hampir jam sebelas malam Santi dan teman-temannya bergegas menuju bus yang sudah disediakan untuk kembali ke losmen. Saat berjalan pun Santi masih tetap memperhatikan klub yang terletak di seberang jalan. Perasaan tidak tenang semakin bertambah. "Kenapa perasaanku cemas? Apa aku tunggu di sini dulu, tidak usah balik ke losmen. Nanti aku balik naik taksi saja, aku juga bawa uang," batin Santi. Santi sudah duduk di dalam bus, tapi bus itu belum berangkat karena masih menunggu yang lain untuk masuk. “Dhita, Anton, aku nggak ikut ke losmen sekarang. Aku mau ke tempat saudara dulu dekat sini,” bohong Santi. “Astaga, San. Memang kamu punya saudara di sini? Lagi pula ini tuh udah hampir jam sebelas malam, nggak baik jalan sendiri." Anton berusaha menasihati Santi. “Iya, San. Kamu sebenarnya mau ngapain sih pakai nggak ikut balik segala, bahaya tahu.” Sebenarnya Dhita kurang yakin apakah benar Santi punya saudara di dekat sana. “Aku bisa jaga diri, dekat banget dari sini rumahnya.” “Ya udah kita ikut,” ujar Dhita dan Anton bersamaan. “Jangan, habisnya aku belum izin sama saudaraku dan bilang bakalan bawa teman. Aku pasti baik-baik saja, jadi tidak perlu cemas. Aku pergi ya, nanti aku kabari,” balas Santi sambil berlalu tidak lupa dia juga meminta izin pada sopir bus. “Benaran nih kita nggak usah ikutin dia?” tanya Anton. “Lagi pula sebenarnya dia pasti bisa jaga diri. Ini mungkin privasi, makanya dia nggak mau kita ikut yang penting nanti kita coba hubungi dia lagi.” Dhita yakin sekali Santi bisa menjaga dirinya karena gadis itu mengetahui rahasia Santi. Dhita tahu akan Santi yang pandai berkelahi, walau gadis itu tidak pernah belajar bela diri. Santi sebenarnya sangat kuat, tapi ia menutupinya. Anton hanya mengangguk mendengar kata-kata Dhita. *** Santi sekarang sudah berada di depan klub. Dia hanya mondar-mandir di sana, tidak tahu kenapa dia sangat ingin ke sana. Penjaga pintu di luar terus memperhatikannya apalagi pakaiannya tidak mencerminkan perempuan yang akan masuk ke klub. “Dek, mau masuk atau mau cari seseorang?” tanya seorang penjaga. “Maaf, Pak. Saya tidak mau masuk dan juga tidak mencari seseorang,” jawab Santi. Sang penjaga menghela nafas lelah. "Ya sudah kalau begitu jangan mondar-mandir di sini!” Santi menundukkan kepalanya, ia merasa kurang sopan sudah mondar-mandir di depan klub itu. Lalu ia melangkah menjauh. Namun, tiba-tiba ia tertabrak oleh beberapa orang yang keluar dari klub. “Maaf ...,” lirih Santi. Beberapa orang yang menabrak itu justru mengerutkan kening mereka. “Lo Sinta, kan? Bukannya tadi lo di dalam ya? Sekarang lo ngapain, cosplay jadi cewek polos, hem?” tanya seorang lelaki yang sepertinya juga sudah mabuk. “Gak mungkin kali cewek ini Sinta. Si Sinta itu nggak akan lolos deh dari cengkeraman nenek lampir,” balas lelaki satunya lagi yang juga mabuk. Kemudian mereka tertawa bersama dan meninggalkan Santi. Santi hanya menatap kepergian mereka dengan wajah kebingungan. “Siapa Sinta?” gumam Santi.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
49.8K
bc

Mrs. Fashionable vs Mr. Farmer

read
419.8K
bc

Mafia and Me

read
2.1M
bc

Pengantin Pengganti

read
1.4M
bc

Bukan Istri Pilihan

read
1.5M
bc

Om Tampan Mencari Cinta

read
399.2K
bc

A Secret Proposal

read
376.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook