Prolog
"Saya minta bapak jangan salah memahami perhatian saya yang memang sangat menyukai anak-anak ini kepada Ane."
Pria tinggi besar dengan balutan jas mahal di tubuhnya itu kini hanya bisa bungkam. Mengangkat sebelah alis dengan bibir terkatup, raut terkejut tampak kentara di wajahnya.
"Kamu menolak saya?" tanyanya tak percaya.
"Iya. Saya menolak bapak."
"Kurang ajar..." desis pria itu geram. Bagaimana mungkin ia di tolak begitu saja, bahkan tanpa berpikir oleh perempuan kuno yang dari tampilannya tidak akan membuat pria seperti dirinya menyadari kehadiran mereka.
Seorang Erlangga Lazuardi Jatmiko ditolak.
DITOLAK!
Sialan sekali perempuan ini.
Mencoba meredam amarah Erlangga memejamkan matanya perlahan. Menarik napas dalam, menghembuskannya, begitu terus beberapa kali sampai ia bisa mengendalikan diri dari nafsu ingin mencakar wajah datar yang masih duduk tenang di hadapannya.
"Yang saya lihat kamu sangat dekat dengan putri saya. Kamu menyayanginya?"
"Saya menyayangi Ane. Dia anak yang cerdas dan menyenangkan. Saya langsung menyukainya di pertemuan pertama kami." Senyum tipis terukir di bibir perempuan mungil dengan gincu berwarna merah itu. Membayangkan sosok lucu Aneila Maharani selalu mampu membuatnya bahagia.
"Lalu kenapa kamu menolak tawaran saya tadi?" Erlangga menatap tajam perempuan yang mengenakan setelan kerja formal di hadapannya itu. "Bukannya tadi kamu sendiri yang bilang menyukai anak-anak?"
Dengan tenang dan senyum tipis di wajahnya perempuan itu menjawab, "Benar saya sangat menyukai anak-anak. Bahkan impian saya adalah memiliki banyak anak. Namun tidak untuk pernikahan. Bapak bisa mencari wanita lain untuk itu. Maaf."
Ditolak secara gamblang oleh perempuan yang tidak menarik sama sekali seperti ini membuat harga dirinya terluka. Tapi Erlangga mencoba bertahan.
Demi Ane...
Demi Ane...
Menarik sudut bibirnya membentuk seringai Erlangga berkata, "Saya bisa memberikan kamu anak yang banyak kalau kamu mau. Kamu mau berapa? Tiga? Lima? Sepuluh? Saya sih ayo aja. Gampang, apalagi proses buatnya...."
