bc

Knit Life

book_age16+
135
FOLLOW
1.0K
READ
adventure
time-travel
mate
goodgirl
princess
fairy
sweet
magical world
another world
kingdom building
like
intro-logo
Blurb

Eisha Vaiva Nafeda tak membayangkan jika penyakit tidur sambil berjalannya akan mengubah takdir hidupnya. Suatu hari dia tertidur lelap dan tanpa disadari penyakitnya muncul sehingga berjalan menembus dimensi lain yang kebetulan terbuka. Tanpa disangka Vaiva malah jatuh cinta dengan Pangeran Negeri Elf. Pintu antar dimensi akhirnya terbuka. Apakah Vaiva merelakan cintanya demi kembali ke dunia asalnya ataukah dia tetap di sana bersama sang cinta sejati?

chap-preview
Free preview
Chapter 1
Sang dewa matahari terbangun dari tidur lelapnya. Dia menjalankan tugas dengan senyum yang merekah menyinari bumi tanpa bosan. Memberi kehidupan untuk makhluk hidup yang berada di sana. "Eisha!" Pekikan nyaring seorang wanita berkacamata pink itu membuat pemilik nama tersentak. Eisha yang melamun segera mengalihkan pusat perhatian kepada guru yang tengah berdiri di depan kelas memasang ekspresi galak. Mata wanita itu melotot menatap Eisha yang sudah berkeringat dingin. "Apa yang kau perhatikan hah?" Bentaknya dengan marah. Napas Eisha seakan ditarik paksa dari paru-parunya. Seluruh temannya menutup mata karena cerobohan gadis itu yang mengundang masalah sendiri. Lidahnya seakan kelu dia tak menjawab pertanyaan dari sang guru. "Maafkan Eisha, Bu. Dia ... dia sedang ...," ucap Sava kemudian berdehem sebentar untuk membasahi tenggorokannya yang kering. " ... sakit. Ibu bisa lihat wajahnya pucat." Sava memberi isyarat melalui mata memberi tahu Eisha, agar gadis itu menjawab iya saja. "Betul itu, Eisha?" Wanita berkacamata itu melipat kedua tangan dan memberikan tatapan tajam kepada muridnya yang menunduk gugup. Eisha meragu sebelum akhirnya dia mengangguk mengiakan. "Iya, sudah kali ini Ibu maafkan, tetapi lain kali jangan diulangi lagi," jawab Ibu Ruly masih dengan ekspresi yang sama melipat kedua tangan dan memberikan tatapan tajam kepada muridnya yang menunduk gugup. "Iya, Bu," jawab Eisha pelan tanpa menatap guru itu. Gadis berambut cokelat itu mengambil secarik kertas bukunya. Dia menulis sesuatu di sana. Setelah selesai dia memberikan kepada teman sebangkunya. Sava pun membalas lewat kertas tersebut. Mata pelajaran biologi-Ibu Ruly berlangsung dengan tenang usai penjelasan dari Sava. Ibu Ruly tampaknya memaklumi Eisha yang melamun tadi. Sepuluh menit sebelum pelajaran berakhir, Ibu guru yang terkenal maching itu menulis sesuatu di papan tulis. "Anak-anak, berhubung sekolah akan mengikuti lomba uks sehat seprovinsi Banna. Maka, ibu selaku guru biologi meminta kepada kalian mencari tanaman yang sudah ibu tulis di papan tulis. Tugas ini dikerjakan secara kelompok." Wanita berbadan layaknya gitar itu membalik badan setelah selesai menulis di papan tulis putih. Wanita itu mengambil segelas air mineral yang ada di atas meja sebelum menyesapnya sampai habis tak bersisa, kemudian melanjutkan kalimatnya. "Tugas ini dikumpul paling lambat minggu depan, anggap saja ini sebagai nilai tambahan kalian." Siswa-siswi yang berada di kelas dua belas ipa dua tersebut. Mereka ingin protes, tetapi mengingat jika berdebat dengan Ibu Maching sudah dipastikan mereka akan kalah. Jadi, untuk apa berdebat bukan? Hanya helaan napas lelah yang dapat dikeluarkan. Ibu Ruly meninggalkan kelas tersebut setelah mengucapkan sampai jumpa. Tak lama kemudian bunyi bel pulang sekolah berbunyi. Anak-anak merapikan buku dan alat tulisnya. Mereka segera berhamburan ke luar kelas. *** Haden mengajak kedua sahabatnya, mampir ke restoran di pinggir jalan Eldewis. Restoran "Arthur". Salah satu restoran ternama di kota Meriah. Aroma harum menguar dari restoran Arthur. Haden meneguk ludahnya beberapa kali, perutnya sudah konser sejak tadi. Warna biru lautan mewarnai dindingnya. Genteng berwarna cokelat tua. Tiang-tiang lampu berpijar putih menghiasi halaman parkir yang hampir penuh di depan restoran. Haden memarkirkan mobil putihnya di kiri di samping mobil berwarna silver. Mereka bertiga berjalan keluar dari mobil berjalan masuk ke dalam restoran. "Selamat datang di restoran Arthur," ucap dua orang pelayan perempuan berpakaian biru-putih itu ramah di depan pintu masuk dengan nada yang ramah. "Terima kasih," balas Haden dan Sava. Sava menyapukan pandangan ke sekeliling mencari tempat duduk yang kosong. Gadis penyuka warna hitam itu menarik tangan Eisha menuju salah satu meja yang kosong, sedangkan Haden hanya mengekor dari belakang. Restoran ini ramai sekali dan interiornya juga mewah, batin Eisha. Mereka duduk di meja sudut kanan karena hanya meja itu yang kosong. Meja yang lain sudah berisi semua. "Tuan dan Nona ingin memesan apa?" Seorang pelayan laki-laki datang memberikan buku menu makanan masing-masing satu. Haden mengucapkan pesanannya pertama kali kali. "Ship chicken and ice tea." Sava masih memilih menu makanan yang ada. "Fried fish flower vegetables and mango juice," ujar Eisha melihat daftar menu makanan. "Lama sekali kau menentukan makanan." Haden berdecak kesal sambil menatap temannya itu. "Sabar, aku tinggal mencari minumannya saja," sahut Sava. Haden memutar bola matanya jengah sementara Eisha tidak menampilkan ekpresi apapun. "Egg flower and strawberry juice," sambungnya beberapa saat kemudian. Pelayan laki-laki berwajah manis itu mencatat pesanan di kertas kecil. "Hanya itu saja Tuan dan Nona?" tanyanya. "Iya, hanya itu saja." "Wait ten minutes," balas pelayan itu kemudian berjalan pergi. Tak terasa waktu sepuluh menit sudah berlalu. Makanan yang dipesan kini datang juga. "Selamat menikmati." Pelayan wanita berambut pirang meletakkan pesanan mereka di atas meja. Selesai mengerjakan tugasnya, dia berlalu pergi. Dalam waktu dua puluh menit makanan yang dipesan habis karena memang ketiganya sedang kelaparan. Mereka sekarang sedang berbincang sembari menurunkan makanan yang baru saja dimakan. "Banyak sekali tugas yang harus dikumpul minggu depan." Sava dapat menangkap nada kesal di dalamnya ketika Haden mengatakannya. "Bagaimana jika siang ini mencari tanaman yang diminta Ibu Ruly? Hitung-hitung supaya tugas kita cepat selesai. " Haden membuka buku berukuran berwarna abu-abu miliknya. Buku yang berisi tugas-tugas yang harus dikerjakan. Sava menopang dagunya tampak sedang berpikir. "Iya, benar juga katamu. Aku sudah lupa kalau banyak tugas yang belum kita selesaikan." Eisha masih sibuk dalam lamunannya. Entahlah apa yang ada di dalam pikirannya itu. Dia tidak mendengar apa yang kedua temannya katakan. Haden menyadari tingkah teman perempuannya yang tidak seperti biasanya. Karena Eisha hari ini sudah dua kali melamun. "Apa kau masih sakit?" Dia bertanya dengan nada khawatir. "Apa obat paracetamol yang kami berikan tadi tidak mempan?" Sava memeriksa kening Eisha dengan punggung tangannya. Suhu tubuhnya normal, batinnya. Gadis pelupa itu kembali menarik tangannya. "Wajahmu tidak pucat lagi, tubuhmu juga tidak panas lagi. Kenapa kau hari ini sering melamun?" tanya Sava syarat akan kecemasan sembari menatap mata Eisha. Eisha menatap balik Sava. "Tidak, aku tidak apa-apa," jawabnya lalu menarik sudut bibirnya tersenyum. "Lalu kenapa kau sering melamun?" Sambar Haden yang juga heran. "Tidak apa-apa, aku hanya mengenang saat aku kecil dulu," jawabnya sedikit berbohong. Sebenarnya saat dia melamun tadi, dia tak sengaja melihat gambaran seorang pria tampan yang terbaring di atas ranjang. Ketika dia ingin menyentuh tangan pria itu, pertanyaan dari Haden membuat lamunannya buyar. Bukan niat ingin berbohong kepada dua temannya itu, tapi dia merasa malu jika mengatakan soal itu. Takutnya malah dikira Eisha aneh. Eisha kemudian mengalihkan pembicaraan ke arah yang lain. "Siang ini kita mau mencari tanaman itu?" tebaknya secara sembarang. Haden dan Sava menjawab kompak. "Iya." "Ya sudah, ayo." Eisha menggendong tasnya begitu juga dengan Sava, sedangkan Haden membayar tagihan terlebih dahulu. "Kalian langsung masuk ke dalam mobil. Aku akan menyusul," ucap Haden sedikit berteriak karena jarak antara kasir dengan kedua gadis itu lumayan jauh. "Iya, kami tunggu di mobil," sahut Sava, kemudian menyusul Eisha yang sudah duluan berjalan masuk ke dalam mobil. Beberapa menit kemudian Haden masuk ke dalam mobil. Seperti biasa Sava dan Eisha tidak ada yang mau duduk di samping Haden, membiarkan laki-laki berusia delapan belas tahun itu duduk di depan seorang diri. "Kenapa salah satu dari kalian tidak ada yang mau duduk di depan bersamaku?" Haden menoleh ke belakang dengan nada pura-pura sedih, kemudian menyalakan mesin mobil berbelok masuk ke jalan raya. "Kau hanya laki-laki di sini. Jadi lebih baik Haden di depan sendirian," sahut Sava dengan tawa di akhir kalimatnya. "Benar, aku juga setuju," balas Eisha ikut tertawa. "Dasar kalian berdua kompak," sahut Haden. Semoga saja semuanya baik-baik saja, batin Haden berharap. Entah kenapa dia merasa akan terjadi suatu hal, tapi pikiran buruk itu segera dihapusnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
8.6K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
145.8K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
120.7K
bc

Romantic Ghost

read
161.9K
bc

Time Travel Wedding

read
5.1K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
1.9K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook