bc

Antara Jatuh dan Cinta

book_age16+
135
FOLLOW
1.1K
READ
friends to lovers
goodgirl
inspirational
student
drama
bxg
highschool
childhood crush
first love
rejected
like
intro-logo
Blurb

Mencintai Deva dalam diam adalah salah satu dari sekian banyak hal yang Acha lakukan.

Terbelenggu oleh ikatan persahabatan, Acha memilih memendam rasa kekagumannya pada Deva seorang diri.

Hingga pada suatu hari, Deva tanpa sengaja membaca buku harian Acha.

Dan sejak hari itu juga ... segala hal mulai berubah dalam sekejap mata.

chap-preview
Free preview
1. Prolog
Tik ... Tik ... Tik ... Rintikan air hujan terlihat bagaikan shower raksasa yang menumpahkan airnya secara bersama-sama menuju bumi. Bau khas tanah basah seketika menguap di udara, menghantarkan semerbak aroma sejuk tiada tara. Langit di atas sana tampak menghitam. Suara deru angin bersiul tiada henti untuk menggoyang-goyangkan pohon dengan kekuatan yang tak main-main. Jika saja waktu dapat diputar ke masa dua tahun lalu, tentu saja perempuan yang sedang berbaring di atas bangsal itu akan menerjang hujan entah peduli apa lalu bermain-main bersamanya. Ia menyukai hujan, sebanyak dirinya menyukai pria itu. Hatinya terasa sangat sakit jika membayangkan kejadian yang telah lalu-lalu. Namun, sangat mustahil bagi dirinya untuk melupakan semua memori-memori itu. Ia berharap, dirinya benar-benar bisa memutar kembali waktu. Ia tidak ingin semuanya berakhir seperti ini. Apakah menaruh rasa kepada seseorang adalah sebuah kesalahan? Jika pun demikian, lalu mengapa Tuhan menciptakan sesuatu yang dinamakan dengan cinta? Lalu, apakah menaruh perasaan kepada sahabat baik kita juga adalah sebuah kesalahan? Mungkin ... iya. Tidak seharusnya ia menaruh perasaan kepada sahabatnya itu. Perasaan sialan ini tidak seharusnya singgah di dalam hati perempuan itu. Namun ... setelah semuanya, apa yang bisa perempuan itu lakukan? Perasaan itu datang secara tiba-tiba. Perasaan itu ... datang tanpa disangka-sangka. Di saat-saat seperti ini, tiba-tiba saja pintu ruangan terbuka dengan suara berderit kecil. “Kamu sudah bangun? Bagaimana keadaanmu? Apakah jauh lebih baik ketimbang kemarin malam?” tanya seseorang yang baru saja masuk ke dalam ruangan bersama sebuah nampan yang dibawanya. Mendengar suara itu, perempuan yang berbaring di atas bangsal kontan saja menarik garis pandangnya dari jendela kamar rumah sakit yang terlihat berembun menuju sosok Bundanya. Wajahnya terlihat sangat pucat, kepala tanpa rambut itu ditutupi oleh sebuah topi rajutan berwarna putih gading. “Hm,” balasnya menggumam. Suaranya terdengar begitu serak seakan teredam. “Kemari, minumlah,” tutur Vina sembari membantu putrinya itu duduk dari berbaringnya lalu mengarahkan segelas air putih menuju bibir ranum pucatnya. Setelah selesai, Vina menaruh kembali gelas itu di atas sebuah meja kecil yang terletak tepat di samping bangsal. Vina mengambil mangkuk berisi bubur putih polos. Saat itu juga, perempuan bertubuh kurus dengan selang infusan menancap di tangannya berseru memberitahu, “Aku sedang tidak ingin makan, Bun. Nanti saja.” Vina menarik napas dalam-dalam. Air mukanya terlihat menyendu demi melihat penampilan putri tersayangnya saat ini. “Kamu sudah banyak kehilangan berat badan selama beberapa bulan kebelakang. Makanlah, kemarin malam, kamu juga melewatkan jam makan malam.” Acha menggelengkan kepalanya lemah, lalu sedikit meringis kecil karena gelengan kepala itu nyatanya membuat kepala Acha terasa seperti ditusuk-tusuk oleh jarum. “Nanti saja,” balas Acha lirih. Ia terlihat berusaha untuk kembali berbaring. “Bunda ... Acha ingin menanyakan sesuatu, apakah Bunda sudah mendapatkan kabar tentang ... dia?” tanya Acha melanjutkan. Ia tidak berani memandang wajah Vina, melainkan kini Acha malah mengalihkan tatapannya menuju jendela. Tidak. Tidak lagi. Air mata sialan ini tidak seharusnya turun di saat-saat seperti ini. Hanya dengan melihat hujan ... perasaan Acha menjadi jauh lebih tenang. Namun, hal tersebut tidak serta merta membuat Acha dapat mengabaikan rasa sakit di dalam hatinya. Karena ... Acha memiliki banyak kenangan antara dirinya, pria itu dan juga hujan. Kepala Vina tertunduk dalam. Bibirnya terbungkam dan merasa bingung harus membalas bagaimana. Jari jemarinya saling meremat di bawah sana. Ada kesenduan yang tersorot di dalam pandangan matanya. “Tidak apa. Acha bisa menunggu sedikit lebih lama,” ucap Acha seakan paham akan keterdiaman Vina. ‘Semoga saja,’ lanjut Acha di dalam hati. “Cha,” panggil Vina pelan. Acha menolak menoleh. Air mata nyatanya masih meleleh. Meskipun tidak merespon ucapan Vina, Acha tetap menunggu kelanjutan dari ucapan Bundanya itu. “Cepat sembuh,” lanjut Vina setelah memberikan jeda interval selama beberapa saat. Suaranya terdengar serak dan bergetar. Pun nada bicaranya tersirat penuh akan keputusasaan. Acha menarik napas dalam-dalam, dentuman menyakitkan tiba-tiba saja menyerang hatinya dengan telak. Sembuh... Apakah dirinya bisa sembuh? Tangis Acha seketika pecah. Air mata tumpah melimpah ruah. Acha langsung berbalik dan memeluk pinggang Ibunya dengan erat. Membenamkan wajahnya di sana. Sembuh ... Acha ingin sembuh. Acha masih ingin bertemu dengan pria itu. Acha masih belum meminta maaf kepada pria itu. Acha ... Acha ... Acha ... Setidaknya Acha ingin melihat pria itu barang sekali saja sebelum ia benar-benar tertidur. Tidur untuk jangka waktu yang panjang. Tidur untuk tidak bangun kembali. Tidur dengan penuh kedamaian. Acha benar-benar sangat merindukan pria itu. “Cepat sembuh. Apa Acha tidak ingin berkumpul kembali di rumah? Apa Acha tidak merindukan ... apa Acha tidak merindukan kehidupan Acha dulu, hm?” Terlihat punggung Acha bergetar dengan sangat hebat. Isakan-isakan pilu mulai terdengar mengalun keluar dari belah bibir Acha, meskipun sang empu sudah menggigit bibir bagian bawahnya dengan sekuat tenaga. Namun, nyatanya isakan itu masih tetap saja lolos. Tidak peduli seberapa kerasnya Acha mencoba untuk meredam isakannya, Acha tetap selalu kalah. Dia terlalu lemah. Acha benar-benar kalah. “Apa Acha ingat, jika Bunda dulu pernah berkata bahwa Bunda akan mengabulkan semua keinginan Acha ketika Acha sembuh nanti?” tanya Vina lagi seraya mengusap surai panjang putrinya ini dengan sayang, dan berjuang mati-matian untuk tidak menangis di depan putrinya ini, meskipun sekarang kedua matanya telah memerah sempurna. “Tidak hanya itu, Bunda juga akan memberi banyak cokelat untuk Acha sebagai hadiah kesembuhan Acha. Bunda benar-benar akan mengabulkan semua mimpi-mimpi kecil Acha jika Acha sembuh.” “Bahkan bertemu dengan Deva sekali pun?” tanya Acha cepat dengan kepala menengadah menatap wajah Bundanya. Acha tidak peduli lagi dengan buliran air mata yang sudah menjalar di kedua sisi pipinya. Vina menghapus jejak air mata Acha menggunakan ibu jarinya seraya mengangguk yakin dengan senyum hangat yang mengembang di parasnya. “Termasuk bertemu dengan Deva.” Senyum Acha mendadak muncul. Deva... Ia akan bertemu lagi dengan Deva. Acha harus sembuh. Acha masih ingin berjumpa dengan Deva. Acha masih ingin bermain bersama Deva. Acha masih ingin bersahabat dengan Deva. Acha ... Hanya dengan membayangkannya saja sudah membuat Acha merasa senang. Hari itu pasti akan tiba. Acha yakin. Entah itu Deva yang menemuinya atau pun Acha yang menemui Deva terlebih dahulu. Semuanya sama saja. Acha sangat yakin jika mereka dapat bertemu kembali. Dan ketika saat itu tiba ... Kata pertama yang akan keluar dari mulut Acha adalah kata maaf. Maaf karena telah membuat Deva kecewa terhadap dirinya. Maaf karena telah membuat persahabatan keduanya menjadi hancur. Dan juga maaf ... karena telah mencintai Deva secara diam-diam. Acha ingin sembuh dari penyakit Leukemia yang ia derita agar ia memiliki kesempatan untuk melihat Deva. ‘Deva, mari kita bertemu kembali,’ gumam Acha perih di dalam hati.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
186.5K
bc

DENTA

read
16.9K
bc

Head Over Heels

read
15.6K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.5K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
201.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook