bc

Young Marriage

book_age16+
936
FOLLOW
4.8K
READ
others
drama
comedy
twisted
sweet
humorous
like
intro-logo
Blurb

Lucky kira dengan mengancam papanya, perjodohannya akan dibatalkan. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Papanya setuju—tidak akan menyetir kehidupan Lucky lagi, asal, Lucky bersedia dijodohkan dengan Pita, cewek yang masih duduk di bangku SMA.

Lucky dan Pita menjalani kehidupan sederhana setelah menikah. Keduanya sepakat tidak akan menerima bantuan apa pun dari keluarga mereka yang kaya raya. Justru sebaliknya Pita jauh lebih tenang, damai, tidak lagi merasa terasingkan setelah dinikahi Lucky. Walau mereka hidup serba pas-pasan, tetapi Pita jauh lebih bahagia.

Kehidupan rumah tangga Pita dan Lucky di uji dengan kedatangan Mama kandung Pita. Satu per satu rahasia tentang keluarga Pita pun terkuak. Hingga berita pembunuhan mamanya menjadikan Pita tersangka utama.

Cover by: Canva

chap-preview
Free preview
Prolog
Prolog "Kami meminta kalian ke sini untuk membicarakan soal perjodohan."  Papa mengatakan kalimat sepanjang itu berasa kayak nggak punya beban. Lagi-lagi begini. Selalu memaksakan kehendaknya sendiri tanpa bertanya dulu sama gue sebagai orang yang bersangkutan.  Gue melirik cewek yang mau dijodohin sama gue. Cewek berusia delapan belas tahun yang masih SMA itu tampak cuek, sibuk mainan kukunya sendiri tanpa menghiraukan para orang tua yang sedang menjelaskan alasannya menyuruh gue sama Pita pergi ke Bandung. Bayangin aja, gue sama dia nggak kenal. Tahu-tahu disuruh berangkat berdua buat pergi ke Bandung. Dia kelihatan cuek, tapi gue merasa nggak nyaman aja. Gue nggak kenal dia!  "Pa, aku masih mau kuliah dulu. Bukannya Papa nyuruh aku supaya cepet lulus, kan? Kenapa malah mendadak mau nikahin aku gini!" protes gue ke Papa.  "Kamu masih bisa kuliah biarpun udah nikah."  "Terus, dia gimana?" Gue menunjuk Pita yang masih cuek-cuek aja.  "Kurang dari setahun Pita lulus. Nggak masalah, Nak Lucky. Saya bisa urus soal itu," sahut papanya Pita.  Kepala gue rasanya mau meledak. Emosi yang gue rasakan udah berada di ubun-ubun. Sekali aja gue pengin marah dan berontak. Gue capek kalau kayak gini terus. Papa selalu berusaha menyetir kehidupan gue. Setiap gue melakukan sesuatu, harus izin Papa dulu. Kalau Papa nggak mengizinkan, itu artinya gue harus menurut dan melakukan apa yang terbaik menurut Papa, tapi buat gue adalah sebuah tekanan.  Gue menarik napas panjang, gue harus mencari cara supaya Papa nggak semena-mena lagi setelah ini. Gue diam cukup lama sesekali melirik Pita yang belum menyuarakan pendapatnya atau sebuah protes kayak yang gue lakukan tadi. Ini cewek, kenapa santai banget, sih? Nggak bisa gitu, dia marah-marah, atau kalau bisa balikin meja supaya para orang tua tahu kalau kita nggak setuju sama ide mereka.  Papa, Mama, dan kedua orang tua Pita tengah menatap gue dengan pandangan penuh harapan. Mereka berharap gue memenuhi kemauan para orang tua. Okay, bakal gue lakuin. Mereka cuma mau gue sama Pita menikah, kan?   Gue beranjak dari sofa, mengeluarkan dompet dan kunci mobil lalu meletakkannya ke atas meja. Papa mengerutkan dahi melihat aksi gue barusan. "Papa mau aku terima perjodohan ini, kan?"  Papa mengangguk ringan, tetapi matanya menatap gue tajam.  "Aku balikin semua fasilitas keluarga," kata gue menatap Papa, lalu beralih ke Pita. "Lo, masih mau menerima perjodohan ini? Dinikahin sama gue yang nggak punya apa-apa lagi?"  Pita mengangkat kepalanya, memandangi gue selama beberapa detik, lalu menyahut, "Okay." Pita mengangguk lalu ikut berdiri di samping gue. "Lagi pula gue udah bosen mandi uang."  Gue menatap Mama dan Papa serta keluarga Pita yang juga ada di sana. Gue menarik napas sejenak sebelum mengeluarkan suara kembali. "Kita setuju dinikahin. Tapi, setelah kita menikah nanti, Mama sama Papa, juga Om dan Tante, nggak boleh ikut campur soal kita lagi. Dan, Pa," Gue menatap Papa lagi. "Anggap aja persyaratan aku hidup bebas. Setelah ini, aku nggak mau Papa ikut campur soal masa depan aku lagi, jalan apa aja yang mau aku ambil. Gimana? Bisa, kan?"  b**o, Lucky! b**o banget lo anjir!  Pengin banget gue memaki diri sendiri sekarang. Kalau perlu gue benturin kepala ke tembok. Bisa-bisanya bilang kayak barusan di depan Papa sama orang tua Pita. Seolah nggak punya beban dan semua bakal baik-baik aja biarpun gue nggak mendapatkan fasilitas keluarga lagi.  "Baik. Papa setuju!"  Mampus!  Papa iyain aja lagi. Kan niatnya cuma gertak Papa gue doang. Kenapa malah diiyain, sih? Kalau gue nggak punya apa-apa, terus gue dinikahin, gue mau ngasih Pita makan apaan?  Gue melirik Pita, gue berharap dia berubah pikiran. Plis, bilang nggak jadi. Bilang nggak mau hidup susah sama gue nantinya.  Tapi, nyatanya nggak. Cewek itu balas menatap gue, kemudian mengatakan, "Ngapain masih di sini? Ayo, balik ke Jakarta!" seru Pita mencangkleng tas hitamnya. "Lo masih betah kumpul-kumpul sama orang tua? Dih. Gue mah nggak!"  Sialan! Kayaknya gue salah ambil keputusan deh. Pita... cewek ini bakal membuat hari-hari gue lebih menyebalkan nantinya! 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Husband My Step Brother

read
54.7K
bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
49.8K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.0K
bc

Dependencia

read
185.8K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
75.8K
bc

AHSAN (Terpaksa Menikah)

read
304.0K
bc

Mrs. Rivera

read
45.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook