bc

Before Love

book_age18+
74
FOLLOW
1K
READ
contract marriage
playboy
arrogant
goodgirl
independent
drama
tragedy
comedy
twisted
sweet
like
intro-logo
Blurb

"Diamnya jauh lebih menyakitkan dibandingkan marahnya. Aku lebih baik dimarahi karena bertanya banyak hal kepadanya, daripada menghadapi tatapannya yang kosong" ~ Amara Zea

Beginilah kisah Amara Zea yang harus menikahi seorang direktur, Alfarizi Mahardi demi menyelamatkan perusahaan sang ayah. Sedangkan Al sendirii menikahi Amara hanya untuk menghancurkan ego seorang putri dari keluarga Zulfikar.

Amara tidak bahagia karena direduksi poin bisnis dalam pernikahannya. Begitu juga dengan Al yang menganggap pernikahan ini sebagai tantangan terbesar dalam menenangkan cinta yang tersembunyi jauh dibawah kebencian.

Kehidupan Al dan Amara tak seindah cerita dongeng. Tatapan mereka penuh kebencian. Akan sulit bagi mereka untuk saling memahami. Pernikahan yang sakral dimata orang lain tak sesuai dihati pasangan Al dan Amara yang penuh akan keterpaksaan dan kebencian.

Apakah mereka bisa bertahan disaat tidak ada cinta diantara mereka. Akankan hanya benci yang selalu menemani perjalanan Al dan Amara?

chap-preview
Free preview
Wedding
"Saya terima nikah dan kawinnya Amara Zea Zulfikar Binti Ahmad Zulfikar dengan maskawin tersebut dibayar tunai," Al mengucapkan kalimat suci itu dengan satu tarikan nafas, tenang dan sangat lancar. "Bagaimana para saksi?" Tanya penghulu. "SAH," jawab kedua saksi serentak. Amara dan Al menundukkan kepala sembari mengangkat kedua telapak tangan mengaminkan setiap doa yang dibacakan penghulu. Momen sakral ini disaksikan oleh tamu undangan yang hadir. Amara dan Al menjadi raja dan ratu sehari. Mereka tampak mengkhayati setiap prosesi pernikahan. Amara terlihat cantik mengenakan kebaya putih. Hiasan pada kepalanya yang paling terlihat adalah mahkota siregar. Selain memberi kesan elegan, Mahkota Siger memiliki makna rasa hormat, kearifan dan kebijaksanaan bagi seorang wanita keturunan Sunda. Sedangkan bagian sanggulnya turut dihiasi dengan kembang tanjung dan kembang goyang yang menghadap ke depan dan sisanya di bagian belakang. Dan yang terakhir bunga melati yang menguntai jatuh sampai ke tubuh Amara. Keseluruhan bunga tersebut memiliki makna kesucian dan kemurnian menjadi seorang wanita. Kedua mempelai nampak sempurna ketika berdiri bersandingan. Pakaian yang dikenakan Al senada warna dan motifnya dengan Amara. Al menyelipkan keris yang berhias roncean bunga melati pada belakang kain yang ia kenakan. Setelah akad berjalan dengan lancar, kedua mempelai pun melakukan sungkeman kepada kedua orang tua untuk meminta maaf akan kesalahan-kesalahan. Kedua mempelai berdiri dan menuju tempat duduk Ahmad Zulfikar dan Maheera Zulfikar sebagai orang tua mempelai wanita. Momen ini begitu haru. Tak sedikit para undangan yang meneteskan airmata. Bagaimana tidak, Putri terakhir dari keluarga Zulfikar telah memulai hidup baru. Maheera tidak bisa menahan air matanya. "Bahagialah bersama suamimu," pesan Maheera sambil memegang pundak putrinya. Kedua mempelai pindah posisi. Kini tiba waktunya Amara bersungkem pada sang ayah. "Pernikahan tak selamanya berdasarkan cinta. Suatu hari nanti kau akan bahagia karena keputusanmu yang tepat ini," Bahagia itu ketika dua orang terikat dalam suatu pernikahan karena cinta. Sedikitpun Amara tidak pernah ingin menikahi Alfarizi. Amara hanya ingin menepati janji sang ayah. Sebelum perusahaan Ahmad Zulfikar bangkrut, ia membuat janji pada siapapun yang mau membantu keuangan perusahannya akan menikahi putri bungsunya. Saat itu Ahmad sangat tertekan. Putri bungsunya tak kunjung menikah. Banyak lamaran yang ditolak karena Amara. Mungkin dengan cara ini Ahmad bisa menemukan lelaki yang pantas untuk Amara, putrinya. Dan akhirnya Lukman Mahardi datang memenuhi sayembara Ahmad Zulfikar. Ketika perusahannya mulai bangkit, Lukman datang menagih janji Ahmad Zulfikar. Dalam kondisi yang penuh akan tekanan, akhirnya Ahmad menyerahkan putrinya kepada keluarga Mahardi. Disisi lain Amara sangat kecewa pada ayahnya. Namun akhirnya Amara menyetujui pernikahan ini. Amara dan Al sebelumnya pernah bertemu ketika lamaran tiba. Amara sempat menolak lamaran Al dan keluarganya. Hal itu membuat Al murka. Kini Al berambisi untuk menghancurkan ego Amara. Sekilas kisah sebelum pernikahan berlangsung. Dengan posisi duduk di kursi sambil dipayungi, upacara penyaweran pun dilakukan pada pengantin. Orang tua memberikan nasehat diiringi kidung. Pemberian nasehat diiringi pelemparan uang logam, beras, kunyit yang diiris tipis-tipis, dan permen. Uang logam dan beras melambangkan kemakmuran, kunyit sebagai simbol kejayaan, sedangkan permen melambangkan manisnya kehidupan berumah tangga. Setelah semua ritual dilaksakan, tibalah saatnya resepsi dimulai. Amara dan Al dikirab menuju pelaminan. Ahmad Zulfikar mendudukkan kedua mempelai di kursi pelaminan. Para undangan yang menyaksikan Al dan Amara duduk di pelaminan, mengambil foto mereka lewat jepretan kamera. Mereka terlihat bahagia. Tapi tidak dengan hati kedua mempelai. Amara khawatir apa yang akan dilakukan Al setelah pernikahan ini selesai. Amara ingat betul ketika dirinya menolak lamaran Al. "Jangan lupa Amara aku masih ingat penghinaanmu saat lamaran itu," Amara terkejut ia sedikit menoleh ke wajah Al dengan penuh kekhawatiran. "Dan ingat setelah ini lepas saja topengmu yang polos ini," Amara menutup matanya. Ia yakin Al tidak akan membuatnya tenang. Amara melihat sisi lain dari suaminya yang penuh akan kebencian ketika menandang dirinya. Amara tidak punya keberanian membalas kata-kata Al. Ia takut perdebatan ini akan mencoreng nama baik ayahnya. Sesi foto bersama mempelai. Para undangan dipersilahkan berfoto bersama mempelai. Kini giliran Aazim Alif, kakak Amara. Aazim membawa istirnya, Zakira dan ketiga anaknya, Zahra, Reyfaldo, dan Safaniya. Satu foto telah menjadi saksi momen pernikahan ini. "Selamat adikku. Semoga bahagia selalu," ujar Aazim pada Amara "Jaga Amara baik-baik. Jangan biarkan bahaya mendekati Amara," ujar Aazim pada Al. Al memiringkan senyumannya. "Aku akan menjauhkan bahaya dari Amara. Tapi ingat tidak ada satupun orang yang bisa mengambil Amara dari Alfarizi" Perkataan Al jelas sekali menunjukkan dia akan melindungi istrinya. Namun ia tidak akan membiarkan Amara pergi dari hidupnya. Dari dulu Aazim tidak menyukai sikap Al yang terbilang angkuh. Aazim khawatir jika Al akan menyakiti Amara. Namun rasa khawatir itu reda ketika Amara memegang pundak kakaknya. "Paman lepas sepatumu itu," ujar Zahra. Al heran. Ia tidak ragu melepaskan alas kakinya. Zahra kemudian mengambil sepatu Al. Disisi lain, Al sangat menyayangi anak-anak. Meskipun ia terlihat dari tampangnya yang keras, namun Al bisa bersikap lemah lembut pada anak-anak. Al duduk menyamakan tinggi keponakannya itu. "Boleh aku minta sepatuku lagi tuan putri," ujar Al sambil menjawil pipi Zahra "Tidak boleh," "Kenapa," Al tersenyum "Kau akan membawa bibi jauh dari kami. Sebagai gantinya aku mengambil sepatumu," Al tersenyum manis melihat tingkah lucu keponakannya. "Begitu. Baiklah katakan bagaimana caranya agar sepatuku bisa kembali," "Kau harus membelikan kami mainan," "Iya benar paman," "Kau harus memberikan kami mainan yang banyak," Ketiga keponakan Amara mulai menyerang Al. "Baiklah sekarang tentukan saja dimana tempat yang akan kita borong semua mainannya," "Asyikk," ujar Zahra, Reyfaldo, dan Safaniya serentak. "Lihat bibi! Paman sangat baik," ujar Zahra Amara begitu dicambuk dengan perkataan keponakannya. Setelah berdiri Al melirik Amara sambil tersenyum. Amara tidak membalas senyuman Al. Lagi pula ia tidak akan tersenyum untuk orang yang pamrih. Setiap orang yang telah masuk usia tertentu seperti masa dewasa sudah pasti ingin merasakan sebuah jalinan kasih sayang keluarga kecil, yang mungkin tidak akan didapat dari keluarga sekarang. Pernikahan menjadi simbol terpenting dalam sebuah hubungan yaitu mengikat tali cinta yang sudah dibangun sejak lama, untuk bisa menikah seseorang harus sudah cukup mengerti paling tidak beranjak dewasa. Hakikat cinta adalah harus memiliki seutuhnya itulah bagian dari cinta. Menikah bukan hal main-main karena sekali menikah akan meningat cinta agar dapat memiliki seutuhnya seumur hidup. Bagaimana malam pertama Amara dan Al? Jangan lupa mereka menikah karena paksaan. Lalu bagaimana keluarga Al bisa menerima Amara? Setelah resmi menikah, saatnya Amara harus berpisah dengan keluarganya. Suasana haru pun sangat terasa. Semua anggota keluarga Zulfikar merasakan sedih yang mendalam akan kepergian Amara. Maheera menguatkan dirinya. Hal yang sama telah ia lalui puluhan tahun yang lalu ketika suaminya membawa dirinya ke rumah mertua. Sebelum pergi pun mereka berpelukan. Tak lama kemudian Maheera melepas tangan putrinya. Ia menyembunyikan air matanya dengan senyuman sehingga akan terlihat seperti tangis haru. Amara tidak bisa dibohongi oleh ibunya sendiri. Amara mengerti apa yang dirasakan ibunya. Mobil yang membawa pengantin berangkat lebih dulu. Gedung pernikahan yang tadinya ramai tamu undangan kini mulai sepi. Maheera terus memandang mobil yang membawa Amara. "Luar biasa pernikahan ini akan diingat semua tamu undangan," ujar Lukman. "Benar sekali pak. Aku senang akhirnya kita sekarang menjadi besan," sahut Ahmad "Iya kau benar. Baiklah kita akan bertemu besok di rapat pengalihan saham," ujar Lukman sambil menepuk pundak Ahmad. "Tentu," "Ibu Maheera aku berjanji akan memperlakukan menantuku seperti putriku sendiri," ujar Hamida kepada Maheera. "Amara akan beruntung mempunyai mertua sepertimu," Hamida dan Maheera berpelukan. Kegelisahan Maheera akhirnya hilang setelah memgetahui betapa baiknya Hamida. Karena suasana semakin gelap, akhirnya keluarga Zulfikar dan Mahardi meninggalkan gedung pernikahan. Kedua keluarga itu akhirnya menjadi besan. Mereka telah membuat ikatan bagi putra putrinya dalam jalinan pernikahan. Tak lama kemudian, mobil yang membawa pengantin sampai lebih dulu di kediaman keluarga Mahardi. Amara terkesima ketika melihat rumah mertuanya yang amat megah. Halaman yang luas, bersih dan tertata rapi. Rumput-rumput di halaman tersebut tertata dengan indahnya layaknya permadani yang sangat indah. Di sisi kiri rumah terlihat garasi yang memuat sekitar 5-10 mobil. Dari luar sudah terlihat ada 3 mobil mewah senilai jutaan rupiah yang terpakir rapi di garasi tersebut. Pemandangan yang membuat Amara melamun, kini hilang ketika Al membuka pintu mobil. Al turun dari mobil tanpa mengajak Amara. Dari kaca mobil terlihat Al masuk rumah dengan diikuti 2 bodyguard. Amara tidak habis pikir dengan kekayaan keluarga Mahardi. Sampai-sampai ada banyak bodyguard dan satpam yang selalu siap siaga. Amara turun dari mobil. Ia merasakan berapa sejuknya udara di halaman rumah Mahardi. Tak lama kemudian beberapa pelayan datang menyambut Amara. Pelayan itu juga membawa Amara masuk kedalam rumah. Amara melangkahkan kakinya untuk yang pertama kali di rumah mertuanya. Suasana rumah yang terlihat modern siap menyambut mata Amara. Meja, kursi, lukisan, foto dan perabotan mewah lainnya memenuhi setiap inci dari rumah tersebut. Memasuki lebih ke dalam lagi, terlihat wanita seumuran mertuanya itu yang lama-lama jelas bayangannya di mata Amara. Dia adalah Harini Mahardi, Bibinya Al. Dari tampangnya Harini tidak menyukai Amara. "Apa aku perlu menyambutmu tuan putri," ujar Harini "Tidak aku disini bukan tuan putri," "Bagus jika kau tau posisimu," Amara terdiam. "Suatu kehormatan bagimu ketika bisa bertemu denganku," "Maksut anda?" "Kau polos sekali. Baiklah sebentar lagi kau akan tau siapa diriku. Aku adalah bibinya Al, Harini Mahardi. Sejak kecil akulah yang mengurus Al. Apapun yang aku putuskan maka Al juga akan mengikutinya. Jadi meskipun kau sudah menikah dengan Al tapi ingatlah Al tidak akan takluk padamu dengan mudah," "Kau tidak perlu khawatir bibi. Bahkan aku pun tidak merasa keberatan dengan status ku dirumah ini," 'Wanita ini tidak seperti wanita lainnya yang mendekati Al,' ujar Harini dalam hati. Ketika malam telah menyapa. Tak terasa semua aktivitas telah selesai hari ini. Keluarga Mahardi yang lain sudah sampai di rumah. Mendengar suara mobil dari luar, Harini segera memperlakukan Amara dengan baik. Ia bahkan tersenyum manis pada Amara. Ketika seluruh anggota keluarga masuk rumah... "Selamat datang kak," sapa Harini kepada Lukman. Lukman tersenyum kepada Amara dan Harini "Hei Harini kenapa kau tidak membawa Amara ke kamar Al. Aku mengerti hari ini kau tidak datang ke resepsi. Tapi tolong jangan halangi mereka untuk istirahat sekarang," ujar Hamida. Semua orang setuju dengan perkataan Hamida. "Baiklah kakak ipar," sahut Harini Harini kemudian membawa Amara ke kamar Al. Di depan semua orang Harini tidak menunjukkan wajahnya yang membenci Amara. Entah atas dasar apa Harini begitu membenci Amara. Hal ini juga membuat Amara bingung. 'Bagaimana mungkin seseorang bisa berubah dalam waktu singkat.' ujar Amara dalam hati. Tibalah mereka di depan kamar Al. Harini meninggalkan Amara. Perlahan Amara membuka pintu. Ia begitu terkejut melihat dekorasi di kamar Al. Kasur yang putih ditaburi kelopak bunga mawar merah. Bahkan lantai nya pun dihiasi bunga berbentuk hati. Lilin juga menjadi cahaya dikamar Al. Mungkinkah Al yang menyiapkan semua ini? Tentu bukan... Amara ingin melepas mahkota siregarnya itu. Ia merasa sakit kepala karena terlalu lama menggunakan mahkota itu. Amara duduk di kursi yang dihadapannya ada sebuah kaca. Beruntung Amara dulu pernah kursus rias sehingga ia mengerti cara melepas semua hiasan di kepalanya itu. Rambut Amara yang panjang sekarang menjadi lebih kusut. Amara menengok sekeliling. Ada dikamar mandi di kamar Al. Namun ia belum selesai melepas perhiasannya. Amara menahan pening di kepalanya. Tiba-tiba Amara mendengar suara pintu terbuka. Amara tidak berani menoleh ke belakang. Siapakah dia? Amara ketakutan. Mendengar ada seseorang yang menyelinap ke kamar Al. Ia pun mengambil gunting yang ada dihadapannya. Kemudian ia pun mengarahkan gunting itu ke orang yang menyelinap masuk tersebut. Al pun tak kalah gesit dari Amara. Ia menangkap gunting Amara. Amara terkejut untuk beberapa saat. "Kau," ujar Amara terkejut. Al menatap Amara dengan tajam. Al mendekati Amara. Ia menarik tangan istrinya itu hingga jatuh ke ranjang. "Apa kau pikir ini istanamu yang penuh akan penjahat," Amara terdiam ketakutan. Al menarik tangan Amara hingga Amara mendekat dengan wajah Al. Ia tak berani menatap suaminya. "Dengar! Selama kau disini tidak ada bahaya yang mendekatimu. Tapi tidak ada satupun orang yang dapat menyelamatkanmu dari Alfarizi Mahardi," ujar Al. "Apa yang kau mau dariku," "Tujuanku menikahimu hanyalah satu. Aku ingin menghancurkan ego dan sombongmu itu. Pernikahan ini tidak lebih dari balas dendam," Amara menggigit tangan Al sehingga Al melepaskan tangan Amara. Beberapa detik kemudian Al pergi mengambil handuk dan bergegas masuk ke kamar mandi. Amara bersandar ditembok. Ia ketakutan melihat suaminya sendiri. Bagaimana Amara bisa menghabiskan sisa hidupnya dengan pria yang sama sekali tidak ia cintai. 'Ya Tuhan siapakah lelaki yang kau tuliskan namanya untukku. Mengapa ia begitu kejam. Mengapa ya Tuhan mengapa,' Amara menangis di malam pertamanya. Akankah Amara bisa bertahan dalam kehidupannya yang serba berubah ini? Wajah Amara telah bersih dari make up. Wajahnya yang asli begitu lembut dan manis. Ia juga mengurai rambut panjangnya itu. Sementara di kaca, bayangan wajahnya hanya cemberut. Seakan ketulusan hatinya hilang ditutupi lekukan di pipinya.. Amara kembali menyisir rambutnya itu. Gerakannya pelan sekali karena pikirannya berlarian kesana kemari. Sebelumnya ia tidak pernah membayangkan tinggal satu kamar dengan pria yang menikahinya. Sikap Al yang dingin dan angkuh mengusik pikirannya. Ia tidak tau apa yang akan terjadi di malam pertamanya bersama Al. Amara menarik nafas panjang. "Sudah sudah, rasanya aku lelah berpikir. Entah apa yang terjadi nanti. Sekarang aku harus mencari selimut untuk tidur di tempat lain. Pokoknya bukan diranjang itu," ucap Amara sembari memijat keningnya. Ceklek. Disisi lain Al juga dilema. Ia sengaja berlama-lama di kamar mandi untuk menghindari Amara. Badannya sampai menggigil. Ia tidak tau apa yang akan terjadi setelah ini. Saat ia menginjakkan kaki keluar, tiba-tiba ia tersentak melihat ada wanita berambut panjang duduk di depan meja dandan. Seketika Al juga menyadari siapa wanita itu. Lantaran beberapa menit yang lalu wanita itu hampir melukainya dengan gunting. "Al Al.. yang benar saja, kau menikahi hantu yang kejam," gerutu Al lirih. Ia lantas berjalan menuju almari untuk mengambil selimut. Dengan wajah yang datar ia tak menatap meja dandan itu. Saat yang bersamaan ketika Al sedang menggelar selimutnya diatas lantai, hal yang sama juga Istrinya lakukan tepat di sampingnya. Seketika setelah kedua selimut itu digelar, mereka bertatapan. Tatapan pasangan suami istri ini bukan karena cinta. Melainkan kebencian. "Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Al cuek. "Biasanya pria yang menikah karena perjodohan akan menyuruh istrinya tidur di lantai," sahut Amara. Al membuang mukanya ke samping. Paras tampannya lebih terlihat jelas ketika ia memalingkan wajahnya. Sayangnya Amara bukan wanita yang gampang terpesona. Ia justru semakin membenci suaminya yang terkenal angkuh dan tidak punya hati. Seolah ketampanan Al, tidak ada harganya. "Apa kau pikir, suamimu sangat kejam sehingga menyuruh istrinya tidur di lantai. Aku tidak menyuruhmu. Kau sendiri yang ingin tidur di lantaikan," maki Al "Semua pria memang selalu mencari kesalahan wanita," sahut Amara "Cukup!! Aku tidak ingin berdebat. Sekarang dengar! Ibu dan ayah akan curiga jika aku tidur di kamar tamu. Aku juga tidak mungkin tidur satu ranjang denganmu. Sekarang kau tidur diatas, sementara aku tidur di sofa. Kau tenang saja aku tidak akan menyentuhmu," terang Al. Amara terdiam. Perdebatan yang singkat, karena Al tidak mau kalah. 'Dia bicara seolah kasihan padaku. Aku yakin semua ini hanya sandiwaranya saja,' gerutu Amara dalam hati. Al mengambil selimutnya. Ia meletakkan selimutnya diatas sofa. Pandangannya tiba-tiba fokus pada istrinya yang masih berdiri di tempat yang sama. "Apa kau akan menghabiskan waktumu dengan berdiri," sindir Al. "Tidak," "Kalo begitu apa yang kau tunggu. Cepat tidurlah," "Hei kenapa kau memaksaku," "Aku tidak memaksamu. Aku hanya----" "Hanya apa?" "Lupakan saja!! Semua wanita memang tidak mau kalah," maki Al Amara berbalik badan. "Dasar pria aneh," gerutunya. "Kau mengatakan sesuatu?" Sindir Al. Tanpa menjawab, Amara berjalan menuju ranjang. Ia menata selimut dan bantal yang hendak ia gunakan untuk merebahkan badan. Setelah itu ia menarik selimutnya menutupi kedua kakinya yang dingin. Sebelum meletakkan kepalanya diatas bantal, Amara melirik Al yang mulai memejamkan mata. Al benar-benar tidur pulas, Amara lega dan akhirnya bisa tidur. Sebelumnya ia tidak pernah membayangkan tidur di kamar se mewah ini. 'Jika pria itu mendekat, aku harus apa? Ya Tuhan lindungi aku dari penghisab darah itu,'batin Amara. Beberapa saat kemudian. Al sebenarnya belum tidur. Ia membuka matanya. Sambil berbaring ia melirik ke arah ranjang. Wanita yang baru saja ia nikahi begitu cantik ketika memejamkan mata. Wanita yang ia anggap terlalu prosesif, dan egois membuatnya kagum dengan kecantikannya. 'Tidak Al, kau tidak boleh jatuh cinta pada wanita yang prosesif. Ingat dia berbahaya. Setelah menikah ia hampir membunuhmu. Lalu apa yang akan terjadi jika kau tidur seranjang dengannya,'kata hati Al. 'Istri? Keluarga? Aku masih tidak percaya diriku telah menikah. Itupun dengan wanita yang tidak ku cintai. Takdir macam apa ini,' gumam Al. Saat ia memiringkan badannya ke kanan, ia melihat seekor hewan jatuh ke ranjang Amara. Ia memperhatikan hewan itu yang berjalan merambat menuju bantal Amara. Al bangkit dari tidurnya setelah mengetahui kalajengking itu mendekati Amara. Tanpa pikir panjang, Al mengambil gunting yang digunakan Amara untuk menyerangnya tadi. Hal yang sama juga akan dilakukan Al untuk menjauhkan bahaya dari istrinya. Amara mendengar suara langkah kaki mendekatinya. Ia lantas membuka mata dan mendapati Al ada yang akan memeluknya. "Allllllll," teriak Amara. Padahal Al hanya ingin membunuh kalajengking yang akan menyakiti istrinya. Setelah kalajengking itu mati karena ditusuk gunting, Al berdiri dan mengamati hewan beracun itu. Disisi lain, Amara berpikir suaminya akan mengingkari janjinya. Ternyata dugaannya salah. Suaminya justru menyelamatkan nyawanya dari hewan beracun itu. "Apa kau tidak punya mangsa lain. Apa kau tidak tau siapa yang kau dekati itu. Suaminya saja tidak boleh mendekatinya. Apalagi dirimu," ucap Al. Ia berlagak bicara dengan kalajengking yang telah mati. Al membuang gunting yang menusuk hewan itu ke tempat sampah. Sebelum kembali ke sofa, ia melirik Amara yang dari tadi menatapnya dengan wajah ketakutan. Nafasnya tidak teratur. Al mengerti yang dirasakan istrinya. Ia mengaku salah karena tiba-tiba memeluk Amara. Al sendiri tidak punya pilihan lain. Jika ia terlambat maka entah bagaimana kondisi Amara saat ini. Semua yang ia lakukan atas dasar terpaksa. "Lanjutkan tidurmu. Semuanya sudah aman," pinta Al. Tanpa mendengar jawaban Amara, Al berjalan menuju sofanya. Ia kembali merebahkan badannya diatas sofa. 'Sandiwara atau kebenaran? Al menyelamatkanku? Pria itu memang sangat aneh. Tadi dia marah sekarang--- Apa jangan-jangan dia hanya memanfaatkan kesempatan,' batin Amara. Sulit bagi Amara untuk memejamkan mata. Ia takut Al mendekatinya lagi. Ia juga trauma karena hampir saja kalajengking itu menyentuh badannya. Amara menarik nafas panjang. Ia berusaha melupakan peristiwa tadi. ---- Melalui hari dengan gelap gulita.Menenggelaman kalbu dalam sengsara.Tertutup dalam luka tiada tara.Terhanyut dalam waktu yang begitu lama.Awan gelap menangis.Bulan bintang enggan memperlihatkan wujudnya.Terasa hampa untuk sekian kalinya.Yang tak bisa dapat untuk di mengerti Detik demi detik kian berlalu.Dengan nada – nada yang terdengar dalam lagu.Mengembalikan hal yang baru.Untuk hidup layaknya sang raja dan ratu.Mentari telah datang untuk menunggu.Menunggu hari yang baru menggebuh – gebuh. Melupakan gelap yang telah berlalu. Amara mulai membuka kedua matanya. "Aku bangun terlalu siang," ucapnya lirih. Ia berharap kejadian kemarin sampai tadi malam hanyalah mimpi. Harapannya tidak menjadi kenyataan. Ia tidur se kamar dengan suaminya. Amara menyingkirkan selimutnya dari atas atas kakinya. "Ibu," ucapnya ketika teringat kebiasaan paginya membantu ibunya memasak. Amara memejamkan kedua matanya sejenak. "Sudahlah untuk apa mengingat kejadian yang telah berlalu. Secepatnya aku harus mandi dan keluar dari kamar ini. Jangan sampai Si Penghisab Darah itu bangun," ucapnya lagi. Amara menurunkan kakinya. Ia beranjak dari ranjang. Perlahan Amara berjalan menuju almari untuk mengambil pakaian. Sesekali Amara melirik ke samping kanan, dimana ada sofa. Tempat suaminya tertidur pulas. Setelah mengambil handuk dan baju ganti, Amara bergegas berjalan ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian. Amara keluar dari kamar mandi. Usai bergulat dengan beberapa alat mandi, akhirnya badannya menjadi segar dan harum. Sebelum melangkah menuju meja dandan, ia melirik suaminya yang masih tertidur pulas. "Dia masih tidur. Mentang-mentang bos, dia tidak bangun tepat waktu. Tapi tidak masalah. Setidaknya pagi ini aku tidak mendengar ocehannya."ucap Amara lirih. Saat ia berjalan melewati sofa Al, tiba-tiba Al menarik tangannya. Hingga Amara jatuh di hadapan Al. Mereka tidak bertatapan lantaran Al menutup matanya. "Anita," ucap Al. Entah siapa wanita itu. Amara berusaha melepaskan badannya dari pelukan Al. "Siapapun wanita itu pasti bernasib buruk karena dicintai pria ini. Entah kenapa pria ini tidak pernah membiarkanku tenang. Padahal baru hari ini aku tinggal di rumahnya. Entah apa yang terjadi setelah ini," gerutu Amara. Akhirnya Al melepaskan tangannya dari punggung Istrinya. Dengan cepat Amara berdiri. Ia kesal dengan perilaku suaminya. Amara berbalik badan membelakangi badan. "Anita," ucap Al. Lagi-lagi Al memanggil wanita itu. Siapakah Anita? Tiba-tiba nama wanita itu mengusik perasaan Amara. Meskipun tidak mencintai Al, rupanya ia begitu penasaran dengan wanita itu. Amara membuang jauh perasaan cemburunya itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
188.3K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.1K
bc

My Secret Little Wife

read
92.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook