bc

My Sweet Romance

book_age18+
1.1K
FOLLOW
4.7K
READ
family
brave
heir/heiress
drama
sweet
icy
city
friendship
secrets
wife
like
intro-logo
Blurb

Kehidupan Leona yang indah berubah menjadi menyedihkan ketika sang ayah meninggalkannya seorang diri di dunia; mulai dari datangnya para penagih hutang sampai mengetahui kenyataan bahwa ayah yang selama ini menyayanginya ternyata ayah tiri. Di tengah peliknya hidup, ia bertemu dengan seorang sahabat, Irene yang mendukung selama masa persembunyiannya sebelum menghadapi para penagih hutang itu.

Namun dalam sekejap dunianya berubah ketika ia mendapati dirinya tiba-tiba berada dalam dunia yang mirip dengan sebuah novel yang selalu dibacanya. Ia tinggal di sebuah hunian mewah dan bertemu Darren Kim, seorang pria kejam yang merupakan tokoh utama. Perlahan ia menyadari bahwa dirinyalah yang menjadi pemeran utama wanita dalam novel tersebut.

chap-preview
Free preview
Bab 1 Hubungan Ayah dan Anak
Leona, perempuan berusia 23 tahun yang sedang dalam masa kuliah manajemen semester dua itu, tengah asyik berjalan seorang diri di barisan buku sebuah toko di pusat kota. Bukan buku pelajaran yang ia cari, melainkan buku novel keluaran terbaru lah yang sedari satu jam lalu ia cari. Perempuan dengan kaos dan celana kain panjang yang tampak kebesaran itu, seolah acuh dengan sekitar. Beberapa orang memandang aneh padanya, pasalnya gadis itu mengenakan pakaian dengan ukuran yang seolah menenggelamkan dirinya. Rambut hitam sebahu yang sedikit keriting itu, terlihat kasar jika di sentuh. Akhirnya novel yang ia cari ditemukan juga, diambilnya novel tersebut kemudian berjalan menuju Kasir. Setelah melakukan proses pembayaran, langkah kakinya membawa dirinya ke taman kota. Leona mengambil novel tersebut dari dalam tas jinjing, kernyitan bingung muncul di keningnya kala menemukan cover dan judul novel yang berbeda dari apa yang ia beli tadi. "Apakah aku salah mengambil novel?" gumamnya bingung sembari membolak-balikkan novel yang dipegangnya, lalu menggeleng beberapa kali. "Tidak. Tidak. Aku ingat dengan jelas dan mana mungkin aku salah ambil," ujarnya. Kembali dipandanginya novel tersebut, dari cover nya terlihat unik. Warna hitam memenuhi cover novel dengan gambar bunga mawar ditengahnya, judul Novel tersebut membuatnya kembali bingung. "My Sweet Romance," gumamnya mengikuti judul dalam Novel. Judul yang tidak sesuai dengan cover, apakah isi Novelnya tentang pembunuhan. Ah, ini membuatnya menjadi penasaran. "Menarik, aku baca saja dulu, jika tidak seru akan ku kembalikan. Lagipula kenapa tidak dalam bungkusan," putusnya. Kemudian dibukanya halaman novel tersebut satu persatu. Waktu seolah berlalu dengan cepat, rasanya baru satu jam ia duduk di bangku Taman akan tetapi, saat sebuah lampu jalan menyala tepat di bawah bangku taman, ia menyadari jika hari sudah malam. Itu berarti sudah sekitar tiga jam ia di sini, jam yang melingkar manis di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 7 malam. Sepertinya ia harus pulang sekarang jika tak ingin mendengar ayahnya mengomel, tetapi sepertinya ia terlambat. Tidak masalah baginya kali ini mendapatkan ceramah panjang yang sangat ia rindukan dari ayahnya yang akhir-akhir jarang bertemu, karena beliau terlalu sibuk dengan urusannya di Kantor. “Sudah aku kira kau akan berada di sini,” suara seorang wanita mengejutkannya disela aktivitas membereskan barang-barangnya. Ia menoleh ke belakang dan mendapati Irene, Sahabatnya, tengah menatapnya malas. “Kenapa tidak kuliah?” tanyanya membuat Leona menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Ada novel baru yang harus ku beli, sangat sayang kan, jika aku melewatkannya?” Leona bertanya balik. Irene memutar bola matanya malas. “Jika kau lebih tertarik dengan buku-buku itu, kenapa kau memilih kuliah? Kau tau 'kan, di sana itu biayanya mahal” ujar Irene dengan nada kesal. Leona memajukan bibir bawahnya, ia memutar bola matanya. “Aku juga tak pernah meminta ayah untuk kuliah, dia sendiri yang memaksaku ke sana.' Irene menghela napas, kedua tangannya memegang tiap sisi pundak Leona. “Leo, dengar. Kau beruntung karena dapat merasakan duduk di bangku kuliah. Jangan menyia-nyiakan kesempatan yang ada, mengerti?” ujar Irene serius membuat Leona mau tak mau mengangguk. “Anak baik,” Irene berujar senang dengan tangan yang kini sibuk mengusap rambut Leona, gadis itu menghindar sembari menatap Irene tak suka. “Hentikan! Aku bukan anak kecil lagi!” kesalnya. “Bagiku, kau tetap seperti Leo yang dulu ku temui. Ayahmu cerita jika kau begitu nakal ketika masih kecil, kau juga pernah menjahili temanmu hingga menangis saat masih duduk di Youchien (Taman kanak-kanak),” ucap Irene dengan nada geli. “Itu kan dulu, sudahlah, aku akan pulang!” Leona berdiri kemudian berjalan menuju halte bus diikuti Irene di sampingnya. Leona mengernyit heran saat menemukan orang-orang menatapnya aneh, ia meringkuk di balik tubuh Irene. “Kenapa mereka menatapku seperti itu? Apakah ada yang aneh dengan penampilanku?” tanyanya dengan suara berbisik. Irene menoleh ke arahnya, kemudian menelisik penampilan sahabatnya. Dia menghela napas kasar, “Besok tidak ada jam kuliah, aku akan ke rumahmu dan mengajarimu bagaimana menjadi seorang wanita normal.” Leona mengernyit tak suka mendengarnya, “Aku ini sudah normal.” “Penampilanmu yang tidak normal, mana ada seseorang yang mengenakan pakaian serba kebesaran dengan warna kuning dan oranye cerah? Itu sama sekali tidak matching, dan berapa hari kau tidak mandi?” ujar Irene memberikan komentar. Leona membaui aroma tubuhnya sendiri, “Tidak ada yang aneh. Aku selalu mandi hanya saja lupa untuk keramas.” Irene mendengus, “Kau pasti sibuk berkencan dengan novel di kamar.” Leona tertawa kecil, “Astaga, kenapa menggunakan kata kencan? Kau pikir aku tidak laku.” Irene mengibaskan tangannya, “Terserahlah. Sudah malam, ayo pulang.” Leona mengangguk, keduanya kembali melanjutkan langkah menuju halte bus. Sekitar 15 menit kemudian dalam bus, mereka akhirnya tiba di kediaman Leona. Rumah Ayah Leona dan Irene tak terlalu jauh, hanya terhalang beberapa rumah saja. Leona melirik Irene yang malah mengekorinya. “Kenapa malah mengikutiku?” tanyanya kesal. “Aku takut kau tersesat,” jawab Irene dengan nada menyebalkan di telinga Leona. Perempuan itu mendengsu mendengus, tetapi ia memilih menghiraukannya dan terus berjalan. “Sudah aku bilang, aku akan lunasi secepatnya! Pergi kalian!” teriakan seorang pria mengejutkan mereka, di pintu rumah yang terbuka, terlihat seorang pria paruh baya dengan wajah merah dan napas terengah-engah menatap kepergian dua orang pria berbadan besar. Leona yang melihatnya, segera berlari menghampiri ayahnya. “Ayah, ada apa?” tanyanya sambil menyentuh lengan kiri pria itu. Matsuo tersentak, ia menoleh pada putrinya dan memasang senyum menenangkan. “Tidak ada apa-apa. Masuklah ke kamar dan istirahat, Irene, terima kasih telah menemaninya.” Irene tersenyum sambil mengangguk, “Aku permisi dulu. Bye, Leo! Paman.” Anak dan ayah itu mengangguk, begitu Irene sudah tak terlihat dari pandangan, keduanya memutuskan untuk masuk ke dalam rumah dua tingkat mereka. Leona senantiasa menatap sang ayah meminta penjelasan, “Ayah, jelaskan padaku.” “Jelaskan apa maksudmu? Ini sudah malam, istirahatlah. Jika lapar, ada makanan dan tinggal hangatkan. Ayah tidur dulu,” ujar Matsuo hendak pergi, tetapi Leona mencegahnya. “Kenapa ayah seperti ini? Apa ayah tau, aku menjalani hariku tanpa tau apa yang harus kulakukan. Setiap hari ayah selalu sibuk di kantor, aku ingin tau apakah yang kulakukan membuat ayah senang atau tidak. Aku sudah dewasa! Aku ingin tau apa yang ayah pikirkan, apa masalah ayah, tapi aku bahkan tidak memiliki kesempatan bicara karena ayah masih menganggap bahwa aku anak kecil!” jelas Leona dengan nada tinggi di akhir kalimat, napasnya terengah-engah dengan wajah yang memerah menahan marah dan sedih. “Aku pun tidak tau apa mimpiku, karena setiap harinya yang aku inginkan adalah melihat raut wajah ayah yang sedih atau senang atas apa yang sudah aku lakukan. Namun, ayah hanya berlalu dengan sebuah pujian dan senyuman hampa.” Leona menunduk sedih setelah mengungkapkan beban di hatinya yang ia tahan. Matsuo terdiam, putrinya baru saja mengungkapkan kesedihannya. Ia menunduk tanpa bisa menjawab, masalah di kantor dan rumah sakit sudah cukup menguras pikirannya. Ditambah kini masalah dengan sang putri, rasanya ia ingin menghidupkan kembali ibu dari anaknya itu. “Leo, dengarkan ayah. Lakukan hal apapun yang membuatmu senang, jangan hiraukan kebahagiaan ayah, karena ayah akan bahagia jika kamu juga bahagia. Lagi pula tidak ada masalah serius saat ini," ujar Matsuo menenangkan. Pria 48 tahun itu mengelus rambut Leona lembut, sebuah senyum ia berikan. “Istirahatlah, ayah juga sudah mengantuk. Selamat malam,” usai mengatakan itu Matsuo berlalu meninggalkan Leona yang menangis seketika. Ia menghela napas, percuma saja walaupun ia memaksa ayahnya untuk mengatakan apa yang terjadi, Matsuo tak akan pernah mau berbagi keluh kesah di hatinya. Ia memasuki kamarnya, setelah membasuh wajahnya dan berganti pakaian tidur, ia merebahkan tubuh lelahnya di ranjang putih yang luas. Tatapannya kosong menatap langit-langit kamar, terkadang ia lelah dengan perlakuan ayahnya yang terus memperlakukannya seperti anak kecil. Ia ingin berguna untuk Matsuo, setidaknya menjadi pendengar yang baik. Walau Matsuo tak pernah menuntutnya harus sempurna, tetapi kadang kala ia merasa hidupnya tak berguna. Ia hanya ingin hidupnya bermanfaat setidaknya untuk sang ayah, ia menolehkan kepalanya ke foto di atas nakas di samping ranjang. Foto di mana ia dan ayahnya tersenyum lebar ke arah kamera, foto yang di ambil di taman hiburan ketika umurnya 14 tahun. Senyum yang dulu lebar, secara perlahan menipis sampai akhirnya hilang. Aku tidak tau, bagaimana rasanya memiliki seorang Ibu. Namun, aku sangat bahagia hanya dengan memiliki ayah sepertimu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Marriage Not Dating

read
549.2K
bc

Crazy Maid ( INDONESIA )

read
206.1K
bc

Hurt

read
1.1M
bc

Si dingin suamiku

read
488.8K
bc

GADIS PELAYAN TUAN MUDA

read
463.6K
bc

Cici BenCi Uncle (Benar-benar Cinta)

read
199.1K
bc

Wedding Organizer

read
46.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook