bc

Ghost Lovely

book_age16+
138
FOLLOW
1.1K
READ
killer
twisted
mystery
queer
genius
magical world
supernatural
like
intro-logo
Blurb

Keinginannya untuk bisa terjun di dunia musik membuat Rinai harus diterpa banyak badai. Mulai ditolak banyak produser, berkali-kali gagal audisi, bahkan posting di media pun tak membuat viewersnya melonjak. Lalu, tiba-tiba saja dunianya berubah saat ia tak sengaja mengotori sepatu Aiden, roh tampan yang sedang berburu dalang kasus pembunuhan.

Kebetulan sekali, Aiden adalah salah satu penyanyi yang namanya ada di list setiap orang. Jadi, apakah mereka akan saling membantu, atau malah Rinai ketakutan karena mata telanjangnya bisa melihat makhluk yang tidak sejenis dengannya?

Cover by Canva

chap-preview
Free preview
Hope
Lagi-lagi gagal. Ya, ini sudah lebih dari 20 kali Rinai ditolak, bukan karena suaranya kurang memadai, tapi memang Rinai merasa lagu yang ia alunkan tak cocok dengan tema audisi. "Bisa-bisanya ya, lu! Gue kan udah bilang, jangan nyanyi lagu itu, gak cocok!" kesal Rosaline-teman satu unit apartemennya. Sudah hancur, kena omel pula. Harus diakui, Rinai memang sedikit memiliki suara yang enak. Tapi, ia selalu saja grogi saat berhadapan dengan juri. Mau mandi tujuh hari tujuh malam plus lengkap dengan tujuh kembang, tetap saja nasibnya selalu sial. "Mungkin dulu, nyokap pas ngelahirin gue, jantungnya double kali ya, makanya kalau ada audisi kayak gini, gue gak pernah damai. Jangankan damai, kadang aja gue lupa nama gue saat menyebut identitas." Payah! Mau bagaimana lagi coba? Nasi sudah menjadi bubur, ingin sekali Rinai bisa membanggakan mamanya. Satu-satunya keluarga yang masih ada di bumi ini. Ya, papanya entah ke mana, mungkin pindah planet. Sejak masalah di rumah, tagihan hutang, pajak tanah dan blabla lainnya, Rinai tak pernah lagi melihat pria yang sudah tak dianggap sebagai keluarga. Biarkan seperti itu, Rinai akan menunjukkan bahwa dirinya bisa hidup hanya dengan kasih sayang mamanya saja. Bodo amat! Meskipun terkadang, hatinya porak-poranda melihat teman-temannya selalu merayakan Natal setiap pergantian tahun. "Gue mau keluar dulu ya, suntuk. Hati gue butuh hiburan." Baru beberapa langkah, Rosaline menarik tangan Rinai. Ia tahu penghiburan apa yang akan Rinai tuju. "Lu mau mabuk kan? Gue saranin jangan. Please, gue cuma mau lu bisa nerima fakta, jangan kayak orang gila lagi, Nai. Ini udah ke berapa lu mabuk setelah gagal audisi?" Memang ya, mulut pedas temannya selalu benar. Tapi masa bodoh, Rinai suka bau alkohol. Efek nge-fly yang akan membuat otaknya sedikit istirahat karena patah hati kalah audisi. Langsung cabut, Rinai berjalan keluar apartemen. Memasuki lift dan menganggap orang-orang di sampingnya tidak ada. Sudah turun di lantai dasar, tujuannya adalah Snow Club, bar malam yang menyediakan minuman murahan. Tidak butuh wine termahal, koktaile dan segala macamnya. Ia hanya butuh bir yang ramah di kantong, miskin gak boleh banyak gaya kan? Hanya memesan ojek, menempuh perjalanan tak terlalu jauh. Sampailah Rinai di Snow Club. Tempat yang akan merileksasikan otaknya malam ini. "Madam, Flou, apa kabar?" Salah satu pegawai sekaligus teman akrab Rinai, sedang melayani pengunjung. "Gue sibuk, lu sama Jo aja ya? Dia nganggur di pojokan tuh?" Ya, Jo, Orang-orang memanggilnya sweet heart, katanya sih, kalau sanggup bicara lima menit saja dengan Jo, itu tandanya kamu orang-orang yang tangguh, termasuk Rinai. "Jo, buatin gue minum dong. Mau nge-fly nih," Rinai langsung mendaratkan pantatnya di kursi, melihat Jo yang sedang menghitung entah hal apa. Pria berambut shaggy itu pun beranjak, tahu betul kesukaan Rinai. "Pasti banyak masalah makanya ke sini. Lu udah kabari Rose kan kalau mau ke sini? Gak mau ya, ada acara gendong lu ke apartemen. Udah jauh, mana lantai 10 lagi. Encok punggung gue." Rinai hanya mengangkat bahu. Merelakan kepergian Jo untuk membuatkan minuman kesukaannya. Pandangannya memindai, melihat setiap personil yang datang, sampai akhirnya netra keemasan miliknya berhenti di satu titik. Ia bahkan mengucek matanya tiga kali, semoga saja Rinai tidak salah lihat. "Itu bukannya Aiden? Aiden Alexandra, kan? Ngapain pria sesibuk dia ada di bar yang sama sekali gak sekelas dengannya?" Rinai bertanya pada dirinya sendiri. Ia jelas tahu siapa Aiden, pria yang selalu menduduki posisi teratas setiap tangga musik. Beda dengan dirinya, jangankan naik tangga, satu langkah saja belum bisa. Hebat, satu kata yang tersemat di otak Rinai. Bahkan, ini pertama kalinya Rinai tak menegak minumannya saat Jo sudah menyuguhkan di atas meja. Semua ini karena Aiden. Masih tak percaya, matanya terus menatap ke arah pria yang duduk sendirian, menatap ke arah luar. Menganggap semua yang ada di bar hanya angin yang numpang lewat saja. Ah, lupakan. Bukankah Rinai ke sini untuk menghibur diri? Ia pun mulai menyentuh gelasnya, menegak, mengisi ulang, menegak lagi. Begitu terus sampai mampus. Musik mengalun pelan, beberapa orang ada yang datang dan pergi. Berbagai usia, tua, muda. Rinai tak suka menebak. "Rin, gila aja! Kan udah dibilangin, jangan lebih dari tiga botol. Otak lu ketinggalan di apart ya!" rutuk Jo. Yang kena semprot hanya cengengesan, mengangkat gelasnya tinggi-tinggi. Berjanji ini adalah seloki yang terakhir. Ah, betapa ringannya isi kepalanya. Hutang mama, biaya kuliahnya, bayar apartemen setiap bulan. Semua tanggung jawab itu seakan hanya puing-puing yang melayang di udara. Rinai meletakkan bil di bawah gelas, pamit dan keluar dari Snow, bahkan matanya masih mengawasi sosok Aiden. Gila, pria itu apa gak capek? Sejak tadi menoleh ke kiri? Tap. Tap. Tap. Langkahnya gontai, beberapa kali menabrak orang yang hendak masuk. Sempat kaget saat mendengar sumpah dari seseorang. Bodo amat, Rinai sudah menelpon Rosaline, temannya sebentar lagi akan datang untuk menjemput. Tapi tatapannya kembali fokus saat sosok Aiden ada di sampingnya. " "Halo, aku Rinai, aku suka lagu-lagumu." Senyumnya yang gila, bau alkohol yang menyengat, sepertinya Rinai sudah mabuk berat. Bahkan beberapa orang yang melihatnya mengatai gila, aneh, gak waras dan hal buruk lainnya. "Kamu bisa melihatku?" Pertanyaan aneh. "Iya, aku melihatmu sejak tadi kamu melamun. Kamu, cukup tampan juga ya?" Aiden tak menyangka, ada makhluk yang bisa melihatnya. Setelah ribuan kali mencari jalan pintas, memutar otak. "Kamu tinggal di mana?" Rinai diam. Perutnya bermasalah, hendak putar haluan mencari toilet. Sayangnya, ia sama sekali tak berdaya untuk masuk. Satu-satunya cara untuk membuang rasa tak enak pada perutnya adalah muntah. Uekkk! Bravo! Baru kali ini ada orang yang dengan beraninya muntah di atas sepatu Aiden, meskipun sudah lebih dari 3 hari tidak menjadi manusia biasa, tetap saja pria itu merasa risih. Baiklah, sepertinya Aiden harus membawa perempuan itu ke suatu tempat. Ia tak yakin bisa melakukannya. *** Pusing. Mual. Bahkan Rinai yakin, hal pertama yang muncul di atas kepalanya adalah roller coaster. "Ah, kepalaku. Rosaline ke mana? Ros, bisa ambilkan gue minum?" Tak ada jawaban. Biasanya, Rose sudah bangun, lebih awal darinya. Tapi, tumben sekali temannya tak menyahut? "Rose, lu masih ngebo?" Memijat-mijat kepalanya, nyeri tak karuan. Ia melihat ruangan yang sama sekali tak sama dengan kamar apartemennya. Tunggu, apakah ia salah masuk kamar? "Morning. Akhirnya kamu bangun juga. Gila, baru kali ini aku bertemu dengan perempuan yang betah sekali tidur. Kenalin, aku Aiden, kamu pasti sempat melihat wajahku di surat kabar dan media bukan?" What! Aiden?? Kenapa Rinai bisa bersama Aiden, penyanyi lokal super tampan yang dielu-elukan spesiesnya? ___ Hola! Selamat berkunjung di dunia aksara Chusnaa, semoga betah ya. Salam kenal ??

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Marriage Aggreement

read
80.7K
bc

Menantu Dewa Naga

read
176.8K
bc

Scandal Para Ipar

read
693.4K
bc

JIN PENGHUNI RUMAH KOSONG LEBIH PERKASA DARI SUAMIKU

read
4.1K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
860.2K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
623.9K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook