bc

MetaForA

book_age16+
930
FOLLOW
9.3K
READ
love-triangle
arrogant
badboy
goodgirl
CEO
comedy
twisted
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

"Namanya Alby Okta Keanu. Biasa dipanggil Aby. Cogan-nya sekolah. Songong anaknya."

"Ya ampun! Cakep banget gewlaaa! Kenalin ya? Plis, plis, plisss?"

Meta ditantang untuk memacari anak SMA oleh sahabatnya yang kurang waras. Meski awalnya ragu dan merasa hal itu impossible, demi gengsi dan tas cantik sebagai taruhan, Meta pun setuju untuk menerima tantangan sialan tersebut.

Melalui adiknya, Jingga, Meta bertemu dengan seorang cowok

bernama Alby, yang berdasarkan informasi Jingga, adalah cowok populer di sekolahnya.

Karena Meta adalah Meta, ia berhasil mendekati Aby, lebih dari yang direncanakan. Sementara itu, ada seorang cowok bernama Arian-musuh bebuyutannya sejak remaja-yang dijodohkan dengannya.

MetaForA ini berarti Meta For A.

Kalian boleh memilih Aby atau Arian. Tapi, keputusan ada di tangan Meta.

Ah, kamu mungkin sudah membaca ribuan kisah cinta seperti mereka. Tapi, percayalah, cerita ini punya rasa yang berbeda.

chap-preview
Free preview
Prolog
Meta : idih, banyak amat bocah kirim PM ke pesbuk gue. Dikira masih sekolah kali ya gue Meta memulai obrolan di grup w******p sambil matanya menelusuri kotak masuk di akun f******k-nya. Maudy : lu pake foto masih bocah, kali. Lagian, tumben lu mainnya pesbuk? Meta : Iya, kangen aja. Temen lama gue masih pada aktif di sss gitu soalnya Fei : si Meta mau nyari berondong kali wkwkw Lani : eh, perhatiin deh si culun lagi kepoin kita Meta mengangkat pandangannya ke arah mesin fotokopi, di mana seorang perempuan berkacamata sedang memerhatikan mereka secara bergantian dengan kentara. Meta : iya tau. Tu anak napa sih kayaknya gak suka sama kita? Maudy : dia pengen kayak kita tapi nggak bisaaaa HAHA Lani : kaciannnn yaaahh diaaahh HAHAHA Maudy : iya gak punya temeeen Lani : temen aja gak punya apalagi pacar wkwk Fei : dia ngelihatin lo tu Lan, hayolooh Lani : bodo amat, oya, jadi gimana taruhannya? Maudy : GUE JADIAN SAMA HARIS DONG!!! "SERIUS?!" Meta memekik kaget dan tanpa sadar menggebrak meja kerjanya, sehingga membuat seluruh kepala dari masing-masing bilik mendongak ke arahnya, dengan tatapan terganggu. Bukannya meminta maaf atau apa, Meta justru pura-pura bersikap tidak terjadi apa-apa. Ia bahkan kembali melanjutkan obrolan di grup chat mereka lewat komputer kerjanya sambil menggerutu. Meta : demi apa? Maudy : demi bulu d**a abang Hariiissss dong Meta : serius gila Maudy : iya serius gila Lani : kerja oi kerja Meta mendongak sedikit untuk melihat Lani yang ternyata juga menengoknya. Lalu mata bulatnya yang menawan, memandang sekeliling. Ruangan besar yang dipenuhi bilik ini sedang dalam keadaan sepi karena semua orang sibuk bekerja. Yang terdengar hanya suara mesin fotokopi yang sedang digunakan Manda, cewek berkacamata yang mereka juluki 'Si Culun.' Tanpa peduli dengan jam kerja, Meta dan keempat sahabatnya malah asik chatting-an, mencuri waktu di sela-sela pekerjaan yang menumpuk. Meta : Aku tak sudi! Maudy : ahahaha Lani: gue off. Kerjaan gue banyak bangettt nih, mak. Meta mendorong kursinya ke belakang dengan sedikit gerakan untuk melihat Fei yang berada di sebelah biliknya. Cewek berambut lurus sebahu itu melihatnya sekilas, kemudian kembali fokus pada layar komputer. "Apaan, sih?" tanya Fei, tanpa menoleh. Jari-jarinya sibuk menari di atas keyboard. "Eh, seriusan si Maudy udah jadian sama si Haris?" Meta balik bertanya, dengan suara berbisik. "Kayaknya gitu. Tadi, gue lihat mereka pergi bareng." "Ya ampun!!!" pekik Meta sekali lagi, dan ia harus terima sewaktu Fei mencubit kecil pinggangnya sampai ia refleks menjerit, lagi. "Sakit, tauk!" "Apaan sih, Meta, dari tadi teriak-teriak?" Maudy bertanya, dengan suara yang sengaja dikeraskan. Meta melirik Maudy yang berada di bilik seberang dengan kesal. Bukan kesal karena ucapan Maudy, melainkan karena mengingat tas berwarna emas kesayangannya akan jadi milik cewek modis itu akibat ia kalah taruhan. "Kerja, sih, kerja, tapi jangan pada serius amat kaliii, Mas-nya, Mbak-nya. Santai sedikit boleh lah, yaaa," kata Meta seraya menyisir rambut panjang ikalnya dengan jari. Tahu-tahu, Manda berseru dengan nada merendahkan. "Iya, apalagi kalau sambil ghibah.” Meta mendengus malas. Meski suara dan senyuman itu dibuat semanis mungkin, Meta tahu kata-kata itu menyindir dirinya sekaligus teman-temannya. "Ah, rese nih, udah tua nyari masalah!" ujar Lani, membuat semua mata tertuju padanya. Mata-mata milik rekan kerjanya itu memandangi Lani dengan kaget, mengira kalau ucapannya tadi ditujukan untuk Manda. Bukan rahasia lagi kalau hubungan Lani dan Manda diselimuti perang dingin karena suatu alasan. Usia Manda yang sudah menginjak tiga puluhan dan belum menikah, membuat Lani suka sekali membicarakannya diam-diam. Manda tidak buta ataupun tuli, ia sadar dan tahu betul kalau Lani tidak menyukainya karena sikapnya yang tidak ramah pada Lani, juga ekspresi jijiknya setiap kali melihat Lani. Meski sebenarnya, keduanya tahu ada alasan lain di balik sikap keras pada diri mereka masing-masing. Alasan yang membuat pandangan Manda terhadap Lani, sarat akan rasa muak yang tak terbantahkan. "Apa? Gue bilangin komputer gue, loh? Ini udah tua banget, harus diganti yang baru, nih! Lelet!" Lani menunjuk-nunjuk komputer kerjanya, berusaha terlihat meyakinkan. Meta mengulum senyum penuh arti, begitu pun dengan Maudy dan Fei. Huh, kayak mereka tidak tahu Lani gimana saja. Jelas-jelas, perkataannya tadi memang untuk Manda. Sepertinya, Manda juga menyadari hal itu, karena ia tampak marah meskipun ia tidak mengatakan apa-apa. Fei : Mulut Laaaan. Lani : biarin, ngerasa nggak ya dia? hahaha Meta : kalo dia ngerasa tuaa, mungkin iya hihihi Maudy : haha. Metaaaa nanti pulang kerja gue ke rumah lo yaaah "Sumpah, gue nggak ikhlas!" kata Meta, penuh emosi. "Hahaha, rasain tuh!" "Nggak usah ketawa, deh, Fei." Adalah Meta Arini Basyir, nama lengkapnya. Januari lalu, ia genap berusia 24 tahun. Ia seorang yang pantang menyerah, ceria, tegas, percaya diri dan menarik. Namun, di waktu lain, ia bisa menjadi seorang yang blak-blakan, gila, licik, dan arogan. Ketiga perempuan tadi, adalah sahabat karibnya. Yang menurutnya : tidak tahu malu, pembawa sial, menyebalkan, berotak udang, matre, nggak waras. 1. Maudy, 24 tahun. Berpacaran. (Tentang ini Meta benar-benar tidak rela, deh. Serius!) 2. Kaylani, 25 tahun. Berpacaran. 3. Fei, 25 tahun. Single. Keempatnya bekerja di sebuah perusahaan Telekomunikasi sejak mereka sama-sama lulus kuliah. Perkenalan singkat di hari pertama masuk kerja, sudah membuat mereka merasa nyambung dan cocok satu sama lain. Jadi, ceritanya, satu bulan yang lalu, Meta mengajukan sebuah taruhan pada ketiga sahabatnya, yang berbunyi : "Siapa di antara kalian, yang bisa jadian sama Haris, gue kasih tas yang kemarin baru gue beli. Ada yang berani taruhan?" Haris adalah teman kantor mereka yang ketus, dingin, dan misterius. Sikapnya itu membuat Meta mempertanyakan nalurinya sebagai lelaki. Normal nggak tuh cowok? begitu, pikirnya. Dan, Maudy langsung setuju, mengingat kalau sebenarnya ia juga menginginkan tas tersebut. Sementara itu, Fei menolak dengan alasan menganggap taruhan itu konyol. Lani sendiri sudah bertunangan dengan teman kantor mereka yang lain, jadi, tidak mungkin ia ikut. Yang benar saja, itu namanya bunuh diri, dong. Jadilah Meta dan Maudy yang melakukan taruhan gila itu. Kalau Maudy gagal, maka ia harus memberikan setengah gajinya pada Meta. Dan, sebagai pihak penantang, Meta mempertaruhkan tas barunya yang cukup mahal. "Soooo, tas kesayangan lo ini, sekarang buat gue, kan, kan, kaaaan?" Itu kata Maudy setibanya di kamar Meta, dan setelah Meta memberikan tasnya dengan tidak sopan. Sepulangnya dari kantor, mereka langsung pergi ke rumah Meta. Seperti biasanya pula, kamar Meta yang cukup besar dan bernuansa purple itu langsung berisik, khas ibu-ibu rumpi. Meta mendecih dengan tidak rela. "Iya, iya! Makan tuh tas!" katanya, sewot. Maudy tertawa besar-besar, hingga bumi gonjang-ganjing. "Akhirnyaaaaa, gue dapat tas ini secara cuma-cuma, hahai!" "Asli, gue nggak ikhlas!" seru Meta lagi, benar-benar dari hati yang terdalam. Lagipula, siapa yang sangka kalau ternyata, Haris yang kelihatan perfeksionis, mau sama Maudy yang matre, gila, kurang ajar itu? Maudy mendekap tas berwarna emas itu erat-erat. "Gue lebih nggak ikhlas kalo sampe setengah gaji gue buat lo, hahaha! Enak aja!" "Ck! Kok si Haris bisa mau, sih? Gimana ceritanya?" Maudy menaruh tas yang kini sudah jadi miliknya itu ke balik punggung, waspada kalau-kalau Meta berniat merebutnya lagi. "Ya, maulah, kan gue syantik. Lagian, gimana pun juga, Haris itu cowok normal," katanya, dengan gaya-gaya khasnya yang centil. Lagi-lagi, Meta mendecih. "Terus, terus, lo bawa-bawa perasaan nggak sama si Haris?" Fei bersuara. Maudy mengedikkan bahu, acuh tak acuh. "Hmmm, sejauh ini, ya, gue biasa aja tuh deket sama dia. Kan, niatnya cuma buat ini, hehehe!" Maudy kembali mendekap tas itu erat-erat, membuat hidung Meta kembang-kempis karena kesal. Tiba-tiba, terdengar suara pintu dibuka dari luar. Dan, seorang remaja perempuan muncul dari sana dengan muka tidak bersahabat. Mata sipitnya membentuk garis tipis ketika menatap Meta yang menunggunya berbicara. "Mbak, jangan berisik dong, kayak lagi di pasar aja!" katanya. Meta mendengus sebal. "Apaan sih, Jingga. Nggak ada yang berisik, orang lagi ngobrol juga." "Ketawanya dalam hati aja. Suaranya kedengaran tau sampe di kamarku!" sahut Jingga, seraya menutup pintu. "Galak amat sih adek lo! Ketularan lo, ya?" tukas Maudy. "Bukan ketularan, emang sejak lahir dianya udah galak gitu." "Hahaha. Ya kali." Lani, yang sejak tadi asik memainkannya ponselnya, tiba-tiba berdiri. "Oke, gini! Gue mau nantangin lo nih, Met! Mau, nggak?" Meta menaikkan sebelah alisnya. "Mau nantangin apa?" Lani tersenyum manis sekali. Namun, entah mengapa, Meta mencium niat busuk di baliknya. Perasaannya juga mendadak jadi tak enak. Lani kan licik, pasti dia punya ide gila. Sebelumnya, Lani pernah menantang mereka untuk memacari om-om. Kan, sakit jiwa! "Nah! Lo mau tas baru lagi, nggak? Gue beliin, deh. Harganya seribu dua ratus dollar." “Hah? Serius, Lan?" Fei yang bertanya. Lani mengangguk. “Serius, lah! Nih, yang ini!" ucapnya dan menunjukkan sebuah gambar di layar ponselnya. Meta, Fei dan Lani kontan melongo. "Serius?!" pekik ketiganya, tidak percaya. Lani mengangguk sekali lagi. "Kayak gue pernah bohong aja, sih!" "Emangnya, lo mau nantangin gue apa? Jangan yang aneh-aneh, ya!" seru Meta akhirnya, mulai tertarik. Maudy bangkit dan menyambar ponsel milik Lani. Diamatinya gambar tas itu dengan seksama. "Serius lo, Lan?" Lani menyilangkan kedua tangannya yang putih mulus ke d**a. “Ya ampun kenapa sih pada nggak percaya? Orang kaya ini." Maudy langsung menjitak kasar kepala sahabatnya itu. "Sombong!" "Sakit, gila!" "Apa sih tantangannya?" Meta terlihat gusar, namun juga penasaran. Lani mengulum senyum, sengaja mengulur waktu. Ia tahu, sikapnya itu membuat ketiga perempuan di hadapannya gemas, khususnya Meta. Tapi mau bagaimana lagi... rasanya senang aja mempermainkan tampang-tampang blo'on di depannya ini. "Jangan sampai gue jambak lo deh, Lan!" Meta angkat bicara. "Hahaha. Oke, oke!" Lani berdiri, berjalan mondar-mandir dengan jari telunjuk menempel di bibir oranye-nya. "Tantangannya adalaaah ... lo harus bisa ... pacaran ... sama ...." Lani menggantung ucapannya, lagi-lagi dengan sengaja. Ia menikmati betul ekspresi kepo Meta dan yang lain. "Sama?" ucap Maudy, tak kalah penasaran. "Berondong! Anak SMA!" "Hah?!" "What?" "Apah?”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Turun Ranjang

read
578.7K
bc

My Sexy Boss ⚠️

read
539.5K
bc

GADIS PELAYAN TUAN MUDA

read
464.5K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
75.9K
bc

Suddenly in Love (Bahasa Indonesia)

read
76.0K
bc

Sekretarisku Canduku

read
6.6M
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
474.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook