bc

Anak-anak LANTERA

book_age18+
242
FOLLOW
1K
READ
others
friends to lovers
inspirational
bxg
serious
brilliant
genius
highschool
friendship
friends with benefits
like
intro-logo
Blurb

Setiap kisah perjalanan hidup senantiasa memberikan warna tersendiri dalam proses kehidupan seseorang, ada yang tumbuh sesuai dengan keinginannya, ada yang terjatuh hingga hampir hilang arah, ada yang bangga serta bahagia atas sebuah pencapaian, ada pula yang sedih karena perpisahan, mereka hadir silih berganti dalam perjalanan kehidupan, menguatkan kita dengan caranya.

Karya ini mengajarkan kepada kalian para remaja untuk tidak takut bermimpi, apapun kondisi kalian asalkan kalian punya mimpi semua pasti mudah untuk dilalui, jangan pernah malu, takut atau bahkan minder dengan impian kalian, bisa jadi lewat impian itulah yang membuat kalian bisa bangkit ketika terjatuh, tetap bisa tegar di saat yang lain menghindar, tetap bisa melangkah meskipun sudah patah. Yakinlah bahwa jarak yang membentang antara diri kalian dengan impian kalian itu perlahan-lahan telah hilang.

Saya berharap karya ini mampu menemani kalian para remaja yang sedang dalam masa merangkai masa depannya atau pun sedang galau dengan mimpinya, mari kita ke arah yang sama, bisa sukses berkarya serta bermanfaat buat sesama.

chap-preview
Free preview
Prolog
Tangerang, 1 Februari 2020, Jam 17.00 WIB     Di kala senja yang mulai menampakkan keindahannya di bentangan langit bagian barat, Awan sedang berdiri di depan dinding impian sanggar belajar, sembari tangannya memegang dagunya, sedangkan kakinya tegap kokoh menopang tubuh gemuknya, ia tatap dengan serius setiap kertas impian murid-muridnya, satu demi satu kertas  impian murid-murid ia tatap secara bergantian sembari menggunakan kacamata minusnya yang mulai agak longgar sesekali diangkatnya dengan jari telunjuk kanannya, fikirannya melesat jauh ke belakang mengingat akan masa di mana dulu ia bersama murid-muridnya berkumpul di depan dinding impian, bercerita tentang masa depan sembari menuliskan setiap impian mereka di sebuah kertas origami warna-warni yang diberikan oleh Awan dan Fatih kala itu.     “Waktu itu Danila gak mau aku kasih kertas origami warna kuning, dia teriak minta kertas warna pink, warna kesukaannya.” Gumam Awan dengan pelan mengingat momen itu. Masih terus ditatapnya satu persatu kertas impian murid-muridnya sembari mulai berkaca-kaca matanya ia bergumam.     “Sekarang kalian semua sudah sukses meraih impian kalian masing-masing, harusnya besok adalah hari yang kalian janjikan, semoga kalian semua tidak melupakannya.”  Ia katakan dengan lirih sembari tangan yang awalnya memegang dagunya ia naikkan ke mata sebelah kanannya untuk menahan air matanya agar tidak tumpah ke pipinya. Air mata haru dari seorang guru, mentor, dan seorang kakak yang telah mendidik dan membantu murid-muridnya sukses menggapai impiannya.     “Wan! Awan!” Suara teriakan Fatih dari ruang tamu sanggar belajar mengalihkan fokusnya Awan dari dinding impian murid-murid.     “Iyo Tih…” Teriak Awan menjawab panggilan Fatih, Awan langsung membalikkan badan sembari mengusap matanya menyeka air matanya, ia diam sebentar menarik nafasnya dalam-dalam untuk menenangkan diri, kemudian melangkahkan kaki dari ruang belajar sanggar ke ruang tamu sanggar tempat Fatih berada. Setibanya di ruang tamu sanggar ia melihat Fatih sedang duduk di samping meja tamu, membaca buku psikologi kesukaannya sembari bersandar di salah satu sisi tembok ruang tamu sederhana sanggar belajar yang hanya beralaskan karpet berwarna merah dikelilingi rak kayu berisi buku perpustakaan. Ditatapnya Fatih sambil berdiri sembari bertanya.     “Onok opo tih? (Ada apa Tih?)” Tanya Awan dengan logat Jawa Timurnya.     “Lungguho disek! (kamu duduk dulu!).” Sahut Fatih sembari mendongkakkan kepalanya dan membetulkan kacamata minusnya ke atas menatap Awan. Duduklah Awan di depan meja tempat duduk Fatih.     “Aku dapat pesan dari Dayat dan Safitri kalau mereka besok enggak bisa datang ke sini.” Ungkapan Fatih sembari menyodorkan HP Asus berwarna hitam miliknya ke Awan, dibacalah pesan WA dari Dayat.     “Assalammualaikum kak, maaf saya tidak bisa hadir besok ke sanggar karena ada agenda mendesak.” Bunyi pesan Dayat di WA Fatih yang dibaca oleh Awan, telunjuk Awan menggeserkan layar HP Fatih untuk melanjutkan melihat pesan dari Safitri yang berbunyi.     “Kak maaf besok saya enggak bisa datang.” Singkat pesannya namun mampu membuat Awan mengusap muka dengan tangan kanannya sembari menghela nafas panjang sebagai bentuk ekspresi kekecewaan Awan kepada kedua muridnya tersebut. Diambillah HP dari tangan Awan oleh Fatih sembari mengatakan.     “Sudahlah Wan, mereka sekarang sudah sukses, mereka pasti sedang sibuk dengan proyek impian mereka masing-masing, kita tau mereka sekarang pasti sedang dilema antara datang ke sanggar menepati janjinya atau kesibukan impiannya, kita memaklumi mereka, toh ya masih ada Wawan, Danila dan Mutmainnah yang bisa datang, nanti kalau Dayat dan Safitri longgar pasti akan kemari.” Ungkap Fatih mencoba menenangkan Awan.     Keesokan harinya Jam 08.00 WIB HP Oppo putih milik Awan berbunyi, diambillah HP itu oleh Awan.      “Loh, ada pesan Video dari Dayat yang masuk ke WA.” Ungkap Awan sembari mencari kacamata minusnya yang ia letakkan di meja kerjanya. Awan tidak bisa melihat dengan jelas ketika tidak memakai kacamata, dipakailah kacamatanya sembari menghampiri Fatih di meja kerjanya yang berada di belakang meja kerja Awan, saat itu Fatih sedang duduk di meja kerjanya sembari menghadap laptopnya, ditepuklah pundak Fatih oleh Awan.     “Tih, ini ada pesan video WA dari Dayat, ayo kita lihat bareng-bareng sebentar.” Ungkapan Awan mengajak Fatih untuk menghentikan sejenak aktifitasnya di depan laptop dan melihat video kiriman dari Dayat, ditariknya kursi kerja yang ada di meja kerjanya Awan dan disejajarkan dengan kursi Fatih, mereka duduk bersebelahan sembari menatap HP Awan, telunjuk tangannya Awan menekan pesan video WA dari Dayat, berputarlah video yang dikirim Dayat dengan volume HP paling keras.   “Suatu hari nanti, akan ada hari di mana orang jahat menjadi baik, dan orang baik menjadi lebih baik. Karena setiap saat pasti ada kesempatan dan fase di mana seseorang menyadari semua kesalahan dan kelemahannya, hingga akhirnya berubah untuk menjadi lebih baik. Merasa lebih baik dari orang lain memang suatu kekeliruan, tetapi menjadi lebih baik dari sebelumnya adalah suatu keharusan.   Ketika seseorang bertransformasi menjadi versi dirinya yang jauh lebih baik dari dirinya yang terdahulu, Sering kali yang diberi penghargaan atas keberhasilannya hanyalah individu orang itu sendiri. Padahal siapa sangka, siapa tahu dan siapa peduli, dibalik kesuksesannya saat ini jelas banyak lingkungan yang mempengaruhi dan mendukung kesuksesannya. Mereka yang mendidik, membimbing, memotivasi, dan menginspirasi misalnya.   Mereka hadir bagaikan lentera dalam kehidupan yang gelap. Seakan seperti petunjuk jalan kebaikan di tengah kesesatan dalam hidup. Mereka hadir untuk menjalankan misi dakwah, menebar kebaikan, memaksmalkan dan mengoptimalkan segala kemampuan dan potensi dirinya dalam jalan kebaikan. Merekalah sang pencerah.   Tiga tahun kita berjuang dan bekerja bersama. Jarum jam berputar begitu cepat dan waktu terasa sangat singkat. Hampir tiga bulan kita tinggal dan menetap bersama di tempat yang sama. Durasi waktunya sangat singkat namun cerita hidup yang tercipta teramat pekat.   Rasanya baru kemarin kita berjuang dan bekerja bersama. Baru kemarin kita terhadang oleh masalah dan mencoba untuk mencari jalan keluarnya. Baru kemarin kita berjuang mempertahankan mereka yang mau bertahan dan berjuang di jalan dakwah ini. Baru kemarin kita dipatahkan saat sedang bertumbuh, namun kita berusaha untuk pulih dan tetap tumbuh. Baru kemarin kita mengubah ketidakpastian menjadi sebuah kepastian. Baru kemarin kita mengubah kalimat remehan menjadi kalimat pujian. Baru kemarin kita mengukir prestasi karya dan kontribusi bersama.   Baru kemarin kita membuka jalan kepercayaan untuk generasi berikutnya. Baru kemarin kita sama-sama mengumpulkan banyak jamaah. Baru kemarin kita berbagi bersama kepada sesama. Baru kemarin kita saling bertukar gagasan dan pikiran. Baru kemarin kita sampai puncak perjuangan yang ditargetkan. Baru kemarin kita difitnah dan dijatuhkan bersama, namun tetap sabar menghadapinya. rasanya baru kemarin kita melakukan itu semua.   Suka dan duka, canda dan tawa, bahagia dan sedih. Luka dan sembuh, patah dan tumbuh, pengorbanan dan perjuangan. Ilmu dan pengalaman. Semua itu kalian cipta dalam cerita hidup saya dan teman-teman yang singkat ini bersama kalian.   Ada yang bilang bahwa manusia dikenang bukan karena harta dan parasnya. Melainkan dengan karya dan kontribusinya. Itulah kalian, sang pencerah. Dalam kehidupan saya dan teman-teman saya, serta orang-orang yang selainnya.   Karya dan kontribusi kalian sangat besar dalam cerita hidup ini. Layaknya lentera di tengah kegelapan malam. Betapa tradisional dan jahiliyahnya saya dahulu. Betapa tekstualnya saya dahulu. Betapa malas dan membuang waktu saya dahulu. Betapa minder dan tidak percaya dirinya saya dahulu. Betapa tidak bisa apa-apanya saya dahulu. Dan akhirnya kalian hadir untuk mengubah semuanya hingga membentuk kedirian saya yang saat ini.   Dari kalian saya belajar banyak tentang makna berjuang. Dari kalian saya belajar tentang artinya berproses. Dari kalian saya belajar bahwa sulit sekali untuk mengucap kata menyerah. Dari kalian saya belajar bahwa ketidakpastian dapat menjadi sebuah kepastian, dan Dari kalian saya belajar bahwa apapun situasinya saya harus tetap tumbuh dan berkembang dalam jalan kebaikan dan menebar manfaat karya dan kontribusi di dalamnya.   Begitu banyak cerita hidup yang tercipta. Begitu banyak kesan hidup yang membekas. Dan Begitu banyak karya dan kontribusi yang diberikan. Rasanya sulit untuk kami lupakan. Jadi ini rasanya kebahagiaan. Rasanya tak mau melepaskan. Saat ini kami sudah menjadi suatu kebanggaan untuk kalian. Saat ini kami telah menjadi seseorang yang kalian inginkan, yang kalian banggakan. Terimakasih untuk pembimbing, mentor, guru, motivator sekaligus kakak untuk saya pribadi dan kami. Kak Awan dan Kak Fatih. Sehat selalu, senantiasa bahagia, dimudahkan rezekinya,diberkahi umurnya, dilancarkan perjuangannya. Amin...” Isi video berdurasi 07.25 menit yang diawali oleh ungkapan Dayat dan dilanjutkan oleh Safitri, Danila, Mutmainnah dan ditutup oleh Wawan secara bergantian. Tanpa terasa air mata Awan dan Fatih menetes, haru dan bahagia melihat video tersebut, sesekali nafas mereka sesenggukan.     Tak lama setelah itu terdengar suara ramai langkah kaki dari teras sanggar belajar yang semakin mendekat masuk ke dalam sanggar.     “Assalammualaikum.” Ucapan ramai dari depan pintu sanggar. Bergegaslah berdiri dari tempat duduknya Awan dan Fatih, sambil sebelumnya mengusap air matanya dan mengambil nafas dalam-dalam melangkah keluar melihat dan menjawab suara ramai salam dari luar.     “Wa’alaikumsalam.” Sahut Awan dan Fatih keras dari dalam rumah sembari melangkah ke depan pintu sanggar.     “Surprise! Surprise!” Ucapan ramai secara bersamaan dari Dayat, Danila, Safitri, Mutmainnah dan Wawan. Terkejut Awan dan Fatih dari depan pintu sanggar, sembari mengangkat kacamata yang melekat di mata mereka, mereka mengusap matanya seakan tidak percaya bahwa kelima muridnya bisa datang ke sanggar.     Dilihatnya mereka satu persatu oleh Awan dan Fatih dari depan pintu sanggar, Dayat yang saat itu memakai kemeja putih dibalut jas hitam, celana hitam dan sepatu hitam, sekarang dia sudah semakin tinggi, tinggi badannya sekitar 172 cm, kulitnya semakin putih, kumis dan janggutnya tipis, masih tetap memakai kacamata. Safitri yang memakai gamis biru dan hijab biru juga semakin tinggi dan cantik, dengan kulit putihnya, dan masih memakai kacamata seperti dulu. Danila yang memakai gamis berwarna pink dan hijab pink, warna kesukaannya, sekarang dia masih tetap tinggi, putih, cantik dan agak sedikit gemuk. Mutmainnah yang memakai baju atasan berwarna coklat s**u, hijab coklat dan bawahan rok hitam, dia tidak ada perubahan secara tinggi badan, masih sekitar 160 cm, wajahnya semakin putih, cantik dan masih memakai kacamata. Dan Wawan yang saat itu memakai kemeja hitam dan celana coklat, dia tambah tinggi, dengan wajah putihnya yang masih sama kayak dulu, yang dihiasi kumis serta janggut tipisnya, dan masih tetap berkacamata. Mereka sudah banyak berubah secara tampilan fisiknya sejak 15 tahun lalu. Berhentilah Awan memandangi mereka, kemudian telunjuk tangannya mengarah ke Dayat dan Safitri.     “Loh, Dayat?  Safitri? Katanya kalian gak bisa datang ke sini? Kok sekarang di sini?” Ungkap Awan sembari keheranan melihat Dayat dan Safitri di hadapannya.     “Perjumpaan yang istimewa adalah perjumpaan yang berbeda dengan sebelum-sebelumnya, kita mau bikin supprise buat kakak.” Sahut Dayat dengan gaya bahasa ala-ala motivatornya, sembari di iringi senyum dan tawa yang lainnya.     “Ahh, ayo masuk-masuk kalian, saking kagetnya kita enggak sempat nyuruh kalian masuk” Sahut Fatih seakan menyelah suasana terpesonanya saat itu. Mereka semua melangkahkan kakinya memasuki sanggar, ketika langkah mereka sampai di ruang tamu sanggar mereka berhenti sejenak sembari menatap setiap sisi ruang tamu sanggar belajar untuk sedikit nostalgia suasananya.     “Tidak banyak berubah ya? Masih sama seperti dulu, hanya foto-foto pajangannya saja yang berganti wajah, dulu ada wajah kita semua, sekarang sudah berganti wajah adik-adik yang semakin tahun semakin banyak yang belajar di sanggar.” Sahut Wawan memecah nostalgia teman-temannya. Satu persatu sudut ruang tamu sanggar mereka amati pelan-pelan tanpa terlewat satu pun, setelah puas mereka langkahkan kaki mereka menuju ruang belakang sanggar yang terdapat hall luas tempat keberadaan dinding impian mereka dan tempat dulu mereka banyak berdiskusi, belajar, dan berkarya di sana.     Sesampainya mereka di hall ruang belakang sanggar, mereka langsung menuju ke dinding impian, mereka berbaris sejajar di depan dinding impian, sembari menatap dinding yang berisi rangkaian kertas origami warna-warni yang disusun rapi.     “Di sinilah tempat kita pertama kalinya berani bermimpi, dan di depan kita sekarang ada impian kita yang sudah kita wujudkan sekarang.” Sahut Danila memecah hening tatapan teman-temannya yang haru menatap dinding impian.     “Dulu yang menempel di dinding ini masih 5 buah kertas origami berisi impian milik kita, sekarang sudah banyak kertas origami yang melekat di sini.” Sahut Wawan meneruskan apa yang disampaikan Danila. Mata mereka semua fokus menghadap dinding impian, sembari sesekali Safitri dan Danila mengusap matanya dengan tangan kanannya menahan tangis haru, yang selainnya berkaca-kaca. Seakan tidak percaya apa yang berhasil mereka capai sekarang, fikiran mereka menembus jauh ke masa lalu, masa yang sangat kuat melekat di ingatan mereka tentang perjalanan, perjumpaan, dan perjuangan mereka hingga bisa seperti sekarang.    

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.0K
bc

Dua Cincin CEO

read
231.2K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

Orang Ketiga

read
3.6M
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.6K
bc

Mentari Tak Harus Bersinar (Dokter-Dokter)

read
53.9K
bc

You're Still the One

read
117.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook