bc

Terpaksa Menikah

book_age16+
11.5K
FOLLOW
169.3K
READ
love-triangle
love after marriage
arranged marriage
drama
comedy
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

Bagaimana jadinya, jika dua insan yang tak tertarik akan sebuah pernikahan, malah dipaksa untuk mengucapkan janji sehidup semati di hadapan Tuhan?

Katanya cinta itu hadir karena terbiasa, apakah hal itu juga berlaku untuk mereka?

Tentu saja! Tapi sayangnya, saat cinta perlahan-lahan masuk, menyelusup ke dalam hati mereka, dan mengobrak-abrik isi hati mereka. Dua insan itu terpaksa harus berpisah.

Lalu, kenapa mereka harus dipersatukan jika pada akhirnya mereka harus dipisahkan kembali?

"Semua laki-laki itu sama! Seperti buaya! Mereka tak pernah cukup dengan satu wanita!" - Mawar Jelita.

"Sampai kapanpun, aku akan tetap menunggu dia! Karena aku yakin, dia akan kembali dan tidak akan pernah lupa akan jalan pulang!" - Rendra Mahesa Wijaya.

Yuk, ikuti terus kisah mereka!

chap-preview
Free preview
Bab - 1
Suasana ballroom di hotel Purnama pagi itu terlihat sangat ramai. Para tamu undangan sudah menduduki kursi mereka masing-masing, bersiap-siap untuk menyaksikan ikrar sehidup semati dua insan yang kini sudah berdiri di hadapan pemuka agama. "Rendra Mahesa Wijaya, apakah engkau bersedia menerima Mawar Jelita sebagai istrimu, wanita satu-satunya yang engkau cintai, mengasihinya di saat suka maupun duka, di saat kaya maupun miskin, dan tidak akan meninggalkannya hingga maut memisahkan." "Iya, saya bersedia," jawab Rendra dengan santai. Lalu pemuka agama itu menatap ke arah Mawar. "Mawar Jelita, apakah engkau bersedia menerima Rendra Mahesa Wijaya sebagai suamimu, pria satu-satunya yang engkau cintai, mengasihinya di saat suka maupun duka, di saat kaya maupun miskin, dan tidak akan meninggalkannya hingga maut memisahkan." Mawar terdiam, dia belum menjawab pertanyaan pemuka agama itu. Bahkan pikiran wanita itu terlihat sedang melayang-layang entah kemana. "Saudari Mawar?" panggil pemuka agama itu. "Iya?" sahut Mawar gelagapan. Kemudian Rendra meraih tangan Mawar, lalu menggenggamnya. "Dia bersedia," kata Rendra menggantikan Mawar untuk menjawab pertanyaan pemuka agama itu. Para tamu undangan saling melempar pandangan, merasa aneh dengan kedua mempelai itu. "Apakah engkau bersedia menerima Rendra sebagai suamimu?" tanya pemuka agama itu lagi. "I - iya, saya bersedia!" jawab Mawar spontan. Lalu para tamu undangan pun mengucap syukur, karena kini dua insan itu telah menjadi sepasang suami istri. Rendra dan Mawar pun saling memasangkan cincin di jari mereka. Lalu setelah itu mereka saling melempar pandang, hingga membuat pemuka agama dan para tamu undangan keheranan. "Rendra dan Mawar, kini kalian sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Silakan Tuan Rendra, Anda boleh mencium istri Anda sebagai bukti kasih kalian," ucap pemuka agama tersebut, dan sukses membuat Rendra dan Mawar terkejut. Mawar dan Rendra saling melempar pandangan, tatapan mata Mawar menajam. Sorot matanya mengatakan, 'awas saja jika kamu berani mencium ku meski seujung jari pun!' Rendra malah tersenyum, kakinya maju selangkah kemudian tangannya menarik kepala bagian belakang Mawar - wanita yang kini sudah menjadi istrinya. Sedetik kemudian bibir seksi pria itu mendarat di kening Mawar, hingga membuat mata gadis itu melotot, dan hampir keluar dari tempatnya. Terdengar suara tepukan tangan memenuhi ballroom saat itu. Kebahagiaan tergambar dengan jelas di setiap wajah para tamu undangan. Terlebih lagi, senyuman tak pernah pudar dari wajah dua keluarga yang kini sudah menjadi besan itu. Tergambar kepuasan di wajah mereka. Akhirnya mereka bisa menyatukan dua manusia yang tidak tertarik dengan sebuah pernikahan, dan sekarang malah mengucapkan janji sehidup semati di hadapan Tuhan. Berbeda dengan wajah kedua mempelai itu. Wajah mereka berdua terlihat sedih, kecewa, dan keterpaksaan sangat terlihat di wajah mereka. Bagaimana tidak, satu bulan yang lalu mereka dipaksa menikah oleh orang tua mereka. Bahkan orang tua mereka tidak menerima penolakan mereka, atas perjodohan ini. Semua terjadi, saat Desri - ibunda Mawar, bertemu dengan Mirna dan Herman - orang tua Rendra, yang tak lain adalah sahabatnya. Lalu kedua orang itu merencanakan sebuah perjodohan. Satu setengah bulan lalu Semilir angin menerbangkan rambut seorang gadis, yang sedang menyiram tanaman di depan rumahnya. Kulitnya seputih salju, rambutnya sehitam gelapnya malam, dan bibirnya yang semerah bunga mawar. Dia adalah Mawar Jelita, gadis cantik yang memiliki sifat yang sedikit bar-bar. Seperti namanya, dia indah seperti bunga Mawar, tapi sayangnya melukai saat kita berusaha untuk menggenggamnya. Dia yang tak pernah ramah kepada laki-laki, karena bagi dirinya laki-laki itu sama saja, buaya! Mereka tak pernah cukup hidup dengan satu wanita saja. "Aduh, Neng Mawar rajin banget, pagi-pagi udah nyiram bunga aja." Seorang ibu-ibu menyapa Mawar yang sedang asik menyiram tanaman. "Eh, iya, Bu. Mumpung masih ada waktu sebelum pergi ke restoran," jawab Mawar sambil tersenyum dan badannya sedikit membungkuk. "Iya, Neng. Ya udah, ibu pamit dulu, ya ...." Ibu itu pun melenggang pergi setelah menyapa Mawar. Setelah menyiram bunga, Mawar bergegas masuk ke dalam rumah, dan mendapati namanya sedang menyiapkan sarapan untuk dirinya. "Ayo, sarapan dulu, Nak," ajak Mama Desri pada anak gadisnya. "Iya, Ma," sahut Mawar sambil berjalan menuju ruang makan dan duduk di kursi. Mawar tinggal berdua saja dengan mamanya. Jika ada yang menanyakan, kemana ayahnya Mawar? Maka jawabannya adalah tidak ada. Ayahnya Mawar pergi meninggalkan Mawar dan mamanya, demi wanita muda yang menjadi sekretarisnya. Itulah yang membuat Mawar enggan untuk menjalin hubungan dan dekat dengan laki-laki, karena baginya semua pria itu sama saja, buaya! Mereka tidak cukup dengan satu wanita. "Hari ini mau ke restoran?" Mama Desri membuka obrolan. Mawar hanya mengangguk, dia tak menjawab pertanyaan mamanya. Dia sibuk dengan isi pirangnya yang lebih menggoda. "Kamu, kapan nikah?" Lagi-lagi Mama Desri menanyakan pertanyaan yang sama. Mawar meletakkan seperangkat alat makannya, dia menatap mamanya, lalu tersenyum. "Bagi Mawar, Mama sudah lebih dari cukup. Mawar nggak butuh siapa-siapa lagi," ucap Mawar sambil menggenggam erat tangan mamanya. Itulah jawaban yang selalu Mawar berikan ketika ditanya, kapan ia akan menikah. Mama Desri merasa bersalah, gara-gara perceraian antara dirinya dan Bima, sampai-sampai membuat anaknya Mawar, enggan untuk menikah. "Nak, ingat ... tidak semua laki-laki itu sama seperti ayahmu, yang tidak cukup hanya dengan satu wanita. Masih banyak laki-laki yang baik, setia, dan cukup dengan satu wanita saja, tidak lebih. Kamu jangan merasa trauma hanya gara-gara sikap ayahmu yang b***t seperti itu." Mawar tersenyum kecut saat mendengar perkataan mamanya. "Lalu, bagaimana dengan Mama? Apa Mama juga merasa trauma karena gagal membina rumah tangga, sehingga sampai sekarang Mama tidak pernah menjalin hubungan lagi?" tanya Mawar sambil menggenggam sendok dan garpu dengan erat. Mama Desri terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Mawar. Dia tak menyangka, jika anak gadisnya akan mengatakan hal seperti itu. "Mama bukan trauma, hanya saja Mama belum bisa membuka hati, dan belum menemukan pria yang cocok," dalih Mama Desri. "Apa bedanya? Lalu, bagaimana dengan Om Tio? Padahal, dia adalah laki-laki yang baik, dan tidak seperti buaya pada umumnya. Dia bahkan sampai sekarang menolak semua wanita yang ingin dekat dengannya, hanya karena ingin membuktikan pada Mama, bahwa dia berbeda dengan laki-laki lain." Mawar berkata panjang lebar. Sepertinya, di dunia ini Mawar hanya percaya pada satu laki-laki, yaitu Tio. Tetangga rumahnya yang selalu bersikap ramah dan perhatian padanya. Tentu saja, Tio juga harus bekerja ekstra untuk meluluhkan hati Mawar. Dia bahkan telah melakukan banyak cara, untuk membuktikan bahwa dirinya tidak sama seperti laki-laki di luar sana. Beberapa bulan yang lalu, Tio mencoba untuk melamar Desri. Tapi sayang, pria itu mendapat penolakan dari janda cantik sebelah rumahnya. Dan hal itu membuat Mawar kecewa. "Mama hanya merasa jika Om Tio itu terlalu baik. Dan juga, orang semuda Om Tio tidak pantas jika bersanding dengan mama yang sudah tua itu." Salah satu alasan Desri menolak Tio adalah, karena pria itu memiliki umur tiga tahun lebih muda darinya. "Ya sudah, Mawar pergi ke restoran dulu, Ma," pamit Mawar pada mamanya, dan dibalas anggukan. ******** Di sebuah ruangan yang bernuansa abu-abu, seorang pria yang mengenakan kemeja berwarna hitam, dengan bagian lengannya dilipat sampai sikut. Hingga menampilkan otot-ototnya yang kekar. Pria tampan dengan rambut hitamnya yang tersisir rapi, matanya setajam mata elang, hidungnya yang mancung, lalu bibirnya yang tipis hingga membuatnya terlihat sangat sempurna. Bukankah Tuhan tidak adil, jika menciptakan pria itu tanpa celah sedikitpun? Ponsel milik pria itu berdering, sehingga membuatnya mengehentikan kegiatannya dengan setumpuk dokumen. "Halo?" sahut pria itu dengan suara berat dan dingin. "Ren, mama sama papa mau ke Kuningan, ada reuni SMA. Sekalian mau ketemu sama sahabat mama." "Kenapa harus bilang sama aku, Ma?" tanya Rendra heran. "Astaga, mama takut nanti sore kamu maen ke rumah, terus rumah kosong nggak ada siapa-siapa. Cuma ada Bi Lastri aja. Kan kasian kamu nya," kata Mama Mirna dari seberang sana. Rendra menghela napas, lalu dia memijit pangkal hidungnya. "Ya udah, iya. Mama hati-hati, ya ...." "Iya, kamu kamu dibawain oleh-oleh apa? Pasangan, mau?" tanya Mama Mirna sambil menahan tawa. "Nggak, bagi Rendra Michelle sudah lebih dari cukup," tolak Rendra cepat. Mama Mirna terdiam, dia sudah tau jika anak bujangnya itu masih menunggu wanita yang tak pasti. Wanita yang meninggalkan anaknya, dengan alasan ingin melanjutkan pendidikan. Tapi malah hilang tanpa kabar. "Kamu, masih nunggu wanita yang nggak jelas itu?" Mama Mirna bertanya dengan nada yang sedikit dingin. Rendra menghela napas, harusnya dia mengiyakan perkataan mamanya yang akan membawakan oleh-oleh anak gadis entah milik siapa. Dari pada seperti ini, menyinggung tentang Michella yang dapat membuat tensi darah milik wanita paruh baya itu kumat. Rendra selalu memiliki cara agar tidak diceramahi oleh mamanya. Ia mengangkat tangannya, lalu ia mengetuk-ngetukannya di atas meja. Tok ... tok ... tok .... "Masuk!" pintanya. Mama Mirna diam, mendengar apa yang sedang terjadi di dalam ruang kerja anaknya. "Oh, rapat dadakan? Oke, nanti aku langsung pergi ke ruang meeting," kata Rendra dengan serius. Padahal, dia sedang bermonolog sendiri. "Ma, aku harus rapat dulu. Nanti aku telpon lagi, bye ...." "Eh, mama tau ya kalo kamu itu lagi ngibul! Anak durhaka! Jangan boho - " Belum sempat mamanya selesai bicara, Rendra langsung menutup teleponnya. Kemudian pria itu menyandarkan punggungnya, dan matanya menatap langit-langit ruang kerjanya. "Hah ... Michelle, kamu dimana?" Rendra bermonolog sendiri. Dia memejamkan matanya, sambil menikmati rasa rindu yang perlahan-lahan menyusup ke dalam hatinya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Ensnared by Love

read
103.8K
bc

Dua Cincin CEO

read
231.3K
bc

Pengantin Pengganti

read
1.4M
bc

Accidentally Married

read
102.6K
bc

CEO Dingin Itu Suamiku

read
151.4K
bc

Mentari Tak Harus Bersinar (Dokter-Dokter)

read
54.0K
bc

Pengganti

read
301.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook