bc

Teach Me Love U

book_age4+
2.2K
FOLLOW
23.1K
READ
love after marriage
pregnant
sensitive
drama
like
intro-logo
Blurb

Lanjutan dari Just For Our Baby, Not U

Proses dimana Riana yang mulai serta kian menyadari jika ia bisa menerima perasaan dan balik mencintai suaminya, Dion Ananta, dalam pernikahan yang mereka bangun.

chap-preview
Free preview
1
Dion meninggalkan istrinya sejenak untuk membersihkan diri. Badannya terasa lengket. Dia terbiasa mandi pada malam hari. Tentu saja akan ada resiko dari kebiasaan buruknya ini dikemudian hari. Apa daya pekerjaan menuntutnya untuk tetap lembur. Meski, tidak sampai larut malam. Setelah mandi, dia memutuskan untuk mengerjakan projek web yang dipesan oleh salah satu kliennya. Menyelesaikan sebuah web memerlukan waktu dan konsentrasi yang tidak sedikit. Paling cepat empat hari. Jadi dia harus pintar-pintar membagi waktu antara pekerjaan dan menjaga istrinya yang sedang hamil. Menatap layar laptop baru satu jam lamanya sudah membuat kedua matanya perih. Maklum saja, setiap hari dia bisa berada di depan laptop dengan durasi waktu kurang lebih 10 jam. Baik di kantor maupun di rumah. Terkadang leher dan pinggangnya juga tak luput dari rasa pegal. "Aku pikir kamu masih menonton, tapi rupanya udah tidur," gumam Dion ketika mendapati istrinya tidur dengan posisi meringkuk di atas karpet. Layar televisi masih menampakkan potongan-potongan adegan demi adegan dalam drama yang Riana tonton. Segera saja Dion memencet salah satu tombol pada remote untuk mematikan layar televisi. "Sayang, ayo bangun. Kita pindah ke kamar. Jangan tidur di sini, dingin," ucap laki-laki itu lembut sembari mengguncang tubuh istrinya pelan. Namun, Riana tak memberi respon. "Ya udah kalau kamu tetap enggak mau bangun. Aku akan gendong kamu ke kamar ya, Sayang," bisik Dion di telinga wanita itu. Seketika kedua kelopak mata sang istri terbuka. "Iya-iya aku bangun sekarang," balas Riana lalu memposisikan diri duduk terlebih dahulu sebelum bangkit dan melangkah menuju ke dalam kamar. Dion menatapnya. "Aku gendong kamu aja ya. Tubuh kamu enggak berat kok." "Gak us-" ucapan Riana terpotong tatkala tubuhnya terasa melayang. Ya, Dion tetap bersikeras untuk menggendongnya menuju kamar. Wanita itu kembali menggigit bibir bawahnya. Dia gugup berada dalam gendongan Dion. Bahkan dia tidak berani menatap mata suaminya. "Kenapa? Gugup lagi?" goda Dion ketika berhasil mendaratkan tubuh sang istri di atas kasur. Dia memandang Riana intens. "Lumayan," jawab wanita itu tidak berbohong. Dion terkekeh. Entah kenapa, menurutnya Riana merupakan sosok perempuan polos. Riana juga suka mengutarakan apa yang dia rasakan secara jujur seperti saat ini misalkan. "Kenapa gugup?" senyuman hangat menghiasi wajah Dion. "Aku juga enggak tahu. Tapi, akhir-akhir ini setiap berdekatan denganmu aku merasa gugup," balas Riana apa adanya. Ya, begitulah dia. Jika sudah merasa nyaman dengan seseorang. Maka dia tidak akan ragu untuk berkata jujur. "Hahaha. Duh, kamu membuatku pengen terbang aja deh, Sayang," ucap Dion berusaha menahan gejolak rasa bahagia yang semakin bertambah di dalam hatinya. "Maksud kamu?" tanya wanita itu tidak mengerti dan paham akan maksud ucapan suaminya itu. "Enggak kok, bukan apa-apa. Oh ya, kamu udah minum s**u malam ini? Tadi aku lihat di dapur kotak s**u masih kesegel. Padahal aku belinya dua minggu yang lalu." "Hampir sebulan ini, setiap kali aku minum s**u pasti muntah-muntah. Isi perutku keluar semua. Aku jadi trauma meminumnya," ungkap Riana jujur. Di satu sisi dia harus tetap mengonsumsi s**u tersebut, mengingat kondisi bayinya yang lemah. Akan tetapi, reaksi tubuhnya menunjukkan penolakkan. "Kenapa kamu enggak bilang? Maaf ya, aku belum mampu ngejaga kamu dan anak kita dengan baik. Maafin aku, Sayang," kata Dion merasa bersalah. Riana menggeleng. "Kamu enggak salah kok. Mungkin keadaan tubuhku aja yang lagi kurang sehat," balas wanita itu sembari menyunggingkan senyum ke arah suaminya. "Tapi, badan kamu enggak panas. Gimana kalau sekarang coba minum susunya? Biar aku buatkan. Mau?" tawar Dion setelah mengecek suhu tubuh sang istri yang terasa normal, tidak panas. "Baiklah." ............ Dion segera bergegas keluar dari kamar menuju dapur guna menyeduhkan istrinya segelas s**u hangat yang diperuntukan untuk ibu hamil tersebut. Sepuluh menit kemudian dia sudah kembali ke dalam kamar dan memilih duduk tepat di sisi kanan istrinya. "Makasih," ucap Riana sambil menerima gelas yang berisi s**u cokelat dari tangan Dion. "Minumnya pelan-pelan aja. Percaya, kali ini kamu gak akan muntah Riana." Laki-laki itu memberi semangat dan menggengam tangan kiri sang istri. Riana menuruti saran Dion. Dia meminum s**u itu secara perlahan-lahan tanpa buru-buru. Alhasil, dia berhasil menghabiskan semuanya dan tidak mengalami muntah-muntah lagi seperti sebelumnya. "Tuh 'kan enggak muntah. Mungkin anak kita pengen Ayahnya agar lebih perhatian dan bisa ngejaga Ibunya yang sedang hamil dengan baik dan benar. Atau pengin ditemenin sama Ayah?" Dion menempelkan tangannya di atas perut Riana. Naluri sebagai seorang ayah semakin dirasakan Dion. Baru malam ini dia menyeduhkan s**u serta memberi semangat kepada Riana yang sedikit trauma untuk minum s**u. Dan ajaibnya, wanita itu tidak muntah seperti sebelum-sebelumnya. "Mungkin anak ini enggak pengen kamu itu kelelahan bekerja sampai malam terus." imbuh Riana. Mereka tersenyum bersama. "Iya, Sayang," balas Dion lembut. Dia seakan-akan terhipnotis dengan senyuman lebar yang terukir di wajah istrinya. Detak jantungnya pun berdetak kian cepat. "Dion, kata Dokter Shella kondisi anak kita masih lemah dan rawan keguguran. Aku takut enggak bisa menjaga diri dengan baik. Kamu tahu sendiri 'kan aku itu ceroboh." Riana mengutarakan kecemasannya. Dia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada anak mereka. Dion menarik wanita itu ke dalam pelukannya dan mendekap Riana dengan erat. Jujur dia juga merasakan hal yang sama yakni khawatir. Tapi dia tidak akan menunjukkannya di depan sang istri. Dia harus terlihat lebih kuat agar mampu memberikan semangat dan dukungan pada Riana yang tampak mulai ragu serta kehilangan kepercayaan diri untuk dapat menjaga kandungannya dengan baik. "Berdoa, Sayang. Kita hanya bisa terus berdoa kepada Tuhan supaya kita masih diberi kesempatan untuk mempertahankan dan menjaga anak ini. Aku percaya kekuatan Tuhan itu ada," ucapnya penuh keyakinan. "Aku selalu berdoa, Dion. Tapi terkadang rasa takut tetap saja aku rasakan," akui Riana. Dia menenggelamkan kepalanya di d**a Dion. "Kita akan berusaha menjaga anak ini bersama, Sayang. Jangan khawatir. Satu lagi, kalau ada beban yang menganggu pikiranmu berbagilah denganku. Kita harus saling berbagi," ujar laki-laki itu sambil membelai lembut helaian demi helaian rambut istrinya. "Kamu juga, Dion. Kamu harus belajar terbuka padaku. Aku tahu beban yang kamu pikul dan rasakan jauh lebih besar dariku," pinta Riana. Dia melepas pelukan di antara mereka lalu menatap kedua mata suaminya. "Baiklah, kalau itu maumu, Sayang," balasnya. Pandangan mereka kembali beradu. "Dion, coba nyanyikan lagu yang kemarin kamu tunjukin. Aku pengin dengar kamu nyanyi lagu itu secara langsung." Keinginan Riana tersebut muncul secara tiba-tiba. "Mood ibu hamil gampang banget berubahnya. Tadi sedih sekarang minta yang aneh-aneh," komentar Dion sedikit merasa jengah. Sementara itu, Riana hanya memasang wajah polosnya tanpa mau ambil pusing akan permintaannya. "Engak aneh kok. Aku cuma pengin kamu nyanyiin lagu itu." Sang istri bersikukuh. Dion malah tertawa. "Hahaha,ogah. Udah dibilangin kalau suara aku jelek. Nanti telinga kamu sakit gara-gara dengar suaraku yang sumbang," tolaknya secara halus. "Ayolah, Dion. Bukan aku yang minta. Tapi, anak kamu nih." Tidak biasanya Riana bersikap manja seperti ini. Mungkin semua diakibatkan oleh proses kehamilan yang sedang dia jalani. "Iya, baiklah. Tapi, kamu enggak boleh ketawa kalau nanti misalnya suaraku sumbang." Dion memilih mengalah dan menuruti permintaan aneh sang istri. Menghadapi wanita hamil memang rada-rada susah dan harus sabar-sesabarnya. "Enggak akan kok," balas Riana dengan ekspresi wajah yang antusias karena keinginannya dikabuli oleh Dion. " Aku ingin engkau slalu. Hadir dan temani aku. Disetiap langkah. Yang meyakiniku. Kau tercipta untukku. Meski waktu akan mampu. Memanggil seluruh ragaku. Ku ingin kau tau. Ku slalu milikmu. Yang mencintaimu. Sepanjang hidupku." Dion mengalunkan setiap lirik penuh penghayatan dan perasaan meski dengan suara yang pas-pasan. Melalu lirik lagu ini dia bermaksud untuk menyampaikan perasaannya pada sang Istri. Di sisi lain, Riana begitu antusias mendengarkan kata demi kata yang menyusun lirik lagu tersebut. Bibirnya tak henti mengukir senyuman lebar. Dia menikmati momen ini. "Gimana? Jelek ya?" tanya Dion meminta pendapat. Wanita itu menggeleng dengan cepat. "Enggak jelek kok. Makasih Dion. Aku menyayangimu," ucap Riana yang kini sudah melingkarkan tangan di leher sang suami. Dia memeluk laki-laki itu untuk kedua kalinya. Dion membalas dekapan tersebut. "Haha, coba ulangi lagi ucapanmu. Tadi aku belum mendengarnya dengan jelas," pinta Dion. Dia ingin sang istri mengucapkan sekali lagi kalimat yang mampu membuat degup jantungnya bertambah itu. "Aku menyayangimu, Dion. Terima kasih," ulang Riana tanpa ragu. Laki-laki itu tersenyum lebar dan mengeratkan pelukannya. "Aku menyayangi dan juga mencintaimu, Sayang," balas Dion dengan nada lembut.   

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

CEO Pengganti

read
71.2K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
75.9K
bc

Undesirable Baby (Tamat)

read
1.1M
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.0K
bc

Bridesmaid on Duty

read
162.0K
bc

BRAVE HEART (Indonesia)

read
90.9K
bc

Perfect Marriage Partner

read
809.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook