bc

Akhir Penantian

book_age16+
199
FOLLOW
1K
READ
possessive
family
badboy
goodgirl
tomboy
drama
tragedy
comedy
sweet
highschool
like
intro-logo
Blurb

gue nggak pernah tau apa itu cinta dan gue juga nggak tau apa rasa ini bisa di katagorikan sebagai cinta atau hanya bayang semu semata.

gue suka liat Lo ketawa liat Lo becanda dan liat Lo gombalin gue, gue suka semua yang ada di lo.

tapi gue hanya suka, tanpa ada rasa debar di d**a atau rasa membuncah di dalam d**a gue, hanya suka itu aja.

gue nggak tau kagum dan cinta itu bisa di katakan sama atau tidak. sampai akhirnya gue sadar Cinta dan kagum itu dua rasa yang berbeda. Sama tapi tak seirama, suka tapi tak menggetarkan. Bahagia tapi tak menimbulkan rasa nyaman.

hingga gue sadar di akhir cerita. gue sadar bahwa semua rasa ini hanya sebuah kekaguman karena nyaman yang Lo berikan ke gue.

dan bodohnya karena rasa kagum ini gue melupakan sosok yang selama ini selalu ada dan memperhatikan gue dalam diam, memperlakukan gue dengan lembut dan nyaman dengan caranya sendiri hingga gue jatuh, kasih dalam pelukan debar yang ku rasa saat bersamanya.

chap-preview
Free preview
+#- 1
Elina. "El...!!!" Gue menggeliat tak nyaman saat suara bising dari gedoran Pintu dan juga teriakan dari luar membuat gue tidur cantik gue terganggu, pagi cerah gue, pagi damai gue seolah runtuh dan berhasil menarik gue dari dunia mimpi yang baru saja gue selami, menikmati dunia bebas dengan keindahan yang hakiki hingga mampu mengoyak rasa dahaga akan buaian kasih sayang yang tak pernah gue dapat dari dia, sirna. Semua hanya karena suara bising sialan yang nggak mau berhenti. Gue beranjak, terduduk di atas ranjang dengan mata sayu, menggaruk puncak kepala gue gue beranjak, terlebih suara teriakan mamah yang terus saja tak ada hentinya menggedor pintu kamar gue. Rip Pagi gue yang indah. "Elina! Bangun, dan buka sekarang juga ini pintu, atau uang Jajan kamu mamah potong bulan ini!" Ancaman itu lagi, ancaman yang selalu gue takuti dari jaman SD hingga sekarang gue udah menginjak bangku SMA. Ancaman yang menurut gue melebihi dari sebuah ancaman belaka, karena ucapan mamah selalu di tepati sekalipun gue udah bangun dan buka itu pintu, sekali berucap maka hilang sudah kepuasan hakiki gue untuk jajan bulan ini. mamah selalu berhasil dengan caranya membuat gue bangun pagi ini. Jujur sebenarnya gue masih ngantuk parah, apalagi subuh tadi gue udah di seret-seret untuk sholat subuh dan sekarang apa lagi ya Tuhan... "Iya mah, El udah bangun nih" ucap gue membuka pintu dan menunjukan wajah ngantuk gue di depan mamah yang pagi ini hanya menggunakan daster dan rambut basah. Gue berdecak melihat penampilan mamah, pasti habis kejar target untuk dapet adik kecil buat gue. Nggak pernah bosan emang mereka ini, selalu ngotot agar gue punyak adek cowok, emang gue aja belum cukup gitu? "Kamu ini, udah jam berapa sekarang, hah!? Katanya ada ulangan, minta bangunin pagi. Di bangun dari tadi malah nggak bangun, udah jam tujuh kamu baru bangun, mau Sampek sekolah yang berapa kamu?" Mata terkantuk gue langsung membelak saat mendengar ucapan mamah, jam tujuh katanya? Gue nggak s***h denger nih? "Jam berapa mah?" Gue bertanya sekali lagi hanya untuk memastikan kalau gue nggak salah denger. Secara gue baru aja bangun tidur, terlalu sensitif untuk mendengar ucapan semacam ini, apalagi berhubungan dengan jam, buta telinga gue pagi-pagi gini. Dan lagi gila aja kalau sampek beneran ini jam tujuh, bisa abis gue sama pak Jamal! "Jam 7, dan sekarang mungkin udah jam 7 lewat 10 menit." Serius? Jam 7 katanya, gila bisa beneran abis ini mah! Tanpa memperdulikan mamah gue langsung beranjak, segesit mungkin gue berlari mempersiapkan segala sesuatunya untuk sekolah. Dasar anime sialan, tau gini ogah gue semalam begadang cuma buat maraton anime yang bikin gue telat ini. Tapi tapi... Gue nggak bisa hidup tanpa anime. Terus gimana dong, aih bodo amat lah, intinya gue harus mempersiapkan diri untuk pagi ini. Anime urusan belakangan. Tanpa mandi, gue hanya mencuci muka gosok gigi dan melesat untuk memakai seragam sekolah, selebihnya hanya bermodalkan bedak bayi -yang wanginya gue suka banget- untuk senjata pagi ini, gue berlari sekuat tenaga menghampiri mamah dan papah yang sudah santai di depan meja makan. "Mah El berangkat dulu, kesiangan." Ucap gue menyalami tangan mamah dan papah, tak lupa mencomot roti tawar milik mamah sebelum lari keluar rumah. "Assalamualaikum!" Se-bodo amat sama sepatu sialan ini, gue menenteng sepatu gue, meletakan pada dasbor preti motor beat 2008 kesayangan gue, sepanjang jalan gue melesat dengan penuh perjuangan, menyalip beberapa kendaraan roda empat dan roda dua dengan penampilan yang terbilang acak, gue juga nggak tau pasti apa di pipi gue ada iler atau nggak, yang gue tau gue harus sampai sekolah sebelum gerbang di tutup. Bahkan gue mengacuhkan banyak tatapan dari beberapa orang yang menatap aneh kearah gue, terlebih penampilan dan kaki gue yang sama sekali nggak terlindungi alas. gue acuhkan, gue memilih melesat pergi tanpa peduli penilaian mereka. Lima belas menit waktu yang bisa gue tempuh pagi ini, perjalanan yang biasanya gue tempuh dalam waktu setengah jam dari rumah ke sekolah kini bisa hanya dengan waktu 15 menit, entah seperti apa kecepatan gue tadi, intinya gue sudah sampai di tempat gue mengais pendidikan. Gue memilih turun dari motor, meletakkan helm di kaca sepion sebelum gue berlari masuk kedalam kelas tanpa peduli lagi dengan penampilan gue yang bahkan udah nggak pantes untuk di sebut siswa. Nafas gue terengah-engah, terlebih tadi gue terus berlari menyusuri koridor, gue membungkuk menumpukan kedua tangan gue di kedua lutut, mencoba mengatur pernafasan gue yang terputus-putus karena minimnya olahraga. Mungkin ini alasan kenapa mamah sering ribut soal olahraga, bukan hanya untuk kesehatan tapi juga untuk pengolahan nafas. gue mendongak setelah nafas gue mulai teratur untuk melihat kondisi kelas saat ini. Lalu, ada satu hal yang ganjil yang membuat gue penasaran, bahkan kening gue sampai berkerut hanya dengan melihat apa yang ada di depan mata gue. "Ini serius kelas gue kan?" Gue bergumang pelan, mengitari pandangan gue untuk memastikan sesuatu. Bahkan gue sampai berputar badan untuk melirik lingkungan sekitar gue. "Kemama yang lain, sepi amat?" Gue memilih beranjak masuk kedalam kelas, meletakan tas di laci meja gue sebelum kembali mengedarkan pandangan gue, hasilnya tetep aja kelas gue sepi, bahkan nggak ada orang sama sekali. Libur atau memang gue kepagian? Kalau kepagian kayaknya nggak deh, kata mamah ini jam 7 lewat terus kenapa masih sepi? Mendengus malas, Gue memilih membuka ponsel gue, niat hati ingin chat temen grup kelas tapi langsung berhenti saat itu juga, saat dimana gue melihat di pojok sebelah kiri bar status, gue melihat jam di sana masih menunjukan pukul 06:27 yang artinya belum ada jam 7. Gue ternganga sebentar sebelum mengumpat kasar. Harusnya gue tau ini, nggak biasanya mamah bangunin gue, dan ini ternyata tujuan dia, mau mengerjai anaknya yang pemales ini. Gue mendengus sekali lagi sebelum menghembuskan nafas panjang. Bukan sekali dua kali mamah memakai cara ini untuk membuat gue bangun, meng-korupsi waktu dan jam dinding yang ada di rumah agar kami, aku dan papa bisa berangkat tanpa takut terlambat. Agak kesel juga sih dengan cara emak pagi ini, mana gue belum sarapan lagi. Sekali lagi gue mendengus, meletakan ponsel di atas meja dan memilih membuka buku pelajaran gue, membaca ulang materi yang udah gue pelajari Malam tadi, hingga tanpa sengaja gue menemukan sebuah tuperwere di dalam tas, kening gue berkerut untuk sesaat sebelum meraih dan mengeluarkan dari dalam tas. Mata gue langsung berbinar saat gue melihat roti bakar dengan selai blueberry kesukaan gue ada di dalam tuperwere, dan gue tau ini pasti kelakuan mamah agar anaknya tak lupa untuk sarapan. Terkadang gue masih heran dengan pemikiran beliau, secara dia nggak mengerjai gue secara spontan, tapi ada persiapan terlebih dahulu sebelum gue marah dan lari-larian kayak tadi. Gue tersenyum, sembari membaca ulang materi pelajaran hari ini untuk membunuh waktu dan menunggu yang lain datang di temani roti bakar kesukaan gue. "Tumben udah di sekolah jam segini?" Gue mendongak menemukan Rangga, salah satu sahabat gue yang berdiri menjulang di hadapan gue. Memasang senyum polos gue mengangguk pelan, "biasa mamah." "Korupsi waktu?" Gue mengangguk, mereka sahabat gue pasti paham dengan apa yang mamah gue lakukan kalau gue udah duduk anteng di sekolah jam segini. "Keren sih mamah, kalo kata gue mah." "Keren sih keren. Tapi, yakali bikin gue sengsara gini, nggak sadar apa kelakuan dia bikin gue kalang kabut dan ugal-ugalan karena takut telat?" "Bukan salah mamah kalo menurut gue," Rangga meletakan tasnya di dalam laci, lalu duduk bersandar di meja menghadap ke arah gue yang masih kesal dengan kelakuan mamah. "Lo aja yang ceroboh, nggak cek cermat dan langsung ambil kesimpulan tanpa di pikir!" "Ya mana tau lah, gue baru bangun terus di kagetin, bilang jam 7. Siapa yang nggak panik coba!" Gue melirik tajam kearah Rangga yang terkekeh karena celoteh gue. Sialan, minta di tampol ini orang, tertawa di atas penderitaan orang lain. "Ketawa aja, puasin, puasin Sampek jebol itu paru-paru." Rangga tertawa terbahak setelah mendengar kekesalan gue, bahkan sampai memegangi perutnya, lucu banget kalo gue ini. Sialan! "Sory, sory..." ucap Rangga menghapus air mata karena tawanya, gue mendengus malas, melanjutkan bacaan gue yang tertinggal tadi. "Btw, MTK Lo udah?" Gue menoleh cepat menatap tajam Rangga juga menatap gue santai, "tugas?" Ulang gue nggak ngerti. Sejak kapan MTK ada tugas, setahu gue MTK bersih dari tugas Minggu ini. Rangga mengangguk pelan sebagai jawaban. "Yang mana?" "Ada Minggu lalu, Lo lupa?" Kerut di kening gue makin dalam mendengar ucapan Rangga. "Mana ada, ngaco Lo, perasaan nggak ada tugas MTK." Rangga beranjak setelahnya menggetok kening gue cukup kuat. "Makanya anime itu istirahat dulu! Lupa kan Lo kalo ada tugas!?" Ucapnya lalu mengeluarkan buku dari dalam tas untuk di berikan ke gue. "Kerjain gih, mumpung masih pagi." Nggak pake lama gue langsung menyambar buku rangga, membuka perhalaman untuk melihat tugas apa yang di maksud Rangga. Tulisan rapih dan bagus itu gue baca satu persatu sembari berdecak pelan, gue heran dengan cowok satu ini, dia cowok dan tulisan dia lebih rapih ketimbang tulisan gue yang notabene adalah cewek, bahkan gue aja Sampek sekarang masih nggak ada bosen nya kalo suruh baca tulisan cantik ini anak. "Ada kan?" Gue mengangguk saat melihat halaman paling terakhir dan menemukan tiga soal yang jawabannya hampir dua lembar sendiri. Gue menoleh menatap Rangga ragu. ini serius? "Buru makanya. kalo cuma Lo liat aja mana selesai dodol!" Gue berdecak sekali lagi sebelum mengiyakan ucapan Rangga dan menyalin semua jawaban Rangga kedalam buku gue. entah sudah berapa banyak gue berdecak hari ini, rasanya seolah bikin kepala gue mau pecah.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

✅Sex with My Brothers 21+ (Indonesia)

read
922.9K
bc

Yes Daddy?

read
797.8K
bc

Suamiku Bocah SMA

read
2.6M
bc

True Love Agas Milly

read
197.6K
bc

Tuan Bara (Hasrat Terpendam Sang Majikan)

read
110.7K
bc

Nafsu Sang CEO [BAHASA INDONESIA/ON GOING]

read
884.8K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
35.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook