bc

CAROUSELS

book_age18+
921
FOLLOW
9.0K
READ
revenge
dark
love-triangle
family
age gap
dominant
independent
drama
tragedy
mystery
like
intro-logo
Blurb

Isyana harus menghadapi sebuah babak baru kehidupannya setelah ditinggal mamanya pergi untuk selama-lamanya. Hidup bersama papa yang sejak kecil terpisah. Ia juga menjadi dekat dengan Tobias, kakak tiri yang berbeda ibu itu selalu ada di dekatnya. Kedekatan yang tak biasa untuk hubungan kakak dan adik.

Seharusnya hidup Isyana menyenangkan, tetapi nyatanya kehidupannya justru sangat mengerikan. Berbagai teror ia dapat dari musuh besar sang papa.

Herdy pun mengirim orang kepercayaannya untuk melindungi Isyana namun tak hanya melindungi, Damien -orang kepercayaan Herdy- juga menyimpan perasaan kepada Isyana.

Seperti apa ceritanya?

chap-preview
Free preview
BAB 1
Kau tahu bagaimana rasanya kehilangan orang yang kau cintai? Satu-satunya sandaran hidup yang kau harap bertahan sampai tua. Membuat janji untuk selalu bersama dalam suka dan duka. Orang spesial yang melahirkanmu ke dunia. Berjuang sendiri merawat dan melindungimu hingga kau dewasa. Saat kau ingin membahagiakannya. Saat kau bisa berdiri dengan kakimu sendiri. Saat kau baru saja menapakkan diri pada dunia yang baru. *** “Aku pulang, Ma,” ucapku sambil berjalan dan melempar tas di sofa ruang tamu. “Ma, aku bawa kue kesukaan Mama, nih.” Kue lapis surabaya favorit mama yang kubeli setelah mengambil gaji bulanan. Kuletakkan kotak kue itu di meja makan. Aku menuju kamar mama, membuka pintunya dan sebuah kejutan membuat tubuhku sekaku mayat. Mama tergeletak di lantai. Sontak aku berlari mendekati dan berlutut di dekatnya. Gawai mama dan gelas pecah berserakan di sebelah mama. Mama masih hidup saat aku melihatnya. Meregang nyawa. Mulutnya mengeluarkan busa dan tubuhnya bergetar hebat. Aku ingin menolongnya tapi tubuhku tiba-tiba kaku. Tak bisa bergerak. Apalagi otakku tiba-tiba saja tak bisa berpikir. Hanya diam sambil memandangnya. Aku berlutut di sebelah Mama yang sedang menatapku dengan mata memerah dan sembab. “Mama tunggu. Aku akan menolongmu. Aku akan mencari bantuan,” ucapku sambil berancang-ancang berlari. Tapi cekalan tangannya menahanku. Membuatku kembali berlutut di sebelahnya. Memandangnya dengan berurai air mata. Firasatku buruk. Mama mungkin tak bisa bertahan lebih lama lagi. “Mama, kumohon bertahan. Jangan tinggalin aku.” Aku merutuki diri sendiri yang tak bisa melakukan apapun. “Isyana, kamu bisa. Tanpa Mama. Maafkan, Mama.” Kalimat itu meluncur untuk terakhir kali sebelum akhirnya menutup mata dan tak pernah dibuka lagi. “Mama … Mama. Jangan tinggalin aku.” Aku panik. Histeris. Mengguncang bahunya dengan keras tapi Mama tak membuka mata. “MAMA!”  Aku memeluknya erat sambil menangis keras. Bayangan kebahagiaan kami dulu berputar di ingatanku. Membuat hatiku hancur berkeping-keping. Aku yakin takkan sanggup hidup tanpa Mama. Seorang tetangga mendatangiku. Menarikku dan menjauhkanku dari Mama. Aku tak mau terpisah darinya. Aku meronta dan berusaha untuk terus mendekapnya, membangunkannya dan membuatnya kembali bersamaku. Beberapa tetangga kini berada di rumahku. Dua di antaranya memeriksa kondisi Mama. Menyentuh lengan dan lehernya, meletakkan jari di lubang hidung bahkan memeriksa d**a Mama. “Sabar, Isyana. Mamamu telah berpulang,” ucap tetangga sebelah kanan rumahku. “Tolong bawa Mama ke dokter, Bu. Mamaku hanya pingsan. Dokter pasti bisa merawatnya.” “Pak Bambang akan memeriksa Mamamu. Kamu yang sabar ya.” Bu Nadia menepuk pundakku. Semua serasa bergerak lambat. Pak Bambang, tetangga yang merupakan seorang dokter membuka mata  Mama dan menyinarinya dengan senter. Ia menggeleng dan berkata, “Innalillahi wainna ilaihi rojiuun.” Gerak lambat yang kurasakan kini serasa berhenti. Aku merosot di atas lantai. Membungkam mulutku sendiri sambil memandang Mama dengan berurai air mata. Tak pernah kubayangkan kalau Mama akan meninggalkanku secepat ini. Mama yang selalu hati-hati dan selalu menjaga tubuhnya, mengapa bisa sampai seperti ini. “Mamaku kenapa, dok?” lirihku. “Melihat tanda-tandanya, Mamamu sepertinya keracunan. Tapi untuk tahu benar atau tidaknya harus dilakukan otopsi,” terangnya. Aku membungkam mulut dan menutup mata rapat-rapat, berharap kalau ini semua hanyalah mimpi. Rasanya ingin bangun dan menjalani hari-hari seperti biasanya. Menikmati sarapan buatan Mama yang lezat.  Berangkat kerja dengan hati riang dan pulang bersama Mama, berjalan menyusuri trotoar sambil bersenda gurau. Namun itu semua justru kini hanyalah mimpi. Mama telah tiada. Dengan cara yang tragis. Di depan mataku. Para tetangga lebih banyak yang datang. Melihat mama yang kini dibaringkan di atas dipan. Pak RT menertibkan warga yang ingin sekali melihat kejadian ini. Aku merasa sangat lemah hingga dua kakiku tak lagi mampu menanggung beban. Aku merosot ke lantai. Beberapa lama aku diam dan berpikir. Mama tidak mungkin meninggal begitu saja. Pasti ada yang sengaja mencelakainya. Mama bukan orang yang ceroboh apalagi sampai keracunan sesuatu. “Saya ingin melaporkan ini ke polisi. Saya yakin ada yang tak beres dengan kematian Mama.” “Sebaiknya memang begitu supaya jelas meninggalnya Mamamu,” ujar Pak Bambang. Pak Bambang menelepon kantor polisi. Tak butuh waktu lama, sebuah mobil patroli tiba. Dua polisi datang dan segera melakukan keamanan. Suasana semakin tak terkendali. Banyak warga yang ingin melihat kejadian ini dan itu membuat perasaanku tersiksa. Aku menutup mata dan mengatur napas yang terasa sesak. Air mata entah berapa lama mengalir seperti sungai. Saat petugas berkaos INAFIS datang dan melakukan pekerjaan mereka, tangisku kian pecah. Aku berteriak menyebut mama sambil mendekatinya. Seorang POLWAN menahan dan mendorongku keluar. Memberiku motivasi untuk tetap sabar, tetapi rasanya terlalu berat. Aku memeluk wanita itu erat. Dalam pelukannya aku menangis tersedu-sedu. Mengapa ada kisah semacam ini dalam hidupku. Tidak cukupkah hanya tak memiliki ayah. *** Rumah tipe 36 ini adalah saksi bisu kebahagiaanku dengan mama. Meskipun hanya berdua, aku tak pernah merasakan kekurangan. Mama sangat menyayangiku, tak pernah sekali pun marah meskipun aku berbuat salah. “Mama, kenapa ini semua terjadi padamu,” sesalku. Butuh beberapa hari sampai akhirnya aku mendapatkan surat hasil otopsi. Namun betapa terkejutnya saat tahu penyebab kematian mama adalah karena serangan jantung. Itu sangat mustahil mengingat mama tak pernah punya riwayat sakit jantung. Mama selalu menjaga kesehatan, makan makanan bergizi, olahraga teratur dan tak pernah begadang. Lagipula Pak Bambang mengatakan ada kemungkinan mama keracunan atau lebih tepatnya diracuni. Walau aku tak tahu siapa dalang dan apa motifnya, tetapi keracunan lebih bisa kuterima daripada meninggal secara alami karena serangan jantung. Ada yang salah. Aku sangat menyadari itu. Tapi bagaimana caranya mendapatkan kebenaran itu, sementara tak ada petunjuk apapun yang tertinggal kecuali penyebab kematian mama. “Ini bisa saja terjadi. Kau tahu artis yang baru saja meninggal itu. Dia juga seperti mamamu, tampak sehat-sehat saja tapi ternyata tiba-tiba meninggal,” kata Pak Bambang. Aku tak mendebat. Hanya bisa tertunduk sambil meremas selembar kertas hasil otopsi. Apapun yang dikatakan Pak Bambang atau siapapun, tak ada artinya. Aku tetap pada kecurigaanku bahwa mama meninggal dengan cara yang tak wajar. Dadaku kian sesak dan kepalaku serasa mau pecah. Tidak ada petunjuk apapun dan aku sendirian adalah sebuah pukulan telak. Mengapa semua menjadi seperti ini. Apa yang sebenarnya terjadi. *** Seminggu sudah mama pergi. Suasana rumah menjadi sangat sepi tanpa kehadirannya. Kupandangi foto yang ada di atas TV. Foto yang kami ambil saat liburan di Bali setahun yang lalu. Wajahnya ceria kala itu. Tak ada beban di pundaknya. Tapi beberapa bulan beakangan, sering kulihat mama melamun. Seperti ada masalah namun mama enggan memberi tahu masalahnya. Aku menghela napas berat ke udara lalu berdiri. Menuju dapur, aku memasak mi instan. Aku mengambil dua bungkus dan dua telur lalu tangisku pecah. Aku terbiasa membuat mi untuk dua orang. Biasanya mama suka sekali ikut menikmati mi instan. Makanan itu adalah makanan yang sangat mewah.  Satu bulan hanya boleh menikmatinya satu kali. Saat hari makan mi instan tiba, aku selalu bersemangat menikmatinya. Tapi kini tak lagi sama. Dan makan mi instan sendiri rasanya tak menyenangkan bahkan meski ditambahkan dua telur, sayuran dan beberapa cabe pun rasanya tetap tak seenak makan mi instan tanpa tambahan apapun tetapi bersama mama. Duduk seorang diri di meja makan. Aku mengaduk mi instan rasa kari favoritku tanpa sanggup memakannya. Air mata kembali meleleh. Tak tahu apa yang harus kulakukan. Suara bel pintu berbunyi. Kuhapus air mata dan segera ke depan untuk membukanya. Seminggu sudah mama meninggalkanku, beberapa hari tamu berkunjung untuk berbela sungkawa. Seorang lelaki mengenakan kemeja putih dan celana hitam berdiri di ambang pintu. Tersenyum saat memandangku. Lelaki yang tak pernah kutemui sebelumnya. Aku bertanya-tanya, siapa dia dan apa hubungannya dengan mama? “Anda siapa?” “Anda Nona Isyana?” “Ya, saya Isyana.” “Saya asisten Pak Herdy. Beliau meminta saya untuk membawa anda ke rumah beliau.” Herdy? Siapa dia?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Skylove (Indonesia)

read
109.0K
bc

When The Bastard CEO Falls in Love

read
369.9K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.1K
bc

Over Protective Doctor

read
473.9K
bc

His Secret : LTP S3

read
650.0K
bc

Nur Cahaya Cinta

read
358.4K
bc

Mendadak Jadi Istri CEO

read
1.6M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook