bc

Mistaken Honey

book_age16+
1.2K
FOLLOW
5.6K
READ
love after marriage
arranged marriage
drama
sweet
sacrifice
like
intro-logo
Blurb

Sejak awal, kisah Arthur dan Airin yang menikah karena perjodohan ini memang sudah kacau. Namun semuanya menjadi semakin kacau saat di hari ketiga pernikahan mereka, sesaat sebelum pasangan pengantin baru ini berangkat untuk bulan madu, mantan kekasih Arthur yang telah menghilang selama 4 tahun tiba-tiba muncul dengan membawa anak laki-laki berusia 3 tahun yang sangat mirip dengan Arthur.

Menyadari jika ini adalah kesalahan yang harus ditanggungnya, Arthur menawarkan perceraian pada Airin. Namun kemudian, sebuah kejadian memaksa mereka untuk tetap bersama sambil secara sembunyi-sembunyi merawat Riu.

Pada akhirnya, bagaimana Arthur mempertahankan pernikahannya bersama Airin? Atau ia justru menyerah dan kembali pada Kaia yang telah memberinya seorang anak? Dan dengan kesalahan yang sejak awal telah mengisi pernikahan mereka, bisakah cinta membuat semuanya menjadi sesuatu yang benar?

chap-preview
Free preview
Pasangan Yang Dijodohkan
"Pengantin pria dipersilakan untuk mencium pengantin wanita!" Arthur maju selangkah sambil mengulurkan kedua tangannya. Disingkapnya tudung pengantin yang menutupi wajah wanita yang telah resmi menjadi istrinya itu, mempertemukan sepasang mata mereka yang saling bertatapan. "Kau bilang akan menolak pernikahan ini, mengapa sekarang kau berdiri di sini dan sudah menjadi istriku?" tanya Arthur dengan suara mendesis. "Aku memang sudah menolaknya! Tapi apa yang bisa kulakukan jika kedua orangtuaku yang keras kepala itu telah membulatkan tekad mereka?" Airin juga berkata dengan suara mendesis. "Kau pasti sengaja! Jika kau tidak ingin menikahiku kau pasti akan menggunakan segala cara. Kau bisa kabur! Tapi mengapa kau tetap datang ke tempat ini dan menikah denganku?" "Astaga, seperti aku sangat ingin menikah denganmu saja, Tuan! Aku tidak bisa kabur karena aku masih sangat menggantungkan hidupku dari uang papaku. Mengapa tidak kau saja yang kabur?" "Jika aku kabur aku akan kehilangan hakku sebagai pewaris pewaris tunggal, Nona! Seharusnya jika kau benar-benar ingin kabur kau datang padaku dan aku akan memberimu cukup uang untuk pergi jauh." "Pergi jauh? Mengapa tidak kau saja?! Aku suka ada di sini dan keluarga serta teman-temanku ada di sini!" "Aku juga suka di sini karena perusahaan yang akan diwariskan padaku ada di sini!" "Maaf," ucapan sang Pastor menghentikan pertengkaran berbisik-bisik pasangan suami-istri baru itu. "Pengantin pria silakan mencium pengantin wanita." Arthur mendecakkan lidahnya lalu melangkah maju, membuat Airin melangkah mundur. Arthur mengernyitkan dahinya dan kembali melangkah maju. Begitu juga Airin yang melangkah mundur. "Apa-apaan ini? Oi!" Arthur memelototi Airin. "Jangan cium aku!" kata Airin yang membuat kerutan di dahi Arthur semakin dalam. "Ciuman pertamaku. Tidak akan kuberikan pada pria sepertimu." Kerutan itu masih ada di dahi Arthur. Wanita berusia 25 tahun yang berdiri di hadapannya ini tidak tahu seperti apa rasanya ciuman? Di umurnya yang sudah 25 tahun, di zaman anak TK sudah punya pacar seperti sekarang ini? Wanita jenis apa yang dinikahkan dengannya ini? Namun tiba-tiba kerutan Arthur menghilang digantikan oleh seringaiannya. "Biar kutunjukkan padamu seperti apa itu 'French Kiss'," ujarnya seraya memajukan wajahnya dengan kedua mata tertutup sementara di hadapannya kedua mata Airin melotot melihat wajah yang semakin mendekat padanya. Bruk! "Astaga!" "Arthur!"  Para tamu undangan berseru kaget saat mempelai pria yang hendak mencium mempelai wanitanya itu jatuh tersungkur di atas altar. "Maaf, maafkan aku! Aku gugup sekali. Aku benar-benar minta maaf!" Airin membungkuk berkali-kali pada para tamu undangan sambil tersenyum malu. Namun saat menatap Arthur yang masih tersungkur di lantai, senyuman wanita itu hilang digantikan oleh seringaiannya. Ia membungkukkan tubuhnya, mengulurkan tangan kanannya pada Arthur. "Inilah akibatnya jika kau ingin mempermainkanku, Tuan, Pada akhirnya kau hanya akan mempermalukan dirimu sendiri." Arthur menatap para tamu undangan yang tengah menatap khawatir padanya. Ia tersenyum sambil melambaikan tangan kirinya pada para tamu sebelum kembali menatap Airin. "Benarkah?" Arthur menerima uluran tangan Airin. "Tapi bukankah tidak adil jika istri yang telah berjanji untuk hidup dalam suka maupun duka bersamaku membiarkanku menanggung malu ini seorang diri?" Bruk! "Astaga!" "Airin!"     ***   Happily ever after. Kata-kata itu selalu mengakhiri kisah putri dari negeri dongeng setelah sang Pangeran menikahi sang Putri. Namun sepertinya, pasangan Tuan dan Nona Muda yang satu ini masih belum siap untuk kata-kata itu. "Oi! Kamar ini milikku! Keluar dari sini!" "Tidak mau, ini milikku! Kau saja yang cari kamarmu sendiri!" "Aku membutuhkan balkonnya untuk menulis, Tuan!" "Aku lebih membutuhkan kasurnya yang besar untuk tidur, Nona!" Jerry yang memperhatikan pasangan pengantin baru itu berebut kamar pengantin mereka dari ambang pintu hanya bisa melongo. Bukankah lucu sekali jika sepasang suami istri memperebutkan kamar pengantin yang memang diperuntukkan untuk mereka berdua? "Maaf. Mengapa kalian tidak menempati kamar ini berdua saja?" usul Jerry yang langsung disahuti dengan kata 'Tidak mau!' yang terucap secara kompak dari Arthur dan Airin. "Jerry, seret wanita ini keluar!" perintah Arthur pada supir pribadinya itu. "Me-menyeret Nyonya?" tanya Jerry. Airin yang sedang mencoba menarik tangan Arthur agar bangun dari atas kasur menoleh pada Jerry dan menatapnya galak. "Oi! Aku bukan seorang Nyonya! Aku ini Nona Muda!" serunya tak terima. "Jerry! Bantu aku menyeret buntalan ini!" "Astaga! Buntalan?" Arthur menarik tangan Airin hingga wanita itu memekik keras saat tubuhnya jatuh menindih tubuh Arthur. "Rasakan ini! Rasakan! Apa ini seperti buntalan?" tanya Arthur seraya mengarahkan kedua telapak tangan Airin untuk meraba-raba d**a dan perutnya. "Astaga! Astaga! Kyaaa Mama! Apa yang kau lakukan?" Airin memukul-mukul tubuh Arthur hingga pria itu berteriak kesakitan. “Tsk. Oi!” Kedua orang itu berhenti dengan teriakan berisik mereka saat mendengar seruan Jerry. "Bukan begitu caranya! Nyonya, gunakan tanganmu untuk meraba tubuh suamimu dengan lembut dan Tuan, jangan menahan kepala istrimu agar menjauh seperti itu! Tarik kepala Nyonya agar‒" "DIAM!" Jerry jatuh terjungkal saat Arthur dan Airin menyerang tubuh kurusnya itu dengan lemparan bantal secara bersamaan. "Seret wanita ini keluar atau kau yang kuseret keluar, Jerry!" ancam Arthur, membuat Jerry segera masuk ke dalam kamar itu untuk menyeret tubuh Airin. "Kau berani menyentuhku? KAU BERANI MENYENTUHKU?!" Pertanyaan yang Airin ucapkan dengan nada membentak itu membuat Jerry memundurkan langkahnya. "Seret dia, bodoh! Aku yang membayar gajimu!" Arthur berseru pada Jerry sambil mencoba menyingkirkan Airin dari atas tubuhnya. "Tuan..." "Jika kau menyentuhku kupastikan kau tidak akan bisa menerima gaji dari buntalan ini lagi!" Airin juga mengancam Jerry sambil melotot dengan galak pada supir malang itu. "Nyonya..." "Jangan dengarkan dia! Aku yang berhak memecatmu!" "Aku bisa menyiksamu hingga kau mengundurkan diri!" "Aku akan melindungimu jika dia menyiksamu! Seret saja orang ini keluar dari kamarku!" Jerry menundukkan kepalanya. Suara berisik dari kedua majikannya itu membuat kepalanya terasa berdenyut. "Bagaimana jika kalian suit saja?" "Suit?" tanya Arthur dan Airin bersamaan. "Hmm. Gunting, batu, kertas. Lakukan itu saja." Arthur dan Airin saling bertatapan sebelum Arthur menganggukkan kepalanya. "Lakukan itu saja."     ***   Airin berdiri di depan pintu yang nyaris tertutup sambil tersenyum manis. "Kulihat ada satu kamar di dekat dapur. Bukankah itu tempat yang sangat cocok untuk orang yang suka menyimpan lemak di perutnya? Selamat tidur!" Arthur menendang pintu kamar yang baru dibanting di depan wajahnya itu. Ia lalu menatap Jerry yang berdiri di belakangnya dengan kesal sebelum memukul kepala pria itu. "Bisa-bisanya kau menyarankan kami untuk suit! Seharusnya kau langsung menyeretnya tadi!" "Aku mana mungkin berani menyeret Nyonya, Tuan. Dia terus memelototiku dan membuatku ketakutan," keluh Jerry sambil mengusap-usap kepalanya yang terasa sakit. "Itu saja membuatmu ketakutan. Bayangkan bagaimana ketakutannya aku saat menyadari harus terus hidup bersama wanita seperti itu sepanjang hidupku!" Arthur melirik pintu kamar Airin sesaat sebelum melangkahkan kakinya pergi menuju kamar barunya yang terletak di dekat dapur di lantai satu. "Malam pengantin macam apa ini? Aku terusir dari kamarku sendiri." Jerry menatap punggung bosnya itu lalu pintu yang tertutup rapat di hadapannya bergantian. "Pernikahan macam apa ini? Mereka pasti akan bercerai sebelum musim ini berganti." Pintu tiba-tiba terbuka, membuat Jerry terkejut saat kedua matanya bertemu dengan mata Airin. "A-aku tidak bermaksud berkata seperti itu, Nyonya." "Berkata apa?" Airin balik bertanya. "Jerry, ambilkan air untukku. Aku butuh banyak air saat sedang menulis." "Mengambil air untukmu?" "Iya, air. Ah, aku akan sangat berterimakasih jika kau mau membuatkan mie instan untukku. Kau tahu, pengantin itu sangat tersiksa di pesta pernikahannya karena ada begitu banyak makanan lezat yang tersaji di depannya tapi ia dilarang makan banyak. Aku sangat kelaparan sekarang, masak dengan cepat, uh," kata Airin lalu menutup pintu sambil tersenyum pada supir suaminya itu. Ini pertama kalinya Airin tersenyum pada Jerry, namun justru membuat pria itu jengkel. "Apa sekarang aku supir pribadi yang merangkap menjadi pelayan? Ambilkan air! Buatkan mie! Selanjutnya apa? Cuci baju dan bersih-bersih rumah? Yang benar saja! Aku juga punya kebanggaan pada pekerjaanku, mengapa dia menodainya seperti ini?" Jerry menggerutu sepanjang jalan menuju dapur. Ia bertemu dengan Arthur yang sedang minum di depan lemari pendingin. "Mengapa kau masih di sini? Ini sudah malam, pulanglah!" "Nyonya menyuruhku membuatkan mie untuknya." Jerry berkata dengan nada mengadu pada Arthur, berharap bosnya itu akan berpihak padanya dan memarahi Airin yang telah menyuruh-nyuruhnya seperti ini. "Mie? Aku juga mau. Buatkan juga untukku, uh?" kata Arthur lalu meletakkan gelasnya di atas meja makan. "Tolong cucikan itu. Aku ada di kamar jika mieku sudah selesai." Jerry hanya bisa menghela napas. Ia tidak bisa mengandalkan Arthur yang katanya akan melindunginya dari Airin itu. Orang itu justru semakin menambah pekerjaannya juga. “Aku tahu ini masih chapter satu. Tapi... Bisakah aku resign saja sekarang sebelum semuanya menjadi semakin kacau?”     **To Be Continue**    

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
186.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.2K
bc

My Secret Little Wife

read
85.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
9.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
12.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook